Sir Thomas Legge, Pembantu Komisaris di Seotland Yard berkata dengan marah,
“Tapi semuanya sulit dipercaya!”
Inspektur Maine berkata dengan hormat,
“Benar, Pak.”
Asisten itu meneruskan,
“Sepuluh orang mati di sebuah pulau dan tidak ada seorang pun di sana. Tidak masuk akal.”
Inspektur Maine berkata dengan tenang,
“Tetapi, itulah yang terjadi, Pak.”
Sir Thomas Legge berkata,
“Brengsek semua. Pasti ada orang yang telah membunuh mereka.”
“Itulah persoalan kita, Pak.”
“Apakah laporan dokter tidak bisa membantu?”
“Tidak, Pak. Wargrave dan Lombard tertembak, yang pertama kena di kepala, yang kedua menembus jantung. Nona Brent dan Marston meninggal karena keracunan sianida. Nyonya Rogers meninggal karena kelebihan dosis khlor. Kepala Rogers pecah. Kepala blore juga. Armstrong meninggal karena tenggelam. Tengkorak Macarthur retak karena pukulan di belakang kepala dan Vera Claythorne digantung.”
Tubuh Pembantu Komisaris itu bergerak. Dia berkata,
“Brengsek — semuanya.”
Dia berpikir sejenak. Lalu dia berkata dengan tersingggung,
“Dan engkau belum mendapatkan sesuatu yang berharga dari orang-orang di Sticklehaven? Mereka pasti tahu sesuatu tentang hal ini.”
Inspektur Maine mengangkat bahunya.
“Mereka adalah nelayan-nelayan sederhana. Mereka tahu bahwa pulau itu telah dibeli oleh seseorang bernama Owen — dan itulah yang mereka ketahui.”
“Siapa yang mengirim perlengkapan untuk pulau itu dan yang mengatur segala sesuatunya?”
“Seseorang yang bernama Morris. Isaac Morris.”
“Dan apa yang dikatakannya tentang hal ini?”
“Dia tidak bisa mengatakan apa-apa, Pak. Dia sudah meninggal.
Pembantu Komisaris itu mengernyitkan keningnya.
“Ada yang kita ketahui tentang si Morris?”
“Oh, ya Pak, kita tahu tentang dia. Dia bukan orang baik-baik. Dia terlibat dalam perkara penipuan Bennito tiga tahun yang lalu — kita yakin akan hal itu meskipun kita tidak bisa membuktikannya. Dan dia juga terlibat dalam perkara obat bius. Dan sekali lagi kita tidak bisa membuktikannya. Dia seorang yang sangat hati-hati.”
“Dan dia juga terlibat soal pulau ini?”
“Ya, Pak. Dia yang mengurus pembelian pulau itu walaupun tidak untuk dirinya sendiri. Pulau itu dibeli-oleh pihak ketiga tanpa nama.”
“Tentunya ada yang bisa kita temukan dalam keuangannya?”
Inspektur Maine tersenyum.
“Tidak, bila Bapak mengenal Morris! Dia begitu lihai mempermainkan angka sehingga akuntan yang terbaik pun tidak tahu apakah dia berdiri di atas kepala atau di atas kakinya.”
Lelaki lawan bicaranya menarik napas panjang.
Inspektur Maine meneruskan.
“Morris-lah yang mengatur segalanya sampai di Sticklehaven. Dia memperkenalkan diri sebagai ‘utusan’ Tuan Owen. Dan dialah yang menjelaskan pada orang-orang di sana bahwa akan dilakukan suatu percobaan di pulau itu — yaitu tentang hidup di pulau terpencil selama satu minggu — dan bahwa mereka tidak perlu memperhatikan isyarat-isyarat minta pertolongan dari pulau itu.”
Sir Thomas Legge menjadi gelisah. Dia berkata,
“Dan engkau mencoba mengatakan pada saya bahwa orang-orang itu tidak mencium bau busuk itu? Juga setelah kejadian itu?”
Maine mengangkat bahunya.
Dia berkata,
“Bapak lupa bahwa Pulau Negro sebelumnya adalah milik pemuda Elmer Robson, orang Amerika itu. Dahulu dia sering mengadakan pesta-pesta yang luar biasa. Saya yakin bahwa orang-orang di daerah itu pasti terbelalak heran melihat mereka. Tetapi akhirnya mereka terbiasa dan mereka merasa bahwa segala sesuatu, yang berhubungan dengan Pulau Negro pasti luar biasa. Bila Bapak memikirkannya, maka ini merupakan hal yang bisa diterima.”
Pembantu Komisaris itu mengakui kebenaran kata — katanya dengan wajah muram.
Maine berkata,
“Fred Narracot — yaitu orang yang membawa rombongan ke pulau itu — mengatakan satu hal yang bisa menjelaskan. Dia mengatakan bahwa dia merasa heran melihat tipe rombongan tamu yang dibawanya. Sama sekali tidak seperti rombongan tamu-tamu Tuan Robson. Saya rasa justru fakta bahwa mereka adalah orang-orang pendiam dan biasa itulah yang membuat Narracot melanggar perintah Morris, dan menyeberang ke pulau itu setelah dia melihat isyarat SOS.”
“Kapan dia dan teman-temannya pergi?”
“Isyarat itu dilihat oleh serombongan pramuka Pada tanggal 11. Pada hari itu tidak ada kemungkinan untuk ke laut. Mereka sampai di sana pada tanggal 12 — pada kesempatan pertama mereka bisa berlayar. Mereka sangat yakin bahwa tidak seorang pun bisa meninggalkan pulau itu sebelum mereka datang. Setelah badai lewat, ombak sangat besar.”
“Apakah tidak mungkin ada orang yang berenang ke daratan?”
“Jarak pulau dengan daratan lebih dari satu mil dan ombak sangat besar, banyak karang di pantai. Dan di pantai banyak sekali orang, pramuka, dan orang-orang lain berdiri di atas karang memperhatikan pulau itu.”
