“Aku, ah, aku minta maaf untuk тАж .” kata Ny. Verres dalam suara yang makin melemah.
“Aku minta maaf,” kata si Profesor, tersenyum dengan perasaan sayang, “Harry bisa sedikit sensitif tentang hal-hal macam itu. Tapi aku kira dia memang benar tentang kita tak tertarik dalam percakapan mereka.”
Apakah dia berbahaya? Roberta ingin bertanya, tapi dia menjaga dirinya tetap diam dan mencoba untuk memikirkan pertanyaan yang lebih halus. Suaminya di sebelahnya tertawa kecil, seolah dia menganggap apa yang baru saja mereka lihat itu lucu, bukannya menakutkan.
Pangeran Kegelapan yang paling mengerikan dalam sejarah mencoba membunuh bocah itu, dan serpihan yang habis terbakar dari tubuhnya ditemukan di sebelah rumahnya.
Calon menantu masa depannya.
Roberta makin cemas tentang menyerahkan putrinya ke dalam kesihiranтАУkhususnya setelah dia membaca buku-buku itu, membandingkan beberapa tanggal bersama, dan menyadari bahwa ibu magisnya mungkin terbunuh di ketinggian teror Grindelwald, bukan meninggal saat melahirkannya seperti yang ayahnya selalu katakan. Tapi Profesor McGonagall sudah melakukan beberapa kunjungan lain setelah kunjungan pertamanya, untuk “melihat bagaimana keadaan Nona Granger”; dan Roberta tak bisa menolong kecuali berpikir bahwa jika Hermione berkata kalau orangtuanya bersikap menyusahkan tentang karir menyihirnya, sesuatu akan dilakukan untuk memperbaiki mereka тАж .
Roberta menempatkan senyuman terbaiknya di wajahnya, dan melakukan apa yang dia bisa lakukan untuk menyebarkan beberapa keriangan Natal pura-pura.
*
Meja ruang makan jauh lebih panjang daripada enam orangтАУer, empat orang dan dua anak kecilтАУbenar-benar butuhkan, tapi seluruhnya dilingkupi dengan taplak meja linen putih lembut, dan hidangannya dipindahkan dengan tak perlu pada piring-piring mewah, yang paling tidak adalah stainless steel bukannya perak asli.
Harry memiliki sedikit masalah berkonsentrasi pada kalkunnya.
Percakapannya beralih ke Hogwarts, wajar; dan adalah jelas untuk Harry bahwa orangtuanya berharap bahwa Hermione akan tersandung dan mengatakan lebih banyak tentang kehidupan sekolah Harry daripada yang sudah diceritakan Harry pada mereka. Dan entah Hermione sudah menyadari tentang ini, atau dia secara otomatis menghindari apa pun yang mungkin terbukti merepotkan.
Jadi Harry aman.
Tapi sayangnya Harry sudah melakukan kesalahan dengan mengirimi burung hantu pada orangtuanya dengan beragam fakta-fakta tentang Hermione yang dia tidak katakan pada orangtuanya sendiri.
Seperti bahwa dia adalah jenderal dari suatu bala tentara dalam aktivitas ekstrakurikuler mereka.
Ibu Hermione terlihat sangat khawatir, dan Harry dengan cepat menyela dan melakukan usaha terbaiknya untuk menjelaskan bahwa seluruh mantranya adalah pembius, Profesor Quirrell selalu mengawasi, dan dengan adanya penyembuh magis artinya banyak hal-hal yang jauh lebih aman dari kedengarannya, yang pada titik ini Hermione menendangnya dengan keras di bawah meja. Untungnya ayah Harry, yang Harry harus akui lebih baik daripadanya dalam beberapa hal, mengumumkan dengan otoritas profesional bahwa dia tak cemas sama sekali, karena dia tak bisa bayangkan anak-anak diizinkan melakukan itu jika itu berbahaya.
Meski begitu, itu bukanlah kenapa Harry mengalami masalah menikmati makan malam.
тАж masalah dengan merasa kasihan atas dirimu sendiri adalah bahwa itu tak pernah membutuhkan waktu sedikit pun untuk menemukan orang lain yang mengalami hal yang lebih buruk.
Dr. Leo Granger menanyakan, pada satu titik, apakah guru baik itu yang sepertinya menyukai Hermione, Profesor McGonagall, memberinya banyak poin di sekolah.
Hermione mengatakan ya, dengan suatu senyuman yang ternyata benar-benar tulus.
Harry berhasil, dengan suatu usaha, menghentikan dirinya sendiri dari menyatakan dengan dingin bahwa Profesor McGonagall tak akan pernah menunjukkan favoritisme pada murid Hogwarts mana pun, dan bahwa Hermione memperoleh banyak poin karena dia berhak atas tiap, poin, itu.
Di titik lain, Leo Granger menawarkan pada meja opininya bahwa Hermione sangat pintar dan bisa saja masuk ke sekolah medis dan menjadi dokter gigi, jika bukan karena seluruh masalah kesihirian itu.
Hermione tersenyum lagi, dan satu pandangan cepat kemudian mencegah Harry dari menyarankan Hermione mungkin juga akan jadi seorang ilmuwan yang terkenal secara internasional, dan bertanya apakah hal itu pernah terpikir pada para Grangers jika mereka memiliki seorang putra bukannya seorang putri, atau bahwa sesuatu yang tak bisa diterima yang mana pun juga untuk keturunan mereka menjadi lebih baik daripada mereka.
Tapi Harry dengan cepat mencapai titik didihnya.
Dan menjadi jauh lebih menghargai fakta bahwa ayahnya sendiri selalu melakukan semua yang dia bisa lakukan untuk mendukung perkembangan Harry sebagai seorang prodigi dan selalu mendukungnya untuk menjangkau lebih tinggi dan tak pernah meremehkan tiap-tiap pencapaiannya, bahkan biarpun anak prodigi itu tetaplah seorang anak kecil. Apakah rumah tangga macam ini yang dia mungkin akan alami, jika Mum menikahi Vernon Dursley?
Harry melakukan apa yang dia bisa, meski begitu.
“Dan dia sungguh mengalahkanmu dalam semua kelasmu kecuali mengendarai sapu dan Transfigurasi?” kata Profesor Michael Verres-Evans.
“Ya,” kata Harry dengan ketenangan yang dipaksakan, saat dia memotong untuk dirinya sendiri gigitan lain dari kalkun Malam Natal. “Dengan margin yang solid, dalam kebanyakan kelas.” Ada keadaan-keadaan lain yang mana Harry akan lebih enggan untuk mengakui itu, yang mana kenapa dia belum mengatakan pada ayahnya sampai sekarang.
“Hermione selalu cukup baik dalam sekolah,” kata Dr. Leo Draco dalam nada puas.
“Harry bertanding dalam tingkat nasional!” kata Profesor Michael Verres-Evans.
“Sayang!” kata Petunia.
Hermione tertawa kecil, dan itu tak membuat Harry merasa sedikit pun lebih baik tentang situasi Hermione. Itu sepertinya tak mengganggu Hermione dan itu mengganggu Harry.
“Aku tak malu kalah dari dia, Dad,” kata Harry. Tepat pada saat ini dia tidak. “Apakah aku sudah mengatakan kalau dia menghapal seluruh buku sekolahnya sebelum hari pertama kelas? Dan ya, aku sudah mengujinya.”
“Apakah itu, ah, sesuatu yang biasa untuknya?” kata Profesor Verres-Evans pada para Grangers.
“Oh, ya, Hermione selalu menghapal hal-hal,” kata Dr. Roberta Granger dengan suatu senyuman riang. “Dia mengetahui tiap resep dalam buku masakku di luar kepala. Aku merindukannya tiap kali aku membuat makan malam.”
Dilihat dari pandangan pada wajah ayahnya, Dad merasakan paling tidak beberapa dari apa yang Harry rasakan.
“Jangan khawatir, Dad,” kata Harry, “dia memperoleh seluruh material tingkat lanjut yang bisa dia terima, sekarang. Guru-gurunya di Hogwarts tahu kalau dia pintar, tak seperti orangtuanya!”
Suaranya sudah naik pada tiga kata terakhir, dan bahkan saat seluruh wajah berputar untuk menatapnya dan Hermione menendangnya lagi, Harry tahu kalau dia sudah mengacaukannya, tapi itu sudah keterlaluan, benar-benar sangat keterlaluan.