Pembantu Komisaris itu menghela napas. Dia berkata,
“Bagaimana tentang piringan gramophon yang kau temukan di dalam rumah itu? Apa tidak ada sesuatu di situ yang bisa memberi petunjuk?”
Inspektur Maine berkata,
“Saya sudah memeriksanya. Piringan itu diisi oleh sebuah perusahaan yang banyak bergerak dalam bidang perfilman. Piringan itu dikirim kepada U.N. Owen melalui Isaac Morris, dan mereka mengatakan bahwa piringan itu disiapkan untuk pertunjukan amatir sebuah drama yang belum dimainkan. Skripnya dikembalikan bersama-sama piringannya.”
Legge berkata,
“Bagaimana tentang isinya?”
Inspektur Maine berkata dengan sedih,
“Saya akan melaporkannya, Pak.”
Dia berdehem.
“Saya telah menyelidiki tuduhan-tuduhan itu sebaik-baiknva. Saya mulai dengan suami-istri Rogers yang pertama kali datang ke pulau itu. Mereka pernah menjadi pembantu Nona Brady yang meninggal secara mendadak. Saya tidak bisa mendapatkan sesuatu yang pasti dari dokter yang merawatnva. Dia yakin bahwa suami-istri itu tidak meracun majikannya, atau melakukan hal lain semacam itu. Tetapi menurut pendapatnya pribadi memang ada sesuatu yang aneh — yaitu dia meninggal karena keteledoran mereka. Dia mengatakan bahwa hal itu sulit dibuktikan.
“Kemudian tentang Tuan Justice Wargrave. Ini tidak ada persoalan. Dia adalah hakim yang menangani perkara Seton.
“ Oh, ya. Seton memang bersalah — jelas-jelas bersalah. Bukti-bukti yang muncul setelah dia digantung, tidak diragukan lagi menunjukkan kesalahannya. Tetapi memang ada komentar pada waktu kasus itu masih hangat — sembilan dari sepuluh orang mengira bahwa Seton tidak bersalah dan bahwa putusan hakim merupakan suatu tindakan balas dendam.
“Nona Claythome adalah seorang guru privat pada sebuah keluarga di mana pernah terjadi kematian yang disebabkan karena tenggelam. Tetapi, kelihatannya dia tidak terlibat dengan peristiwa itu. Malahan tindakannya patut dipuji. Dia berenang dan mencoba menyelamatkan korban, tetapi terseret ombak. Dan dia dapat diselamatkan pada waktunya.”
“Teruskan,” kata Pembantu komisaris itu dengan menghela napas.
Maine menarik napas panjang.
“Sekarang Dokter Armstrong. Orang terkenal. Buka praktek di Harley Street. Benar-benar — orang jujur dan terhormat dalam profesinya. Belum ditemukan catatan mengenai operasi ilegal atau semacamnya. Memang benar ada seorang wanita yang bernama Clees yang dioperasi pada tahun 1925 di Leithmore ketika dia bekerja di rumah sakit itu. Dia menderita peritonitis dan meninggal di meja operasi. Mungkin ketika itu dia belum begitu mahir mengoperasi — karena belum banyak pengalaman tetapi, ini bukan suatu tindakan kriminal. Tentu saja tidak ada motif dalam hal ini.”
“Kemudian ada Nona Emily Brent. Dia punya pembantu, Beatrice Taylor. Gadis itu hamil dan diusir majikannya. Dia keluar dan menenggelamkan diri di sungai. Bukan hal yang enak didengar — tapi sekali lagi bukan kriminalitas.”
“Itu,” kata Pembantu Komisaris, “kelihatannya yang menjadi latar belakang. U.N. Owen berurusan dengan kasus-kasus yang tidak tersentuh oleh hukum.”
Maine meneruskan laporannya dengan tenang,
“Pemuda Marston memang seorang pengemudi yang brengsek — SIM-nya pernah ditahan dua kali dan menurut pendapat saya, dia tidak perlu diberi ijin mengemudi. Itulah tentang Marston. Dua nama yang disebut, john dan Lucy Combes, adalah anak-anak yang ditabrak dan mati di dekat Cambridge. Beberapa kawannya membela dia dan akhirnya dia dibebaskan, setelah didenda.
“Saya tidak bisa menemukan sesuatu yang meyakinkan mengenai Jenderal Macarthur. Catatan pribadinya bersih — ikut berjuang ketika perang dan sebagainya. Arthur Richmond adalah bawahannya ketika berada di Prancis dan terbunuh dalam perang. Hubungan Richmond dengan jenderal itu baik-baik saja. Bahkan mereka teman dekat. Memang banyak kesalahan yang dibuat waktu itu opsir-opsir mengorbankan anak buahnya — dan mungkin ini merupakan kesalahan yang sama.”
“Mungkin,” kata Pembantu Komisaris.
“Sekarang, Philip Lombard. Lombard terlibat dalam beberapa kegiatan misterius di luar negeri. Dia menyerempet hukum beberapa kali. Punya reputasi sebagai seorang yang pemberani dan amat teliti. Dia tipe orang yang mungkin melakukan beberapa pembunuhan di tempat terpencil.
“Lalu tentang Blore.” Maine ragu-ragu. “Dia adalah seorang petugas seperti kita.”
Yang diajak bicara kelihatan tertarik.
“Blore,” kata Pembantu Komisaris dengan keras, “adalah orang yang tidak baik!”
“Bapak berpendapat begitu?”
Pembantu Komisaris berkata,
“Saya selalu berpendapat demikian. Tetapi dia cukup cerdik untuk menghindar. Saya berpendapat bahwa dia melakukan kebohongan dalam kasus Landor. Saya tidak senang pada waktu itu. Tetapi saya tidak mendapat bukti apa-apa. Saya menyuruh Harris untuk menyelidiki, tetapi dia juga tidak menemukan apa-apa. Tetapi saya tetap berpendapat bahwa ada sesuatu yang bisa kita temukan kalau kita tahu caranya. Dia bukan orang yang jujur.”
Hening sejenak. Kemudian Sir Thomas Legge berkata,
“Dan engkau tadi bilang bahwa Isaac Morris meninggal? Kapan dia meninggal?”
“Saya sudah menduga Bapak akan menanyakan hal itu. Dia meninggal tanggal 8 Agustus malam. Dia meninggal karena minum obat tidur dengan dosis lebih. Tetapi tidak ada hal-hal yang menunjukkan apakah itu bunuh diri atau suatu kebetulan.”
Legge berkata perlahan-lahan,
“Mau mendengar pendapatku, Maine?”
“Barangkali saya bisa menebak, Pak.
Legge berkata dengan berat,
“Kematian si Morris itu terlalu bersifat ‘kebetulan’!”
Inspektur Maine mengangguk. Dia berkata,
“Saya sudah mengira Bapak akan mengatakan itu.”
Pembantu Komisaris itu menggebrak meja dengan kepalannya. Dia berteriak,
“Semuanya fantastis — tidak masuk akal. Sepuluh orang terbunuh di sebuah pulau karang gundul dan kita tidak tahu siapa yang melakukan atau mengapa dilakukan atau bagaimana dilakukannya.”
Maine terbatuk. Dia berkata,
“Rasanya bukan demikian, Pak. Sepertinya kita tahu mengapa. Seorang fanatik keadilan. Dia keluar dan mengumpulkan orang-orang yang tidak dapat dijamah hukum. Dia mengambil sepuluh orang tidak perduli apakah mereka benar-benar bersalah atau tidak-”
Pembantu Komisaris bergerak. Dia berkata dengan tajam,
“Benarkah tidak penting… Menurut pendapat saya-”
Dia berhenti. Inspektur Maine menunggu dengan hormat. Sambil menghela napas Legge menggelengkan kepala.
“Teruskan.” katanya. “Barusan saya merasa menemukan sesuatu. Tapi sekarang telah hilang. Teruskan apa yang kaukatakan tadi.”
Maine meneruskan,
“Ada sepuluh orang yang — kita katakan saja digarap. Mereka memang digarap. U.N. Owen menyelesaikan tugasnya. Dan dia sendiri keluar dari pulau itu melayang-layang di udara.”
Pembantu Komisaris itu berkata,
“Sulapan kelas wahid. Tapi, Maine, harus ada keterangan.”
Maine berkata,
“Kami juga memikirkan hal itu, Pak. Kami menyelidiki hal itu. SebetuInya kita bukannya tidak tahu apa-apa tentang Pulau Negro. Vera Claythorne menyimpan buku hariannya. juga Emily Brent. Wargrave Tua membuat catatan yang cukup jelas. Dan Blore juga membuat catatan. Semuanya saling mengisi. Kematian itu terjadi dengan urut-urutan Marston, Nyonya Rogers, Macarthur, Rogers, Nona Brent, Wargrave. Setelah kematian Wargrave buku harian Vera Claythorne mencatat bahwa Armstrong meninggalkan rumah pada malam hari dan Blore serta Lombard menyusuInya. Blore punya satu catatan lagi. Hanya dua kata. ‘Armstrong lenyap’.
“Sekarang, dengan mempertimbangkan semuanya, kita mungkin bisa menemukan satu jalan keluar. Armstrong tenggelam. Dengan mengasumsikan bahwa Armstrong gila, — maka tidak ada yang mencegahnya untuk membunuh yang lain. Dia kemudian bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari karang, atau barangkali ketika mau menyeberang ke daratan?
“Itu memang pemecahan yang baik. Tapi tidak jalan. Pak. Pertama, karena ada bukti dari ahli bedah polisi. Dia sampai di pulau itu pagi hari tanggal 13 Agustus. Dia tidak bisa mengatakan banyak hal. Yang dikatakannya adalah semua orang telah meninggal sekurang-kurangnya tiga puluh enam jam dan barangkali sedikit lebih lama. Tetapi ada kepastian tentang Armstrong. Dia mengatakan bahwa Armstrong pasti berada di air sekitar delapan sampai sepuluh jam sebelum tubuhnya terdampar. Jadi kesimpulannya adalah demikian. Armstrong telah berada di laut antara tanggal sepuluh dan sebelas malam, dan akan saya terangkan mengapa demikian. Kami menemukan tempat di mana tubuhnya terdampar. Mayatnya terjepit di antara dua karang dan di situ ada sobekan baju, rambut, dan sebagainya. Mayat itu pasti sudah tersangkut di sana ketika air pasang pada tanggal sebelas — yaitu sekitar jam sebelas pagi. Setelah itu badai berkurang dan batas air menjadi rendah..”
“Mungkin Bapak akan mengatakan bahwa bisa saja Armstrong menghabisi tiga orang sebelum dia masuk ke laut malam itu. Tapi ada bukti lain yang tidak bisa kita abaikan. Tubuh Armstrong ditarik oleh seseorang sampai ke tepi air. Kami menemukan tanda itu tidak terjangkau air. Dan tubuhnya diletakkan dalam keadaan lurus — dan rapi.”
“Jadi ini menjelaskan satu hal. Ada seseorang yang masih hidup di pulau itu setelah Armstrong meninggal.”
Dia berhenti lalu meneruskan.
“Dan ini berarti — ? Begini sebetuInya kejadian pada tanggal sebelas pagi. Armstrong telah lenyap (tenggelam). Jadi tinggal tiga orang: Lombard, Blore, dan Vera Claythorne. Lombard tertembak. Tubuhnya ada di tepi laut dekat Armstrong. Vera Claythome tergantung di kamar tidurnya. Mayat Blore ditemukan di teras. Kepalanya pecah tertimpa jam marmer yang berat, yang kelihatannya kebetulan jatuh dari jendela di atas.”