“Tentu saja kami tahu kalau dia pintar,” kata Leo Granger, mulai terlihat tersinggung pada bocah yang memiliki keberanian untuk menaikkan suaranya di meja makan malam mereka.
“Kau tak memiliki sedikit pun gagasan,” kata Harry, es mulai bocor ke dalam suaranya. “Kau pikir dia membaca banyak buku dan itu imut, benar? Kau melihat kartu laporan sempurna dan kau pikir adalah baik kalau dia berhasil di dalam kelas. Putri kalian adalah penyihir paling berbakat dalam generasinya dan adalah bintang paling terang di Hogwarts, dan suatu hari, Dr. dan Dr. Granger, fakta bahwa kalian adalah orangtuanya adalah satu-satunya alasan bahwa sejarah akan mengingat kalian!”
Hermione, yang dengan tenang berdiri dari kursinya dan berjalan mengelilingi meja, memilih momen itu untuk meraih baju Harry tepat di bahunya dan menariknya keluar dari kursinya. Harry membiarkan dirinya ditarik, tapi saat Hermione menyeretnya pergi, dia berkata, menaikkan suaranya bahkan lebih keras, “Adalah sangat mungkin bahwa dalam ribuan tahun, fakta bahwa orangtua Hermione Granger adalah dokter gigi akan jadi satu-satunya alasan ada orang yang mengingat kedokteran gigi!”
*
Roberta menatap ke tempat di mana putrinya baru saja menyeret si Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup keluar dari ruangan dengan pandangan sabar di atas wajah mudanya.
“Aku benar-benar minta maaf,” kata Profesor Verres dengan satu senyuman terhibur. “Tapi tolong jangan khawatir, Harry selalu berbicara seperti itu. Bukankah mereka sudah seperti pasangan suami istri?”
Hal yang menakutkannya adalah bahwa mereka memang.
*
Harry sudah mengharapkan suatu omelan yang cukup keras dari Hermione.
Tapi setelah Hermione menarik diri mereka ke dalam pintu masuk basment dan menutup pintu di belakang mereka, dia berbalikтАУ
тАУdan tersenyum, dengan tulus sejauh yang bisa dikenali Harry.
“Tolong jangan, Harry,” katanya dalam suara lembut. “Walaupun tindakanmu itu sangat baik. Semua baik-baik saja.”
Harry hanya melihat ke arahnya. “Bagaimana kamu bisa tahan menghadapinya?” katanya. Dia harus menjaga suaranya tetap tenang, mereka tak ingin para orangtua mendengar, tapi kemudian itu naik dalam nada jika bukan dalam volume. “Bagaimana kamu bisa tahan menghadapinya?”
Hermione mengangkat bahu, dan berkata, “Karena seperti itulah harusnya orangtua?”
“Tidak,” kata Harry, suaranya rendah dan ketat, “bukan begitu, ayahku tak pernah merendahkankuтАУyah, dia pernah, tapi tak pernah seperti ituтАУ”
Hermione mengangkat satu jari, dan Harry menunggu, melihatnya mencari kata-kata. Membutuhkan sesaat sebelum dia berkata, “Harry тАж Profesor McGonagall dan Profesor Flitwick menyukaiku karena aku adalah penyihir paling berbakat di dalam generasiku dan bintang paling terang di Hogwarts. Dan Mum dan Dad tak tahu itu, dan kamu tak akan pernah bisa memberi tahu mereka, tapi mereka tetap menyayangiku juga. Yang artinya semuanya tepat seperti yang seharusnya terjadi, di Hogwarts dan di rumah. Dan karena mereka adalah orangtuaku, Tn. Potter, kau tak boleh berdebat.” Dia sekali lagi mengenakan senyuman misteriusnya dari waktu makan malam, dan melihat Harry dengan lembut. “Apakah sudah jelas, Tn. Potter?”
Harry mengangguk dengan ketat.
“Bagus,” kata Hermione, yang mencondongkan diri dan menciumnya di pipi.
*
Percakapannya baru saja dimulai sekali lagi ketika suatu suara mendengking bernada tinggi terlempar kembali ke arah mereka,
“Hey! Tak boleh mencium!”
Kedua ayah meledak dalam tawa tepat saat kedua ibu bangkit dari kursi-kursi mereka dengan pandangan ngeri identik dan bergegas menuju basement.
Ketika kedua anak itu dibawa kembali, Hermione berkata dalam nada dingin bahwa dia tak akan pernah mencoba mencium Harry lagi selamanya, dan Harry berkata dalam suara penuh amarah bahwa Matahari akan terbakar habis sampai jadi abu dingin sebelum dia membiarkannya ada cukup dekat untuk mencoba.
Yang artinya semuanya tepat seperti yang seharusnya terjadi, dan mereka semua duduk lagi untuk menyelesaikan makan malam Natal mereka.
Chapter 37: Jeda: Melewati Batas
Saat itu nyaris tengah malam.
Terjaga sampai larut itu cukup sederhana untuk Harry. Dia hanya perlu tak memakai Time-Turner. Harry mengikuti suatu tradisi mengatur siklus tidurnya untuk memastikan dia terjaga ketika Malam Natal berubah menjadi Hari Natal; karena sementara dia tak pernah cukup muda untuk mempercayai adanya Santa Claus, dia pernah cukup muda untuk memiliki keraguan.
Akan jadi sesuatu yang menyenangkan jika memang ada suatu sosok misterius yang memasuki rumahmu di malam hari dan membawakanmu hadiah тАж .
Dingin menjalar melewati tulang punggung Harry seketika itu.
Suatu sinyal dari sesuatu yang mengerikan mendekat.
Suatu teror yang merayap.
Suatu sensasi kebinasaan.
Harry duduk tegak di ranjang.
Dia melihat ke arah jendela.
“Profesor Quirrell?” Harry mendecit sangat perlahan.
Profesor Quirrell sedikit membuat gerakan mengangkat, dan jendela Harry sepertinya terlipat ke dalam kerangkanya. Seketika angin beku musim dingin menghembus ke dalam kamar melalui celah itu, bersama beberapa serpihan salju dari langit yang berbercak malam kelabu, di tengah kehitaman dan bintang-bintang.
“Jangan takut, Tn. Potter,” kata si Profesor Pertahanan dalam suara normal. “Aku sudah Memantrai orangtuamu nyenyak; mereka tak akan terbangun sampai aku pergi.”
“Tak ada yang boleh tahu di mana aku!” kata Harry, masih menjaga decitannya pelan. “Bahkan burung hantu harusnya mengirimkan suratku ke Hogwarts, bukan ke tempat ini!” Harry sudah menyetujui hal itu dengan sukarela; akan menggelikan jika seorang Pelahap Maut bisa memenangkan seluruh perang kapan pun hanya dengan mengirim burung hantu padanya yang mengantarkan granat tangan yang terpicu secara sihir.
Profesor Quirrell menyeringai, dari tempatnya berdiri di halaman belakang di luar jendela. “Oh, aku tak akan cemas, Tn. Potter. Kau jelas terlindungi dengan baik melawan Mantra pencari, dan tak ada penganut darah murni yang sepertinya berpikir untuk berkonsultasi dengan buku telepon.” Seringainya bertambah lebar. “Dan memang membutuhkan usaha yang cukup besar untuk melewati penghalang yang Kepala Sekolah tempatkan di sekeliling rumah iniтАУwalau tentu saja siapa pun yang mengetahui alamatmu bisa langsung menunggu di luar dan menyerangmu kali berikutnya kau pergi.”
Harry menatap ke arah Profesor Quirrell sesaat. “Apa yang kau lakukan di sini?” kata Harry akhirnya.
Senyum itu meninggalkan wajah Profesor Quirrell. “Aku datang untuk meminta maaf, Tn. Potter,” kata sang Profesor Pertahanan dengan pelan. “Aku harusnya tak berbicara padamu sebegitu kasarnya saat akuтАУ”
“Jangan,” kata Harry. Dia melihat ke bawah ke selimut yang dia genggam di sekeliling piyamanya. “Sungguh jangan.”
“Apakah aku menyinggungmu sebegitu banyak?” kata suara sunyi Profesor Quirrell.