Pembantu Komisaris itu berkata dengan tajam,
“Jendela siapa?”
“Vera Claythorne. Pak, sekarang kita bicarakan kasus ini sendiri-sendiri. Pertama Philip Lombard. Kita anggap saja dia menjatuhkan marmer besar itu ke atas kepala Blore — lalu dia membius Vera dan menggantungnya. Yang terakhir, dia turun ke pantai dan menembak dirinya.”
“Tapi kalau begitu siapa yang mengambil pestol itu dari tangannya? Karena pestol itu ditemukan di rumah di lantai atas — dalam kamar Wargrave.”
Pembantu Komisaris itu berkata,
“Ada sidik jari di atasnya?”
“Ada, Pak. Sidik jari Vera Claythorne.”
“Tetapi,
“Saya tahu apa yang akan Bapak katakan. Vera Claythorne orangnya. Bahwa dialah yang menembak Lombard, membawa pestol itu masuk, menjatuhkan marmer ke atas Blore dan kemudian — menggantung dirinya.
“Dan itu memang mungkin terjadi — Ada sebuah kursi di kamarnya dan di jok kursi itu ada ganggang laut, sama seperti yang ada di sepatunya. Kelihatannya dia berdiri di kursi, memasang tali di lehernya dan menyepak kursi itu.
“Tetapi kursi itu kami temukan tidak dalam keadaan habis disepak. Kursi itu diletakkan di dekat dinding dengan rapi, sama seperti kursi-kursi yang lainnya. Itu dilakukan setelah Vera Claythorne meninggal — oleh seseorang lainnya.
“Teori ini menunjuk Blore sebagai pelakunya. Jadi setelah dia menembak Lombard dan membuiuk Vera Claythome antuk menggantung diri dia keluar dan menjatuhkan sebuah jam marmer di atas kepalanya sendiri dengan mengikatkan seutas tali atau semacamnya — wa, saya tidak bisa menerima teori ini. Laki-laki tidak bunuh diri dengan cara demikian — dan lagi Blore bukanlah tipe laki-laki yang demikian. Kita kenal Blore — dan dia bukanlah tipe yang bisa dituduh sebagai orang yang punya fanatisme terhadap rasa keadilan.”
Pembantu Komisaris berkata,
“Saya setuju.”
Inspektur Maine berkata,
“Dan karena itu, Pak, pasti ada orang lain di pulau itu. Seseorang yang membereskan dan merapikan segalanya setelah pekerjaan itu selesal. Tetapi di mana dia — dan ke mana dia pergi? Orang-orang Sticklehaven yakin bahwa tidak ada orang yang bisa melninggalkan pulau itu sebelum perahu penolong datang. Tetapi kalau begitu-”
Dia berhenti.
Pembantu Komisaris berkata,
“Kalau begitu —”
Dia menghela napas. Dia menggelengkan kepalanya.
Dia membungkuk ke depan. “Tetapi kalau begitu,” katanya, “siapa yang membunuh mereka.”
Di awal masa muda-ku aku sudah menyadari adanya kontradiksi-kontradiksi di dalam diriku. Aku punya imajinasi romantis yang tidak bisa disembuhkan. Praktek melempar botol ke laut dengan dokumen penting di dalamnya merupakan suatu hal yang sangat kusenangi ketika membaca cerita-cerita petualangan pada masa kanak-kanakku. Dan sampai sekarang hal itu masih juga menggetarkan hatiku. Untuk maksud itulah aku melakukan hal ini — menulis pengakuanku, memasukkannya ke dalam botol, menutupnya rapat-rapat, dan melemparkannya ke dalam ombak. Aku kira, tipis kemungkinannya bahwa pengakuanku ini ditemukan seseorang dan kemudian (Apakah ini menyenangkan hatiku?) sebuah misteri pembunuhan yang tidak terpecahkan akan menjadi jelas.
Aku dilahirkan dengan sifat-sifat lain di samping kesenanganku memimpikan hal-hal yang romantis. Aku punya kesenangan akan perbuatan sadis dengan melihat atau menimbulkan kematian. Aku ingat percobaan yang kulakukan dengan lebah — dengan bermacam-macam lebah kebun.
Sejak kecil aku merasakan suatu dorongan untuk membunuh yang amat kuat di dalam diriku.
Akan tetapi di samping dorongan itu, aku juga punya keinginan kuat untuk melakukan hal yang sebaliknya — dorongan untuk berbuat adil. Aku tidak tahan dan merasa muak melihat seseorang atau seekor makhluk yang tak berclosa menderita atau mati, karena perbuatanku. Aku selalu merasa bahwa kebenaran harus ditegakkan.
Dengan demikian bisalah dimaklumi — aku rasa seorang ahli psikologi akan mengerti — bahwa dengan sikap mental demikian, aku mengambil profesi di bidang hukum. Profesi ini sangat memuaskan diriku.
Tindakan kriminal dengan hukumannya selalu merupakan hal yang sangat menarik bagiku. Aku menikmati cerita-cerita detektif. Dan aku juga senang menciptakan cara-cara yang amat halus untuk melakukan suatu pembunuhan.
Ketika sudah tiba saatnya aku mengakhiri tugasku di ruang pengadilan, instingku yang satu ini menjadi semakin kuat dan besar. Melihat seorang penjahat meronta-ronta di dermaga, menderita siksaan yang dijatuhkan kepadanya, dan perlahan-lahan menemui ajalnya, merupakan hal yang sangat menyenangkan hatiku. Tapi ingat, aku tidak tahan melihat seorang yang tidak berdosa tersiksa. Dua kali aku menghentikan kasus di mana aku merasa bahwa terdakwa tidak bersalah, dan meyakinkan juri bahwa kasus itu tidak ada. Aku menghargai polisi-polisi yang telah melakukan tugasnya dengan adil dan efisien, karena pada umumnya para terdakwa yang dibawa ke pengadilan benar-benar bersalah.