“Tidak,” kata Harry. “Tapi kamu akan jika kamu meminta maaf.”
“Aku mengerti,” kata Profesor Quirrell, dan dalam seketika suaranya bertambah ketat. “Kalau begitu jika aku akan menganggapmu setara, Tn. Potter, aku harus berkata bahwa kau sudah dengan amat sangat melanggar etiket yang ada di antara Slytherin yang bersahabat. Jika kamu tidak sedang memainkan permainan melawan seseorang, kamu harus tak mencampuri rencana-rencana mereka seperti itu, tidak tanpa bertanya pada mereka sebelumnya. Karena kau tak tahu seperti apa rancangan sejati mereka, atau apa taruhannya jika mereka kalah. Itu akan menandaimu sebagai musuh mereka, Tn. Potter.”
“Aku minta maaf,” kata Harry, dalam nada tenang yang sama yang tadi Profesor Quirrell pakai.
“Permintaan maaf diterima,” kata Profesor Quirrell.
“Tapi,” kata Harry, masih dengan tenang, “kau dan aku benar-benar harus berbicara lebih jauh tentang politik, pada suatu titik.”
Profesor Quirrell mendesah. “Aku tahu kau tak menyukai peremehan, Tn. PotterтАУ”
Itu adalah sesuatu yang sedikit merendahkan.
“Tapi bahkan akan lebih meremehkan,” kata Profesor Quirrell, “jika aku tak menyatakannya dengan jelas. Kamu belum memiliki beberapa pengalaman hidup, Tn. Potter.”
“Dan apakah semua orang yang memiliki pengalaman hidup yang cukup sependapat denganmu, kalau begitu?” kata Harry dengan tenang.
“Apa baiknya pengalaman hidup untuk seseorang yang memainkan Quidditch?” kata Profesor Quirrell, dan mengangkat bahu. “Aku pikir kamu akan merubah pikiranmu seiring waktu, setelah tiap kepercayaan yang kamu tempatkan akhirnya mengecewakanmu, dan kamu sudah menjadi sinis.”
Sang Profesor Pertahanan berkata seolah itu adalah pernyataan paling biasa di seluruh dunia, dibingkai di hadapan kehitaman dan bintang-bintang dan langit berbercak awan, saat satu atau dua serpihan-serpihan salju kecil terhembus melewatinya di dalam udara musim dingin yang menggigit.
“Itu mengingatkanku,” kata Harry. “Selamat Natal.”
“Kukira,” kata Profesor Quirrell. “Lagipula, jika itu bukan suatu permintaan maaf, maka itu pastilah hadiah Natal. Yang paling pertama kali yang pernah kuberikan, sebenarnya.”
Harry bahkan belum mulai mempelajari Latin sehingga dia bisa membaca diary eksperimental dari Roger Bacon; dan dia hampir tak berani membuka mulutnya untuk bertanya.
“Kenakan mantel musim dinginmu,” kata Profesor Quirrell, “atau ambil ramuan penghangat jika kau memilikinya; dan temui aku di luar, di bawah bintang-bintang. Aku akan lihat apakah aku bisa mempertahankannya sedikit lebih lama kali ini.”
Membutuhkan beberapa saat untuk Harry memproses kata-kata itu, dan kemudian dia melesat ke lemari mantel.
Profesor Quirrell mempertahankan mantra cahaya bintang berjalan untuk lebih dari satu jam, walau wajah sang Profesor Pertahanan bertambah tegang, dan dia harus duduk setelah beberapa saat. Harry hanya sekali memprotes, dan disuruh diam.
Mereka melewati batas dari Malam Natal ke Hari Natal di dalam kekosongan tanpa waktu di mana rotasi Bumi tak berarti apa pun, suatu Malam Kudus abadi yang sejati.
Dan tepat seperti yang dijanjikan, orangtua Harry tertidur nyenyak di sepanjang itu semua, sampai Harry dengan aman kembali ke kamarnya, dan sang Profesor Pertahanan sudah pergi.
Chapter 38: Dosa Kardinal
Cerah matahari, cerah udara, cerah para murid dan cerah orangtua mereka, bersih tanah berubin dari Peron 9,75, Matahari musim panas tergantung rendah di langit di 9:45 AM pada pagi hari Januari 5, 1992. Beberapa dari para murid yang lebih muda mengenakan scarf dan mitten, tapi kebanyakan hanya mengenakan jubah mereka; bagaimanapun juga, mereka memang penyihir.
Setelah Harry bergerak menjauh dari peron perhentian, dia melepaskan scarf dan mantelnya, membuka satu laci dari kopernya, dan menyimpan benda-benda musim dinginnya.
Untuk suatu saat yang lama, dia berdiri di sana membiarkan udara Januari menggigitnya, hanya untuk melihat bagaimana rasanya.
Harry mengeluarkan jubah penyihirnya, lalu mengenakannya.
Dan akhirnya, Harry mengambil tongkat sihirnya; dan dia tak bisa menolong untuk berpikir tentang orangtua yang dia baru saja beri ciuman selamat tinggal, tentang dunia yang masalahnya dia tinggalkan тАж .
Dengan suatu perasaan bersalah yang aneh atas yang tak terelakkan, Harry berkata, “Thermos.”
Kehangatan mengalir melaluinya.
Dan si Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup kembali.
Harry menguap dan meregangkan tubuh, merasa lebih lesu daripada yang lain di akhir liburannya. Dia tak merasa ingin membaca buku-buku pelajarannya, atau bahkan fiksi ilmiah serius apa pun, pagi ini; apa yang dia butuhkan adalah sesuatu yang benar-benar remeh untuk mengisi perhatiannya тАж .
Yah, itu tak akan sukar untuk dipenuhi, jika dia bersedia untuk berpisah dengan empat Knut.
Lagipula, jika Daily Prophet itu korup dan Quibbler adalah satu-satunya surat kabar saingan, mungkin ada beberapa berita nyata yang ditekan di situ.
Harry tertatih menuju kios yang sama dari kali lalu, penasaran apakah Quibbler bisa mengungguli judul utama yang dia lihat sebelumnya.
Si penjaga mulai tersenyum saat Harry mendekat, dan ketika wajah si pria seketika berubah, saat dia menangkap penglihatan dari bekas lukanya.
“Harry Potter?” si penjaga tercekat.
“Tidak, Tn. Durian,” kata Harry, mata ke bawah sesaat pada nametag si penjaga, “hanya sebuah imitasi yang luar biasaтАУ”
Dan kemudian suara Harry berhenti di tenggorokannya, saat dia melihat lipatan teratas dari Quibbler.
SEER MABUK MEMBEBERKAN RAHASIA:
PANGERAN KEGELAPAN AKAN KEMBALI,
Untuk seketika, Harry mencoba mengunci wajahnya, sebelum menyadari kalau tidak terkejut bisa sama membocorkan, dalam satu sisiтАУ
“Permisi,” kata Harry. Suaranya terdengar sedikit was-was, dan dia bahkan tak tahu apakah itu terlalu membocorkan, atau hanya reaksi normalnya yang akan terjadi jika dia tak tahu apa pun. Dia menghabiskan terlalu banyak waktu di sekitar Slytherin, dia melupakan bagaimana caranya menjaga rahasia dari orang biasa. Empat Knut menghantam kasir. “Satu salinan dari Quibble, tolong.”
“Oh, jangan khawatir, Tn. Potter!” kata si penjaga dengan cepat, melambaikan tangannya. “ItuтАУtak apa, hanyaтАУ”
Satu surat kabar terbang melewati udara dan menghantam jari-jari Harry, dan dia membukanya.
SEER MABUK MEMBEBERKAN RAHASIA:
PANGERAN KEGELAPAN AKAN KEMBALI,
MENIKAHI DRACO MALFOY
“Itu gratis,” kata si penjaga, “untukmu, maksudkuтАУ”
“Tidak,” kata Harry, “Lagipula aku akan membelinya juga.”
Si penjaga mengambil koin-koin itu, dan Harry terus membaca.
“Gosh,” kata Harry setengah menit kemudian, “kau mendapatkan seorang seer remuk setelah enam tuangan Scotch dan membeberkan segala macam hal-hal rahasia. Maksudku, siapa yang akan berpikir kalau Sirius Black dan Peter Pettigrew diam-diam adalah orang yang sama?”
“Bukan aku,” kata si penjaga.