Aku ingin membicarakan mengenai kasus Edward Seton. Wajah dan tingkah lakunya memberikan kesan yang keliru dan dia memberikan kesan yang baik di depan juri. Tidak hanya bukti-bukti nyata, tetapi pengetahuanku tentang kriminalitas meyakinkan diriku bahwa laki-laki itu benar-benar bersalah dan dia memang melakukan pembunuhan sadis pada seorang wanita tua yang memberinya kepercayaan. Aku punya reputasi sebagai hakim tukang gantung, tapi ini tidak adil. Aku selalu memegang prinsip — keadilan dan teliti pada hal yang sekecil-kecilnya dalam menjatuhkan putusan untuk setiap kasus.
Yang kulakukan adalah melindungi juri dari pengaruh emosi yang dibuat oleh pembela. Aku mengarahkan perhatian mereka pada bukti-bukti yang sebenarnya.
Selama beberapa tahun aku merasakan suatu perubahan dalam diriku, yaitu mengendornya kontrol — munculnya keinginan untuk berbuat dan bukan menghakimi.
Aku ingin — terus terang saja — melakukan suatu pembunuhan. Aku mengenal keinginan ini sebagai suatu keinginan seorang seniman untuk mengekspresikan dirinya! Aku menjadi seorang seniman kriminalitas! Dengan kontrol dari pengalaman profesiku, imajinasiku diam-diam tumbuh menjadi suatu dorongan yang kuat.
Aku harus — aku harus — aku harus — melakukan pembunuhan! Dan bukan pembunuhan biasa! Aku akan melakukan perbuatan kriminal yang fantastis — besar — luar biasa! Dalam hal ini aku menginginkan imajinasi seorang dewasa.
Aku menginginkan sesuatu yang teatris, yang tidak mungkin!
Aku ingin membunuh… Ya, aku ingin membunuh…
Tetapi — walaupun ini kelihatan aneh bagi orang lain — aku merasa terhalang oleh rasa keadilanku. Yang tidak berdosa tidak boleh menderita.
Dan kemudian, dengan tiba-tiba, ide itu timbul karena percakapan yang kulakukan dengan seorang dokter. Dia berkata, begitu sering terjadi pembunuhan yang tidak bisa tersentuh hukum.
Dan dia memberi contoh sebuah kasus — seorang wanita tua, bekas pasiennya, yang baru, saja meninggal. Dia sendiri yakin bahwa kematian wanita itu disebabkan karena obat yang seharusnya diberikan kepadanya ditahan oleh pasangan suami-istri yang menjaganya. Pasangan ini akan memperoleh banyak warisan karena kematiannya. Dia menerangkan bahwa hal semacam itu sulit dibuktikan, tetapi dia sangat yakin akan hal yang telah terjadi. Dia menambahkan bahwa banyak lagi kasus-kasus dengan sifat yang sama terjadi setiap saat — kasus-kasus pembunuhan yang disengaja tetapi tidak terjamah oleh tangan-tangan hukum.
Itulah permulaan dari peristiwa ini. Tiba-tiba saja aku melihat jalan yang licin. Dan aku mengambil keputusan untuk tidak melakukan satu pembunuhan saja, tapi pembunuhan besar-besaran.
Aku teringat akan sebuah sajak anak-anak — sajak tentang sepuluh anak Negro. Sebagai anak-anak berumur dua tahun aku sangat tertarik pada sajak itu — yang walaupun sudah lama tetapi tidak pernah hilang — karena selalu terdengar berulang-ulang.
Diam-diam aku mulai mengumpulkan korban..
Aku tidak akan menceritakan dengan terperinci bagaimana aku melakukan hal itu. Aku mempunyai kesempatan untuk mengadakan percakapan secara rutin yang aku lakukan dengan hampir setiap-orang yang kutemui — dan hasilnya sangat menakjubkan. Ketika aku berada di rumah sakit, aku mengumpulkan kasus Dokter Armstrong. Seorang wanita yang antiminuman keras datang kepadaku dan dengan sungguh-sungguh menerangkan betapa jahat pengaruh minuman keras karena bisa menyebabkan seorang pasien terbunuh di meja operasi. Pertanyaan yang sambil lalu kuajukan memberikan data yang kuperlukan. Aku menyelidiki dan menemukan dokter dan pasien yang diceritakan tanpa kesulitan.
Suatu percakapan di antara bekas anggota-anggota militer yang sudah tua di Club-ku memberikan nama jenderal Macarthur. Seorang laki-laki yang baru saja kembali dari Amazon menyumbangkan cerita singkat tentang kegiatan Philip Lombard. Seorang wanita di Majorca dengan marah menceritakan dongeng Emily Brent yang sok suci dengan pembantu rumah tangganya. Aku mengambil Anthony Marston dari sekelompok orang yang pernah melakukan kejahatan yang sama. Sikapnya yang tak acuh dan tak bertanggungjawab membuat dia seorang yang berbahaya bagi masyarakat dan tidak cocok untuk dibiarkan hidup. Cerita tentang bekas Inspektur Blore aku dengar dari kawan-kawan sejawatku, yang sedang membicarakan kasus Landor secara terbuka. Aku menganggap hal itu sangat penting karena seorang polisi, yang adalah penegak hukum, harus mempunyai integritas tinggi. Apa yang mereka katakan, harus bisa dipercaya.
Akhirnya, kasus Vera Claythorne. Itu aku dapat ketika sedang menyeberangi Samudra Atlantik. Di dalam ruang merokok aku bertemu dengan seorang laki-laki ganteng bernama Hugo Hamilton. Cuma kami berdua yang tinggal di ruang itu sampai larut malam.