“Mereka bahkan memiliki satu gambar dari keduanya bersama, supaya kita tahu siapa itu yang diam-diam adalah orang yang sama.”
“Yup,” kata si penjaga. “Samaran yang cukup cerdas, kan?”
“Dan aku diam-diam berumur enam puluh lima tahun.”
“Kau tak terlihat bahkan setengah dari itu,” kata si penjaga dengan ramah.
“Dan aku bertunangan dengan Hermione Granger, dan Bellatrix Black, dan Luna Lovegood, dan oh ya, Draco Malfoy juga тАж .”
“Bakalan jadi suatu pernikahan yang menarik,” kata si penjaga.
Harry mengangkat pandangan dari koran itu, dan berkata dengan suara ramah, “Kau tahu, aku pernah dengar pada awalnya kalau Luna Lovegood itu gila, dan aku penasaran apakah dia benar-benar memang, atau apakah dia memang hanya mengarang belaka dan tertawa kecil pada dirinya sendiri sepanjang waktu. Kemudian ketika aku membaca judul utama Quibbler keduaku, aku memutuskan kalau dia tak mungkin gila, maksudku, tak mudah untuk mengarang hal-hal macam ini, kamu tak bisa melakukannya dengan tak sengaja. Dan sekarang apa kamu tahu apa yang kupikirkan? Aku pikir pada akhirnya dia itu memang gila. Ketika orang biasa mencoba mengarang sesuatu, itu tak tercipta seperti ini. Sesuatu harus benar-benar salah dengan isi kepalamu sebelum inilah yang keluar ketika kamu mulai mengarang sesuatu!”
Si penjaga menatap ke arah Harry.
“Serius,” kata Harry. “Siapa yang membaca hal-hal macam ini?”
“Kamu,” kata si penjaga.
Harry berjalan untuk membaca surat kabarnya.
Harry tak duduk di meja dekat yang sama ketika dia duduk bersama Draco, kali pertama dia bersiap-siap untuk menaiki kereta ini. Itu seolah seperti mencobai takdir untuk mengulangi keadaan yang sama.
Itu bukan hanya bahwa minggu pertamanya di Hogwarts adalah, berdasarkan Quibbler, lima puluh empat tahun lamanya. Itu hanyalah, dalam opini rendah hati Harry, kehidupannya tak memerlukan benang-benang kompleksitas baru lagi.
Jadi Harry menemukan suatu kursi besi kecil di suatu tempat lain, jauh dari kerumunan utama dengan retakan teredam dari para orangtua yang melakukan Apparation bersama anak-anak mereka, dan duduk dan membaca Quibbler untuk melihat apakah dia berisi berita yang terbungkam.
Dan di samping kegilaan yang jelas terlihat (surga bantu mereka semua jika ada di antara itu memang nyata) ada cukup banyak gosip romantis cemoohan; tapi tak ada yang benar-benar sebegitu pentingnya jika itu memang benar.
Harry baru membaca tentang hukum pernikahan yang diusulkan Kementerian, untuk melarang semua pernikahan, ketikaтАУ
“Harry Potter,” kata suatu suara yang selembut sutra yang mengirimkan kejutan adrenalin tersentak melalui darah Harry.
Harry melihat ke atas.
“Lucius Malfoy,” kata Harry, suaranya letih. Kali berikutnya dia akan melakukan hal yang cerdas, dan menunggu di luar di bagian Muggle dari King’s Cross sampai 10:55 am.
Lucius memiringkan kepalanya dengan sopan, mengirimkan rambut putih panjangnya hanyut melewati bahunya. Pria itu masih membawa tongkat yang sama, berwarna hitam dengan kepala ular perak sebagai pegangannya; dan sesuatu tentang genggamannya yang dengan diam berkata ini adalah suatu senjata berkekuatan mematikan, bukannya aku lemah dan bersandar padanya. Wajahnya tanpa ekspresi.
Dua pria di sampingnya, mata mereka dengan terus-menerus menyapu, tongkat sihir mereka sudah digenggam rendah di tangan mereka. Keduanya bergerak bagaikan satu organisme dengan empat kaki dan empat tangan, Crabbe-and-Goyle senior, dan Harry pikir dia bisa menebak mana yang mana, tapi itu tak benar-benar penting. Mereka hanyalah tambahan Lucius, sama pastinya seperti mereka adalah dua jempol paling kanan pada kaki kirinya.
“Aku minta maaf karena mengganggumu, Tn. Potter,” kata suara halus, selembut sutra itu. “Tapi kamu tak membalas satu pun burung hantuku; dan ini, aku pikir, mungkin adalah satu-satunya kesempatanku untuk bertemu denganmu.”
“Aku tak menerima satu pun dari burung hantumu,” kata Harry dengan tenang. “Dumbledore menghadang mereka, aku asumsikan. Tapi aku tak akan menjawab mereka jika menerima, kecuali melalui Draco. Untukku berurusan denganmu secara langsung, tanpa sepengetahuan Draco, akan melanggar pertemanan kami.”
Tolong pergilah, tolong pergilah тАж .
Mata kelabu itu berkilat padanya. “Apakah itu posisi yang kau pilih, kalau begitu тАж .” kata si Malfoy senior. “Yah. Aku akan ikut bermain sedikit. Apa tujuanmu dalam memanuver teman baikmu, putraku, ke dalam suatu aliansi publik dengan gadis itu?”
“Oh,” kata Harry dengan ringan, “itu jelas, bukan begitu? Draco bekerja bersama Granger pada akhirnya akan membuatnya sadar bahwa Muggleborns adalah manusia. Bwa. Ha. Ha.”
Suatu jejak dari satu senyuman bergerak di atas bibir Lucius. “Ya, itu memang terdengar seperti salah satu rencana-rencana Dumbledore. Yang adalah bukan.”
“Memang,” kata Harry. “Itu adalah bagian dari permainanku dengan Draco, dan tak ada hasil karya Dumbledore, dan itulah yang akan kukatakan.”
“Mari kita pinggirkan permainan-permainan,” kata si Malfoy senior, mata kelabu itu seketika mengeras. “Jika kecurigaanku memang benar, kau tidak melakukan permintaan Dumbledore dalam keadaan apa pun, Tn. Potter.”
Ada sedikit jeda.
“Jadi kamu tahu,” kata Harry, suaranya dingin. “Beri tahu aku. Pada titik apa, tepatnya, kamu mulai sadar?”
“Ketika aku membaca responmu pada pidato kecil Profesor Quirrell,” kata si pria berambut putih, dan tertawa kecil suram. “Aku kebingungan, pada awalnya, karena itu sepertinya tidak dalam kepentinganmu sendiri; membutuhkanku berhari-hari untuk memahami kepentingan siapa yang dipenuhi, sampai akhirnya semua menjadi jelas. Dan juga jelas kalau kamu itu lemah, dalam suatu sisi jika bukan yang lain.”
“Sangatlah cerdas dirimu,” kata Harry, masih dingin. “Tapi mungkin kau keliru atas kepentinganku.”
“Mungkin aku salah.” Suatu rona besi datang ke dalam suara sehalus sutra itu. “Memang, itulah persisnya yang aku takutkan. Kamu memainkan permainan-permainan aneh dengan anakku, pada suatu tujuan yang tak bisa kutebak. Itu bukanlah tindakan bersahabat, dan kau tak bisa tidak mengharapkan aku untuk jadi cemas!”
Lucius bersandar di atas tongkatnya dengan kedua tangan sekarang, dan kedua tangan itu putih, dan para penjaganya seketika menegang.
Suatu insting di dalam Harry menyatakan bahwa akan jadi suatu ide yang sangat buruk untuk menunjukkan ketakutannya, untuk membiarkan Lucius melihat kalau dia bisa diintimidasi. Lagipula mereka ada di dalam stasiun kereta publikтАУ
“Aku menemukan hal itu menarik,” kata Harry, menempatkan besi ke dalam suaranya sendiri, “bahwa kamu berpikir kalau aku bisa mendapat keuntungan dari melukai Draco. Tapi itu tak relevan, Lucius. Dia itu temanku, dan aku tidak mengkhianati temanku.”
“Apa?” bisik Lucius. Wajahnya menunjukkan keterkejutan murni.