Hugo Hamilton kelihatan tidak gembira. Untuk memerangi perasaannya itu dia minum banyak-banyak. Ketika itu dia setengah mabuk. Tanpa berharap terlalu banyak aku memulai melakukan serangan pertama secara otomatis. Reaksinya di luar perkiraanku. Sekarang aku masih ingat kata-katanya. Dia berkata,
“Anda benar. Pembunuhan sebetulnya bukan saja seperti yang pernah terpikirkan oleh kebanyakan orang — dengan memberi racun — mendorong seseorang dari atas karang — dan sebagainya.” Dia membungkuk, mendekatkan mukanya kepadaku. Dia berkata, “Aku pernah berkenalan dengan seorang pembunuh wanita — aku mengenalnya.
Tapi yang lebih mentakitkan ialah aku mencintainya… kadang-kadang aku berpikir aku masih… ah, gila. Tahukah Anda, bahwa dia melakukannya untukku… Aku tak pernah memimpikan itu — Wanita itu jahat — betul-betul jahat — Anda tak akan mengira bahwa gadis seperti dia itu — gadis yang manis, jujur, dan menyenangkan — Anda tidak akan mengira dia melakukan hal itu, bukan? Bahwa dia membawa seorang anak berenang ke laut dan membiarkannya tenggelam — Anda tidak akan pernah berpikir bahwa seorang wanita akan melakukan hal seperti itu, bukan?”
Aku berkata kepadanya,
“Apakah Anda yakin dia melakukan hal itu?”
Dia berkata, wajahnya kelihatan bersungguh-sungguh,
“Saya sangat yakin. Tidak ada orang lain yang pernah memikirkan hal itu. Tetapi saya tahu begitu saya memandangnya — ketika saya pulang — setelah… Dan dia tahu bahwa saya tahu… Yang tidak disadarinya adalah bahwa saya mencintai anak itu…
Dia tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi dengan mudah aku mengerti cerita itu dan merekonstruksinya.
Aku memerlukan korban kesepuluh. Dan aku menemukannya pada seorang laki-laki bernama Morris. Dia adalah seorang laki-laki kecil yang kurang jujur. Dia adalah seorang penjual narkotika dan dialah yang menyebabkan anak perempuan temanku menjadi pecandu narkotika. Anak itu bunuh diri pada umur duapuluh satu tahun.
Selama mengumpulkan korban-korban ini rencanaku menjadi bertambah matang. Sekarang sudah lengkap dan pekerjaan terakhir yang kulakukan adalah mengadakan wawancara dengan seorang dokter di Harley Street. Telah kukatakan bahwa aku pernah dioperasi. Dari percakapan dengan dokter aku menarik kesimpulan bahwa operasi berikutnya tidak akan ada gunanya. Dokter tidak mengatakannya secara langsung dan terbuka, tapi aku sudah terbiasa untuk mengetahui persoalan sejelas-jelasnya.
Aku tidak memberi tahu dokterku tentang keputusanku — yaitu bahwa aku tidak mau mati perlahan-lahan dan berlama-lama secara alamiah. Tidak, kematianku harus terjadi di tengah-tengah kejutan dan goncangan. Aku mau hidup sebelum mati.
Dan sekarang tentang mekanisme kriminalitas di Pulau Negro. Untuk mendapatkan pulau ini, dengan mudah aku menggunakan Morris untuk menutupi jejakku. Dia seorang yang ahli dalam hal-hal seperti ini. Dengan menyusun informasi yanog aku dapat tentang calon-calon korbanku, — aku bisa membuat umpan yang cocok untuk masing-masing. Tidak satu pun dari rencanaku yang gagal. Semua tamuku datang ke Pulau Negro pada: tanggal 8 Agustus. Rombongan ini termasuk diriku sendiri.
Aku sudah memperhitungkan Morris. Dia menderita sakit pencernaan. Sebelum meninggalkan London aku memberinya sebutir kapsul untuknya. Aku mengatakan bahwa obat itu manjur karena telah menyembuhkan sakit perutku dengan cepat. Dia menerimanya tanpa ragu-ragu — karena laki-laki memang seorang hipokondris. Aku tidak perlu takut bahwa dia meninggalkan dokumen-dokumen atau catatan, karena dia bukan termasuk orang yang demikian.
Urutan kematian yang akan terjadi di pulau itu telah kupikirkan baik-baik. Kadar kesalahan tamu-tamuku berbeda-beda. Aku memutuskan bahwa mereka yang kesalahannya ringan harus pergi terlebih dahulu dan tidak perlu menderita ketegangan mental dan ketakutan yang harus diderita oleh mereka yang kesalahannya berat.
Anthony Marston dan Nyonya Rogers meninggal lebih dahulu; yang pertama seketika dan yang kedua dalam tidur. Menurut pendapatku Marston adalah orang yang dilahirkan tanpa rasa tanggung jawab sama sekali. Dia laki-laki tak bermoral — primitif. Nyonya Rogers — tak diragukan lagi — hanya menuruti kemauan suaminya saja.
Aku tak perlu menjelaskan lagi bagaimana kedua orang itu meninggal. Polisi pasti bisa mengungkapkan hal itu dengan mudah. Potasiun sianida mudah diperoleh karena benda itu dipakai untuk mengurangi lebah. Aku menyimpannya sedikit dan mudah sekali bagiku untuk membubuhkannya ke dalam gelas Marston yang hampir kosong — pada waktu semuanya panik karena suara gramophon.
Pada waktu tuduhan itu dibacakan, aku memperhatikan baik-baik wajah setiap korbanku dan dari pengalamanku, aku tidak ragu-ragu lagi untuk memastikan bahwa mereka bersalah.