KemudianтАУ
“Ada yang datang,” kata salah satu pengikut, dan Harry berpikir, dari suaranya, itu pastilah Crabbe senior.
Lucius menegakkan diri dan berputar, kemudian melepaskan desisan tak menyukai.
Neville mendekat, terlihat ketakutan tapi gigih, digandeng di belakang suatu wanita tinggi yang tak terlihat takut sama sekali.
“Madam Longbottom,” kata Lucius dengan dingin.
“Tn. Malfoy,” balas si wanita dengan es yang setara. “Apa kau menjadi suatu gangguan untuk Harry Potter kami?”
Bentakan tawa yang datang dari Lucius terdengar anehnya pahit. “Oh, aku lebih ingin berpikir tidak. Datang untuk melindunginya dariku, benar?” Si kepala berambut putih bergerak menuju Neville. “Dan ini pastilah letnan loyal Tn. Potter, keturunan terakhir dari Longbottom, Neville, dengan julukan-sendiri of Chaos. Betapa aneh putaran dunia ini. Sesekali aku pikir semuanya pasti sinting.”
Harry tak memiliki ide sedikit pun untuk apa yang bisa dikatakan pada itu, dan Neville terlihat bingung, dan ketakutan.
“Aku ragu kalau dunialah yang sinting,” kata Madam Longbottom. Suaranya mengambil satu nada pongah. “Kau sepertinya dalam suasana hati yang tak baik, Tn. Malfoy. Apakah pidato Profesor Quirrell tersayang kami membuatmu kehilangan beberapa sekutu?”
“Itu adalah suatu fitnah yang cukup cerdik atas kemampuanku,” kata Lucius dengan dingin, “walau hanya efektif pada para tolol yang percaya kalau aku benar-benar seorang Pelahap Maut.”
“Apa?” sembur Neville.
“Aku ada di bawah pengaruh Imperius, anak muda,” kata Lucius, sekarang terdengar lelah. “Sang Pangeran Kegelapan nyaris tak mungkin memulai merekrut di antara para keluarga darah murni tanpa dukungan dari Keluarga Malfoy. Aku keberatan, dan dia hanya memastikan tindakanku. Pelahap Mautnya sendiri tidak mengetahuinya sampai setelahnya, yang karenanya Tanda palsu yang kumiliki; walau karena aku tak sungguh-sungguh menyetujuinya, itu tak benar-benar mengikatku. Beberapa dari para Pelahap Maut masih mempercayai kalau aku adalah yang terkemuka di antara bala tentara mereka, dan untuk kedamaian negara ini aku membiarkan mereka mempercayainya, untuk menjaga mereka tetap terkendali. Tapi aku bukanlah seorang bodoh sampai mendukung petualang bertakdir jelek itu atas pilihanku sendiriтАУ”
“Abaikan dia,” kata Madam Longbottom, instruksi itu ditujukan pada Harry juga Neville. “Dia harus menghabiskan sisa hidupnya berpura-pura, karena ketakutan kesaksianmu di bawah Veritaserum.” Katanya dengan kepuasan penuh dengki.
Lucius memutar punggung padanya dengan acuh, dan memandang Harry lagi. “Bisakah kau meminta tua bangka ini untuk pergi, Tn. Potter?”
“Aku pikir tidak,” kata Harry dalam suatu suara kering. “Aku lebih memilih untuk berhadapan dengan bagian dari Keluarga Malfoy yang seumuranku sendiri.”
Ada suatu jeda panjang, kemudian. Mata kelabu itu mencarinya.
“Tentu saja тАж .” kata Lucius perlahan. “Aku jelas merasa bodoh sekarang. Di sepanjang waktu ini kau hanya berpura-pura terlihat tak tahu apa pun tentang apa yang sedang kita bicarakan.”
Harry menyambut pandangan itu, dan tak mengatakan apa pun.
Lucius mengangkat tongkatnya beberapa sentimeter dan menghantamkannya keras-keras ke atas tanah.
Seluruh dunia menghilang dalam suatu kabut pucat, seluruh suara menghilang, tak ada apa pun dalam alam semesta kecuali Harry dan Lucius Malfoy dan tongkat berkepala ular itu.
“Putraku adalah jantung hatiku,” kata Malfoy senior, “hal berharga terakhir yang aku miliki di dunia ini, dan ini aku katakan padamu dalam semangat persahabatan: jika dia memang terluka, aku akan memberikan nyawaku kepada pembalasan. Tapi selama putraku tidak terluka, aku mengharapkanmu nasib terbaik dalam usaha kerasmu. Dan karena kamu tak meminta apa pun yang lebih dariku, aku juga tak akan meminta apa pun yang lebih darimu.”
Kemudian kabut pucat itu menghilang, menunjukkan kemurkaan Madam Longbottom yang dihalangi dari bergerak maju oleh Crabbe senior; tongkat sihirnya ada di tangannya, sekarang.
“Berani benar kau!” desisnya.
Jubah gelap Lucius berputar di sekitarnya, dan rambut putihnya, saat dia berputar kepada Goyle senior. “Kita pulang ke Malfoy Manor.”
Ada tiga ledakan Apparation, dan mereka menghilang.
Kesunyian mengikuti.
“Demi langit,” kata Madam Longbottom. “Tentang apa tadi itu?”
Harry mengangkat bahu tanpa daya. Kemudian dia melihat pada Neville.
Ada keringat di kening Neville.
“Terima kasih banyak, Neville,” kata Harry. “Bantuanmu sangat kuhargai, Neville. Dan sekarang, Neville, aku pikir kamu harus duduk.”
“Ya, Jenderal,” kata Neville, dan bukannya datang ke salah satu kursi-kursi lain di dekat Harry, dia setengah terjatuh ke dalam posisi duduk di jalan.
“Kau sudah menempa banyak perubahan pada cucuku,” kata Madam Longbottom. “Aku menyetujui beberapa, tapi tidak lainnya.”
“Kirimi aku daftar dari apa yang mana,” kata Harry. “Aku akan lihat apa yang bisa kulakukan.”
Neville mengerang, tapi tak mengatakan apa pun.
Madam Longbottom memberi tawa kecil. “Aku akan, anak muda, terima kasih.” Suaranya merendah. “Tn. Potter тАж pidato yang diberikan oleh Profesor Quirrell adalah sesuatu yang negara kita sudah lama butuhkan untuk dengar. Aku tak bisa mengatakan yang sama atas komentarmu atasnya.”
“Aku akan mempertimbangkan pendapatmu,” kata Harry dengan lembut.
“Aku jelas berharap kalau kamu melakukannya,” kata Madam Longbottom, dan berbalik lagi ke cucunya. “Apakah aku masih perlu untukтАУ”
“Tak masalah untukmu pergi, Nek,” kata Neville. “Aku akan baik-baik saja sendiri, kali ini.”
“Sekarang yang itu aku setuju,” katanya, dan meletup dan menghilang seperti busa sabun.
Kedua bocah duduk dalam diam untuk sesaat.
Neville berbicara lebih dulu, suaranya letih. “Kau tak akan mencoba melakukan perbaikan seluruh perubahan yang dia setujui, benar?”
“Tidak semuanya,” kata Harry polos. “Aku hanya ingin memastikan kalau aku tak merusakmu.”
*
Draco terlihat sangat cemas. Kepalanya terus tersentak ke sekitar, meski kenyataan bahwa Draco bersikeras untuk mereka pergi ke dalam koper Harry, dan memakai Mantra Quietus dan tidak hanya penahan pemburam-suara.
“Apa yang kau katakan pada Ayah?” sembur Draco, di saat Mantra Quietus terpasang dan suara-suara dari Peron 9 3/4 menghilang.
“Aku тАж lihat, bisakah kau katakan padaku apa yang dia katakan padamu, sebelum dia meninggalkanmu?” kata Harry.
“Bahwa aku harus langsung memberitahunya jika kamu sepertinya mengancamku,” kata Draco. “Bahwa aku harus langsung memberitahunya jika ada hal apa pun yang aku lakukan yang bisa menjadi suatu ancaman atas kamu! Ayah berpikir kalau kau itu berbahaya, Harry, apa pun yang sudah kamu katakan padanya hari ini membuatnya ketakutan! Bukanlah ide bagus untuk menakuti Ayah!”
Oh, hell тАж .
“Apa yang kalian bicarakan?” minta Draco.