Ketika aku sakit, dokter memberiku obat tidur khlorhidrat. Aku menyembunyikannya: sebanyak yang kuperlukan dengan mudah. Pada waktu Rogers membawa brandy untuk istrinya, dia meletakkan minuman itu di atas sebuah meja. Ketika berjalan melewati meja itu aku berkesempatan untuk memasukkan benda itu ke dalam gelas brandy-nya. Ini dapat kulakukan dengan mudah karena pada waktu itu belum timbul kecurigaan.
Jenderal Macarthur meninggal tanpa rasa sakit. Dia tidak mendengar suara langkahku di belakangnya. Tentu saja aku harus memilih waktu yang tepat untuk meninggalkan teras, tapi ini telah berhasil kulakukan dengan baik.
Seperti telah kuperkirakan, mereka mencoba menyelidiki pulau ini dan ternyata mereka tidak menemukan siapa pun kecuali kami bertujuh. Dengan cepat hal ini menimbulkan kecurigaan di antara mereka.
Sesuai dengan rencanaku, aku harus cepat mencari kawan. Aku memilih Dokter Armstrong. Dia adalah tipe orang yang mudah percaya. Dia pernah melihatku dan mengenal reputasiku dan karena itu tidak pernah terpikir olehnya bahwa orang seperti aku bisa menjadi seorang pembunuh! Dia mencurigai Lombard dan aku pura-pura mendukungnya. Aku mengatakan padanya bahwa aku punya rencana yang mungkin bisa dipakai untuk memerangkap pembunuh itu.
Meskipun penyelidikan pada setiap kamar telah dilakukan, tetapi penyelidikan terhadap orangnya sendiri belum dilakukan. Tetapi hal ini akan segera terjadi.
Aku membunuh Rogers pada pagi hari tanggal 10 Agustus. Dia sedang membelah kayu bakar untuk menyalakan api dan dia tidak mendengar suara langkahku. Aku menemukan kunci pintu ruang makan di sakunva. Dia telah mengunci ruang makan pada malam hari.
Ketika semua ribut mencari mayat Rogers, aku masuk ke kamar Lombard dan mengambil pestolnya. Aku tahu bahwa dia membawa pestol karena aku menyuruh Morris agar dia menyarankan Lombard membawa benda itu.
Pada waktu sarapan aku memasukkan khlor ke dalam cangkir kopi Nona Brent ketika aku menambah kopinya. Kami meninggalkannya di ruang makan. Ketika aku menyelinap kembali ke situ dia kelihatan hampir tidak sadar. Dengan mudah aku suntikkan cairan sianida kepadanya. Ide mengenai lebah besar itu memang agak kekanak-kanakan — tetapi ini menyenangkan. Aku ingin mencocokkan kejadiannya dengan sajak anak-anak itu.
Tidak lama setelah itu apa yang kuperkirakan terjadi — dan memang aku sendirilah yang menyarankannya. Kami semua diperiksa dengan teliti. Aku telah menyimpan pestol itu di tempat yang aman, dan tidak punya sianida ataupun khlor lagi.
Pada saat itulah aku mendekati Armstrong dan membujuknya untuk melakukan rencana kami. Rencana itu begini — aku pura-pura akan menjadi korban. Ini mungkin akan mengacaukan si pembunuh — bagaimanapun juga jika aku disangka sudah mati aku bisa bergerak dengan lebih leluasa dan bisa mengintai pembunuh itu.
Armstrong menyetujui ide ini. Kami melakukannya pada malam harl. Sedikit bercak merah di dahi, tirai merah dan benang wool. Nah, siaplah sudah pertunjukan kami. Nyala lilin sangat kecil dan tidak terang dan yang akan memeriksa aku hanya Armstrong sendiri.
Rencana ini berialan dengan baik. Nona Claythorne memekik sekeras-kerasnya ketika dia tersentuh ganggang laut yang kupasang di kamarnya. Mereka semua berlari ke atas, dan aku pun mulai berpose sebagai orang yang terbunuh. Akibat yang terjadi seperti apa yang aku harapkan. Armstrong melakukan tugasnya dengan sikap profesional. Mereka mengangkatku ke atas dan aku dibaringkan di tempat tidurku. Tidak seorang pun yang menguatirkan diriku, mereka semua benar-benar ketakutan dan ngeri.
Pada jam dua kurang seperempat aku keluar dengan Armstrong. Aku membawanya sedikit jauh ke belakang rumah, ke atas puncak sebuah karang. Aku mengatakan bahwa kami berdua bisa melihat siapa pun yang datang ke tempat itu dan tidak ada orang yang bisa melihat dari jendela, karena kamar-kamar tidur di rumah menghadap ke arah lain. Dia masih belum curiga — tetapi sebenarnya dia harus sudah waspada andaikan dia ingat sajak anak-anak itu. “Seorang dimakan ikan herring merah…”. Dan dia memakan “ikan herring merah” itu.
Hal itu dengan mudah aku lakukan. Aku pura-pura terkejut, membungkuk di atas karang sambil berkata, “Lihat, bukankah itu mulut gua?” Dia membungkuk ke sebelah kanan. Aku mendorongnya dengan kuat dan dia kehilangan keseimbangan, lalu jatuh ke laut. Aku kemball ke rumah. Rupanya Blore mendengar langkahku. Beberapa menit setelah aku berada di kamar Armstrong aku keluar lagl. Kali ini aku sengaja menimbulkan suara yang agak gaduh supaya dapat didengar seseorang. Ketika sampai di bawah tangga, aku mendengar pintu dibuka. Mereka pasti melihatku sekilas ketika aku keluar dari pintu depan.
Satu atau dua memit kemudian mereka mengikutiku. Aku langsung memutari rumah dan masuk melalui jendela ruang makan yang kubiarkan terbuka sebelumnya.Aku mengunci jendela itu kembali dan kemudian kupecah kacanya. Kemudian aku naik lagi ke lantai atas dan membaringkan diri di atas tempat tidurku. Kuperhitungkan, mereka akan menggeledah rumah kembali, tetapi mereka pasti tidak akan memeriksa mayat-mayat. Dan kalaupun mereka rnemeriksanya, mereka hanya akan membuka sedikit penutup mayat untuk meyakinkan diri mereka saja. Dan memang itulah yang terjadi.