Harry bersandar dengan letih di dalam kursi lipat kecil yang terduduk di dasar level bawah tanah kopernya. “Kau tahu, Draco, sama seperti pertanyaan fundamental dari rasionalitas adalah ‘Apa yang kupikir aku tahu dan bagaimana aku pikir aku mengetahuinya?’ ada juga satu dosa kardinal, suatu cara berpikir yang merupakan kebalikan dari itu. Seperti filsuf Yunani kuno. Mereka tak punya petunjuk atas apa yang terjadi, jadi mereka berkeliling dan mengatakan hal-hal seperti ‘Semua adalah air’ atau ‘Semua adalah api’, dan mereka tak pernah menanyakan diri mereka sendiri, ‘Tunggu dulu, bahkan biarpun semuanya memang adalah air, bagaimana aku bisa mengetahui itu?’ Mereka tidak menanyakan diri mereka sendiri apakah mereka memiliki bukti-bukti yang membedakan kemungkinan itu dari seluruh kemungkinan lain yang bisa kau bayangkan, bukti yang mereka sangat tak mungkin untuk temui jika teorinya tidak benarтАУ”
“Harry,” kata Draco, suaranya genting, “Apa yang kau bicarakan dengan Ayah?”
“Aku tak tahu, sebenarnya,” kata Harry, “jadi adalah sangat penting kalau aku tidak hanya mengarang sesuatuтАУ”
Harry tak pernah mendengar Draco memekik dalam kengerian dalam nada setinggi itu sebelumnya.
*Chapter 39*: Berpura-pura Bijak, Bg 1
Whistle. Tick. Bzzzt. Ding. Glorp. Pop. Splat. Chime. Toot. Puff. Tinkle. Bubble. Beep. Thud. Crackle. Whoosh. Hiss. Pffft. Whirr.
Profesor Flitwick sudah dengan tanpa suara memberikan suatu perkamen terlipat selama kelas Mantra Senin itu, dan catatannya mengatakan kalau Harry harus mengunjungi sang Kepala Sekolah kapan pun dia merasa nyaman dan dalam suatu cara yang tak ada seorang pun yang akan perhatikan, khususnya bukan Draco Malfoy atau Profesor Quirrell. Kata kunci satu-waktu untuknya melewati gorgoyle adalah “squeamish ossifrage”. Ini ditemani oleh gambar tinta yang luar biasa artistik dari Profesor Flitwick yang memandanginya dengan tegas, matanya sesekali berkedip; dan di bagian bawah catatannya, digaris bawah tiga kali, ada kalimat JANGAN KENA MASALAH.
Dan dengan demikian Harry menyelesaikan kelas Transfigurasi, dan belajar dengan Hermione, dan menikmati makan malam, dan berbicara dengan para letnannya, dan akhirnya, ketika jam sudah berdentang sembilan, membuat dirinya menghilang dan kembali ke 6 PM dan dengan letih melangkah pergi menuju gargoyle, dan memutari tangga spiral, pintu kayu, dan ruangan penuh barang kecil remeh, dan sosok berjanggut perak dari sang Kepala Sekolah.
Kali ini, Dumbledore terlihat cukup serius, senyuman biasanya tak hadir; dan dia memakai piyama yang berwarna ungu lebih gelap dan lebih waras daripada biasanya.
“Terima kasih kamu sudah datang, Harry,” kata sang Kepala Sekolah. Si penyihir tua bangkit dari tahtanya, mulai dengan perlahan berjalan di sekitar ruangan dan peralatan-peralatan aneh. “Pertama, apakah kau membawa catatan dari pertemuan dengan Lucius Malfoy kemarin?”
“Catatan?” sembur Harry.
“Tentunya kau sudah mencatatnya тАж .” kata si penyihir, dan suaranya memanjang.
Harry merasa cukup malu. Ya, jika kamu baru saja meraba-raba melalui suatu percakapan misterius penuh petunjuk-petunjuk signifikan yang tak kau pahami, hal paling jelas untuk dilakukan adalah untuk menuliskan semuanya secepat mungkin setelahnya, sebelum ingatan itu memudar, jadi kau bisa mencoba mencari tahu artinya suatu saat nanti.
“Baiklah,” kata si Kepala Sekolah, “dari ingatan kalau begitu.”
Harry dengan malu-malu menceritakan sebaik yang dia bisa, dan sampai hampir setengah jalan sebelum dia menyadari bahwa bukanlah sesuatu yang pintar untuk sekadar berkeliling memberi tahu segalanya kepada Kepala Sekolah yang mungkin gila, paling tidak tanpa memikirkan tentangnya terlebih dulu, tapi kemudian Lucius jelas-jelas adalah orang jahat dan musuh Dumbledore jadi mungkin memang suatu ide bagus untuk memberitahunya, dan Harry sudah mulai berbicara dan sudah terlambat untuk mulai mengkalkulasi semuanya sekarang тАж .
Harry menyelesaikan mengingat kembalinya dengan jujur.
Wajah Dumbledore makin bertambah jauh saat Harry melanjutkan, dan pada akhirnya ada pandangan yang terlihat sangat kuno tentangnya, suatu ketajaman di udara.
“Yah,” kata Dumbledore. “Aku sarankan untukmu benar-benar menjaga supaya sang pewaris Malfoy tidak terluka, kalau begitu. Dan aku akan melakukan hal yang sama.” Sang Kepala Sekolah mengerutkan dahi, jari-jarinya menabuh tanpa suara melalui permukan hitam tinta dari lempengan bertuliskan kata Leliel. “Dan aku pikir akan amat sangat bijak untukmu menghindari segala interaksi dengan Lord Malfoy untuk selanjutnya.”
“Apakah kau menghadang burung hantunya yang dikirim kepadaku?” kata Harry.
Sang Kepala Sekolah memandang Harry untuk saat yang lama, kemudian dengan enggan mengangguk.
Untuk suatu alasan Harry tak merasa semurka yang harusnya dia rasakan. Mungkin adalah karena Harry menemukan dalam keadaan ini sangat mudah untuk menaruh simpati pada sudut pandang sang Kepala Sekolah saat ini. Bahkan Harry bisa memahami kenapa Dumbledore tak menginginkannya untuk berinteraksi dengan Lucius Malfoy; itu tak terlihat seperti suatu tindakan jahat.
Bukan seperti si Kepala Sekolah yang memeras Zabini тАж yang mana mereka hanya memiliki kata-kata Zabini, dan Zabini terlalu tak bisa dipercaya, bahkan adalah sukar untuk melihat kenapa Zabini tidak langsung saja menceritakan cerita yang akan membuatnya memperoleh simpati paling banyak dari Profesor Quirrell тАж .
“Bagaimana jika, bukannya memprotes, aku akan berkata kalau aku memahami sudut pandangmu,” kata Harry, “dan kau terus menghadang burung hantu yang dikirim untukku, tapi kau katakan padaku dari siapa?”
“Aku sudah menghadang banyak sekali burung hantu yang ditujukan padamu, aku takutnya,” kata Dumbledore dengan serius, Harry, dan kau akan menerima puluhan surat sehari, beberapa berasal jauh dari luar negara ini, bagaimana aku tak mengembalikan mereka.”
“Itu,” kata Harry, sekarang mulai merasa sedikit terhina, “sepertinya sedikit keterlaluanтАУ”
“Banyak dari surat-surat itu,” kata si penyihir tua dengan tenang, “akan meminta atasmu hal-hal yang tak bisa kamu berikan. Aku tak membacanya, tentu saja, hanya mengembalikan mereka pada para pengirimnya tak terkirim. Tapi aku tahu, karena aku menerimanya juga. Dan kau terlalu muda, Harry, untuk merasakan hatimu hancur enam kali sebelum sarapan tiap pagi.”
Harry melihat ke bawah ke sepatunya. Dia harusnya bersikeras untuk membaca surat-surat itu dan menilainya sendiri, tapi тАж ada suatu suara kecil akal sehat di dalamnya, dan itu berteriak amat sangat keras sekarang.
“Terima kasih,” gumam Harry.
“Alasan lain yang karenanya aku memintamu kemari,” kata si penyihir tua, “adalah bahwa aku berharap untuk berkonsultasi dengan jenius unikmu.”
“Transfigurasi?” kata Harry, terkejut dan gembira.