Aku lupa mengatakan bahwa aku telah mengembalikan pestol Lombard di kamarnya. Barangkali ada yang ingin mengetahui di mana pestol itu kusembunyikan ketika seisi rumah ini digeledah? Di ruang penyimpan makanan terdapat tumpukan makanan kaleng yang amat banyak. Aku membuka kaleng yang ada di bagian bawah — kalau tidak salah kaleng biskuit, menyelipkan pestol di dalamnya dan menutup kembali kaleng itu dengan pita perekat.
Perhitunganku tidak meleset karena tidak seorang pun berpikir untuk membongkar tumpukan kaleng yang kelihatannya tidak terjamah sama sekali. Lebih-lebih karena kaleng yang di atas semua tutupnya masih disolder.
Tirai merah aku sembunyikan di bawah jok kursi di ruang tamu dan benang wool di dalam bantal kursi dengan melubanginya sedikit.
Dan sekarang tibalah saat yang kunantikan — tiga orang yang begitu ketakutan dan saling curiga — dan seorang di antaranya membawa pestol. Aku memperhatikan mercka dari jendela. Ketika Blore masuk rumah sendirian, aku telah siap dengan jam marmer besar itu. Blore selesai…
Dari jendela, kamarku aku melihat Vera Claythorne menembak Lombard. Seorang wanita yang berani dan cerdik. Aku berpendapat bahwa dia akan menjadi imbangan yang baik bagi Lombard. Setelah itu aku segera menyiapkan ‘panggung’ di kamar Vera.
Ini merupakan eksperimen psikologi yang menarik. Apakah kesadaran akan kesalahannya sendiri, ketegangan mental karena telah menembak seorang laki-laki, dan keadaan di sekelilingnya yang telah diatur sedemikian rupa, cukup kuat untuk mendorong dia melakukan tindakan bunuh diri? Aku mengira itu cukup.
Dan aku benar. Vera Claythorne menggantung diri di depan mataku. Aku berdiri dalam bayang-bayang lemari. Dan, sekarang babak terakhir. Aku maju, mengambil kursi dan menempatkannja di dekat dinding. Aku mencari pestol dan menemukannya di tangga atas. Aku cukup hati-hati untuk membiarkan sidik jari Vera pada pestol itu.
Dan sekarang? Aku akan mengakhiri surat ini. Aku akan memasukkannya ke dalam botol dan menutupnya rapat-rapat.
Mengapa.
Ya — mengapa?
Aku memang berambisi untuk menciptakan suatu misteri pembunuhan yang tidak bisa dipecahkan oleh siapa pun. Tetapi aku sadar bahwa seorang seniman tidak akan cukup puas dengan karya seni itu sendiri. Tidak bisa dibantah, bahwa dia mempunyai keinginan untuk mendapatkan popularitas. Aku akui saja, bahwa aku punya keinginan untuk dikenal sebagai orang yang pandai…
Dan aku mengambil asumsi bahwa misteri Pulau Negro Akan tetap tak terpecahkan. Tentu saja ada kemungkinan bahwa polisi-polisi lebih cerdik daripadaku. Setidak-tidaknya ada tiga petunjuk. Yang pertama, polisi tahu bahwa Edward Seton memang bersalah. Dan karena itu mereka tahu bahwa satu dari sepuluh orang yang ada di pulau Itu bukanlah pembunuh dalam arti sebenarnya. Jika demikian logikanya dialah si pembunuh itu. Petunjuk kedua terdapat pada bait ketujuh sajak anak-anak itu. Kematian Armstrong dihubungkan dengan “ikan herring merah” yang ditelannya — atau lebih tepat lagi, yang menelan dia! Ini menyatakan bahwa pada saat itu terjadi sesuatu yang dimaksudkan untuk menarik perhatiannya ke arah lain — dan Armstrong memang terkecoh sehingga mati. Hal ini bisa dipakai sebagai awal penyelidikan. Karena pada saat itu hanya ada empat orang dan dari keempatnya itu jelas bahwa akulah yang dipercayainya.
Yang ketiga bersifat simbolis. Caraku meninggal dengan tanda kematian di dahi. Ini sama dengan cap dosa pada dahi Kain.
Ada lagi yang ingin kukatakan. Setelah membuang botol berisi catatan ini ke laut aku akan masuk ke kamar dan berbaring di tempat tidur. Kaca mataku mempunyai tali hitam yang bagus — yang elastis. Aku akan menindih kaca mataku. Aku akan melingkarkan tali kaca mataku pada pegangan pintu dan mengikatnya, tidak terlalu erat, pada pestol. Yang akan terjadi adalah demikian.
Dengan tangan terlindung oleh sapu tangan, aku akan menekan pelatuk pestol. Tanganku akan jatuh ke samping. Pestol yang terikat oleh tali elastis itu akan tertarik oleh pegangan pintu, menumbuknya, dan terlepas dari ikatannya, lalu jatuh. Tali akan tergantung di kaca mata yang kutindih tanpa menarik perhatian. Sapu tangan yang tergeletak di lantai tidak akan memberi petunjuk apa-apa.
Aku akan ditemukan terbaring di atas tempat tidur, tertembak di bagian dahi, sesuai dengan catatan yang dibuat oleh para korban. Waktu kematian tidak akan bisa dipastikan ketika mayat kami diperiksa. Apabila laut telah reda, perahu dan orang akan datang dari daratan. Dan mereka akan menemukan sepuluh-mayat dan misteri yang tak terpecahkan di Pulau Negro.
Tertanda:
Lawrence Wargrave