“Tidak, bukan jenius unik itu,” kata Dumbledore. “Beri tahu aku, Harry, kejahatan apa yang bisa kamu buat jika satu Dementor diizinkan ke dalam tanah Hogwarts?”
*
Berkembang bahwa Profesor Quirrell sudah meminta, atau mungkin menuntut, bahwa para muridnya menguji keahlian mereka melawan Dementor yang sebenarnya setelah mereka belajar kata-kata dan gerakan tangan untuk Mantra Patronus.
“Profesor Quirrell sendiri tak bisa melemparkan Mantra Patronus,” kata Dumbledore, saat dia mondar-mandir perlahan melewati peralatan-peralatan. “Yang tak pernah merupakan pertanda baik. Tapi kemudian, dia menawarkan fakta itu padaku dalam jalur menuntut bahwa instruktur luar dibawa masuk untuk mengajarkan Mantra Patronus pada tiap murid yang ingin belajar; dia menawarkan untuk membayar biayanya sendiri, jika bukan aku. Ini mengesankanku dengan sangat. Tapi sekarang dia bersikeras untuk membawa masuk satu DementorтАУ”
“Kepala Sekolah,” kata Harry dengan perlahan, “Quirrell benar-benar sangat menaruh kepercayaan dalam pengujian nyata di bawah kondisi perang realistis. Ingin membawa satu Dementor nyata adalah benar-benar sesuai karakter untuk dia.”
Sekarang sang Kepala Sekolah memberi Harry satu pandangan aneh.
“Sesuai karakter?” kata si penyihir tua.
“Maksudku,” kata Harry, “adalah benar-benar konsistern dengan cara Profesor Quirrell biasanya bertindak тАж .” Harry memanjangkan. Kenapa tadi dia mengatakannya dengan cara itu?
Sang Kepala Sekolah mengangguk. “Jadi kau memiliki firasat yang sama denganku; bahwa itu adalah suatu alasan. Suatu alasan yang sangat masuk akal, untuk yakinnya; lebih dari yang kau mungkin sadari. Seringkali, para penyihir yang seolah tak mampu melemparkan satu Mantra Patronus akan berhasil di hadapan Dementor nyata, meningkat dari tak sedikit pun kilatan cahaya menjadi suatu Patronus korporeal penuh. Kenapa bisa seperti ini, tak ada yang tahu; tapi memang demikian.”
Harry mengerutkan dahi. “Kalau begitu aku benar-benar tak bisa melihat kenapa kamu curigaтАУ”
Sang Kepala Sekolah melebarkan tangannya seolah tak berdaya. “Harry, sang Profesor Pertahanan sudah memintaku untuk membiarkan yang paling gelap dari seluruh makhluk untuk melewati gerbang-gerbang Hogwarts. Aku harus curiga.” Sang Kepala Sekolah menghela napas. “Dan tetap si Dementor akan dijaga, diberi penghalang, di dalam kurungan kuat, aku sendiri akan ada di sana untuk menyaksikannya setiap waktuтАУaku tak bisa memikirkan keburukan apa yang bisa terjadi. Tapi mungkin aku hanya tak mampu melihatnya. Dan dengan demikian aku bertanya padamu.”
Harry menatap ke arah sang Kepala Sekolah dengan mulutnya terbuka. Dia sebegitu terkejut dia bahkan tak mampu merasa mendapat kehormatan.
“Aku?” kata Harry.
“Ya,” kata Dumbledore, tersenyum sedikit. “Aku mencoba sebaik yang aku mampu untuk mengantisipasi para musuhku, untuk melingkupi pikiran-pikiran buruk mereka dan meramalkan pemikiran jahat mereka. Tapi aku tak pernah membayangkan menajamkan tulang-tulang seorang Hufflepuff menjadi senjata.”
Apakah Harry akan pernah bisa memadamkan cerita itu?
“Kepala Sekolah,” kata Harry dengan letih, “aku tahu itu tak terdengar baik, tapi dalam seluruh keseriusan: aku tidak jahat, aku hanya sangat kreatifтАУ”
“Aku tak mengatakan kalau kau itu jahat,” kata Dumbledore dengan serius. “Ada mereka yang berkata bahwa untuk memahami kejahatan adalah untuk menjadi jahat; tapi mereka hanyalah berpura-pura bijak. Tetapi kejahatanlah yang tak tahu bagaimana mencintai, dan tak berani membayangkan cinta, dan tak pernah memahami cinta tanpa berhenti menjadi jahat. Dan aku curiga bahwa kamu bisa membayangkan jalanmu masuk ke dalam pikiran-pikiran para Penyihir Kegelapan lebih baik dari yang bisa kulakukan, sementara tetap mengenal cinta itu sendiri. Jadi, Harry.” Mata sang Kepala Sekolah serius. “Jika kau berdiri di dalam posisi Profesor Quirrell, tindakan buruk apa yang bisa kamu capai setelah kamu mengelabuiku untuk mengizinkan satu Dementor ke dalam tanah Hogwarts?”
“Tunggu dulu,” kata Harry, dan dalam suatu ketertegunan melangkah perlahan ke kursi di depan meja sang Kepala Sekolah, dan terduduk. Itu adalah satu kursi lebar dan nyaman kali ini, bukan bangku kayu, dan Harry bisa merasakan dirinya sendiri terbungkus saat dia tenggelam di dalamnya.
Dumbledore memintanya untuk mengakali Profesor Quirrell.
Poin satu: Harry sedikit lebih menyukai Profesor Quirrell daripada Dumbledore.
Poin dua: Hipotesis bahwa Profesor Pertahanan merencanakan untuk melakukan sesuatu yang jahat, dan dalam kasus pengandaian itu, Harry harusnya membantu si Kepala Sekolah untuk mencegahnya.
Poin tiga тАж .
“Kepala Sekolah,” kata Harry, “jika Profesor Quirrell memang punya suatu niat, aku tak yakin aku bisa mengakali dia. Dia memiliki lebih banyak pengalaman dari aku.
Si penyihir tua menggelengkan kepalanya, entah bagaimana berhasil terlihat sangat khidmat meski senyumannya. “Kau meremehkan dirimu sendiri.”
Itu adalah kali pertama siapapun pernah mengatakan itu pada Harry.
“Aku ingat,” si penyihir tua melanjutkan, “seorang pria muda di kantor ini, dingin dan terkendali saat dia menghadapi Kepala Asrama Slytherin, memeras Kepala Sekolahnya sendiri untuk melindungi teman-teman sekelasnya. Dan aku percaya bahwa pria muda itu lebih licik daripada Profesor Quirrell, lebih licik dari Lucius Malfoy, bahwa dia akan tumbuh menjadi setaraf Voldemort sendiri. Adalah dia yang aku ingin tanyakan pendapat.”
Harry menekan udara dingin yang melewatinya melalui nama itu, mengerutkan dahi penuh perenungan pada sang Kepala Sekolah.
Seberapa banyak yang dia tahu тАж ?
Sang Kepala Sekolah sudah melihat Harry dalam genggaman sisi gelap misteriusnya, sedalam yang pernah Harry alami. Harry masih mengingat apa rasanya untuk melihatnya, tak terlihat dengan Time-Turner, saat diri masa lalunya menghadapi para Slytherin lebih tua; si bocah dengan bekas luka si dahinya yang tak bertingkah seperti yang lain. Tentu saja sang Kepala Sekolah akan menyadari ada yang ganjil tentang bocah yang ada di kantornya тАж .
Dan Dumbledore sudah menyimpulkan bahwa pahlawan peliharaannya memiliki kelicikan yang setara dengan musuh yang ditakdirkannya, sang Pangeran Kegelapan.
Yang sebenarnya tak menuntut terlalu banyak, mengingat bahwa si Pangeran Kegelapan menempatkan Tanda Kegelapan yang jelas terlihat pada lengan kiri seluruh pelayannya, dan bahwa dia membantai seluruh perguruan yang mengajarkan ilmu bela diri yang ingin dia pelajari.
Kelicikan yang cukup untuk menyamai Profesor Quirrell adalah suatu masalah yang jauh berbeda.
Tapi adalah juga jelas bahwa sang Kepala Sekolah tak akan puas sampai Harry menjadi dingin dan kegelap-gelapan, dan memunculkan suatu jawaban yang terdengar luar biasa licik тАж yang lebih baik tak benar-benar menghalangi Profesor Quirrell dari mengajar Pertahanan тАж .
Dan tentu saja Harry akan menggapai ke sisi gelapnya dan memikirkannya dari arah itu, hanya untuk jujur, dan hanya untuk jaga-jaga.
“Katakan padaku,” kata Harry, “semua tentang bagaimana Dementornya akan dibawa masuk, dan bagaimana dia akan dijaga.”
Alis Dumbledore naik untuk sesaat, dan kemudian si penyihir tua mulai berbicara.
Dementor akan didatangkan ke tanah Hogwarts oleh trio Auror, ketiganya dikenal secara pribadi oleh Kepala Sekolah, dan ketiganya mampu melemparkan Mantra Patronus korporeal. Mereka akan ditemui di ujung tanah oleh Dumbledore, yang akan melewatkan Dementor itu melalui penghalang HogwartsтАУ
Harry menanyakan apakah pelewatan itu permanen atau temporerтАУapakah seseorang bisa sekadar membawa Dementor yang sama lagi di hari lain.
Pelewatannya temporer (jawab sang Kepala Sekolah dengan anggukan menyetujui), dan penjelasannya terus berlanjut: Dementor akan ada di kurungan dengan jeruji titanium solid, bukan hasil Transfigurasi tapi tempaan sejati; pada akhirnya di hadapan sosok Dementor suatu saat akan merusak metal itu menjadi debu, tapi bukan dalam waktu satu hari.
Para murid yang menunggu giliran mereka akan tetap berada cukup jauh dari Dementor, di belakang dua Patronus korporeal yang dipertahankan oleh dua dari ketiga Auror setiap saat. Dumbledore akan menunggu di sebelah kurungan Dementor dengan Patronus. Satu murid akan mendekati Dementor; dan Dumbledore akan menghilangkan Patronusnya; dan jika mereka gagal, Dumbledore akan mengembalikan Patronusnya sebelum murid itu menderita kerusakan permanen. Juara duel masa lalu Profesor Flitwick juga akan hadir selagi ada para murid di sekitar, hanya untuk menambah batas keamanan.
“Kenapa hanya kamu yang menunggu di sebelah Dementor?” kata Harry. “Maksudku bukankah harusnya kamu plus seorang AurorтАУ”
Sang Kepala Sekolah menggelengkan kepalanya. “Mereka tak bisa bertahan dengan paparan berulang atas Dementor, tiap kali aku menghilangkan Patronusku.”
Dan jika Patronus Dumbledore gagal untuk suatu alasan, selagi salah satu murid masih di dekat Dementor, Auror ketiga akan melemparkan Patronus corporeal lain dan mengirimkannya untuk melindungi si murid тАж .
Harry menyodok dan menusuk, tapi dia tak bisa melihat kecatatan apa pun dalam keamanannya.
Jadi Harry mengambil napas panjang, tenggelam lebih jauh ke dalam kursi, menutup matanya, dan mengingat:
“Dan itu akan jadi тАж lima poin? Tidak, mari kita buat itu jadi bulat sepuluh poin dari Ravenclaw karena membantah.”
Kedinginan itu datang lebih perlahan sekarang, lebih enggan, Harry tak terlalu sering memanggil sisi gelapnya akhir-akhir ini тАж .
Harry harus melalui seluruh sesi dalam kelas Ramuan dalam pikirannya, sebelum darahnya menggigil menjadi suatu kejelasan kristal mematikan yang mendekat.
Dan kemudian dia memikirkan Dementornya.
Dan itu semua jelas.
“Dementornya adalah suatu pengalih perhatian,” kata Harry. Kedinginan jelas di dalam suaranya, karena itulah yang diinginkan dan diharapkan oleh Dumbledore. “Suatu ancaman besar dan mencolok, tapi pada akhirnya sesuatu yang polos, dan mudah untuk mempertahankan diri melawannya. Jadi selagi seluruh perhatianmu terfokus kepada si Dementor, rencana sejatinya akan terjadi di tempat lain.”
Dumbledore menatap ke arah Harry untuk sesaat, dan kemudian memberikan satu anggukan perlahan. “Ya тАж .” kata si Kepala Sekolah. “Dan aku percaya kalau aku tahu hal apa yang mungkin jadi perhatian yang ingin dialihkan, jika Profesor Quirrell berniat buruk тАж terima kasih, Harry.”
Sang Kepala Sekolah masih menatap ke arah Harry, suatu pandangan aneh di mata kuno itu.
“Apa?” kata Harry dengan satu rona kejengkelan, dingin masih tersisa di darahnya.
“Aku memiliki pertanyaan lain untuk itu anak muda,” kata si Kepala Sekolah. “Adalah sesuatu yang aku tak habis pikir, tapi tetap tak mampu pahami. Kenapa?” Ada satu rona sakit di suaranya. “Kenapa ada orang yang dengan sengaja membuat dirinya menjadi seorang monster? Kenapa melakukan yang jahat demi menjadi jahat? Kenapa Voldemort?”
*
Whirr, bzzzt, tick; ding, puff, splat…
Harry menatap ke arah Kepala Sekolah dengan terkejut.
“Bagaimana bisa aku tahu?” kata Harry. “Apakah aku harus secara magis memahami si Pangeran Kegelapan karena akulah pahlawannya, atau apa?”
“Ya!” kata Dumbledore. “Lawan besarku sendiri adalah Grindelwald, dan dia aku pahami dengan sangat baik. Grindelwald adalah cermin kegelapanku, pria yang bisa saja adalah diriku, jika aku menyerah pada godaan untuk mempercayai kalau aku adalah orang baik, dan dengan demikian selalu benar. Untuk kebaikan yang lebih besar, itulah slogannya; dan dia sendiri benar-benar mempercayainya, bahkan saat dia mencabik seluruh Eropa bagai binatang terluka. Dan dia, aku kalahkan pada akhirnya. Tapi kemudian setelah dia muncullah Voldemort, untuk menghancurkan segala yang sudah aku lindungi di Inggris.” kesakitan saat ini jelas di dalam suara Dumbledore, terbuka di atas wajahnya. “Dia melakukan perbuatan-perbuatan yang jauh lebih buruk dibandingkan yang terburuk dari Grindelwald, kengerian demi mencapai kengerian, dan aku masih tak memahami kenapa! Kenapa, Harry? Kenapa dia melakukan itu? Dia tak pernah menjadi lawan yang ditakdirkan untukku, tapi untukmu, jadi jika kau memiliki tebakan apa pun itu, Harry, tolong beri tahu aku! Kenapa?”
Harry menatap ke bawah ke arah tangannya. Kenyataannya adalah bahwa Harry masih belum membaca sedikit pun tentang si Pangeran Kegelapan, dan sekarang dia tak memiliki sedikit pun petunjuk. Dan entah bagaimana itu sepertinya bukanlah suatu jawaban yang sang Kepala Sekolah ingin dengar. “Terlalu banyak ritual Kegelapan, mungkin? Pada awalnya dia pikir dia hanya akan melakukan satu, tapi itu mengorbankan sebagian dari sisi baiknya, dan itu membuatnya tak terlalu ragu untuk melakukan ritual Kegelapan lain, jadi dia melakukan lebih banyak dan lebih banyak ritual dalam suatu siklus timbal balik positif sampai dia berakhir menjadi satu monster yang sangat luar biasa kuatтАУ”
“Tidak!” Sekarang suara sang Kepala Sekolah terdengar menderita. “Aku tak mempercayai itu, Harry! Harus ada sesuatu yang lebih dari hanya itu!”
Kenapa harus ada? pikir Harry, tapi dia tak mengatakannya, karena sudah jelas bahwa sang Kepala Sekolah berpikir kalau alam semesta adalah suatu cerita dan memiliki suatu plot, dan tragedi besar tidak diizinkan terjadi kecuali untuk alasan yang sama besar, signifikan. “Aku minta maaf, Kepala Sekolah. Sang Pangeran Kegelapan sepertinya tak banyak terlihat seperti cerminan kegelapan untukku, tidak sama sekali. Tak ada apa pun yang kutemukan bahkan sedikit pun menggoda tentang memaku kulit-kulit dari keluarga Yermy Wibble ke dinding ruang berita.”
“Tak punyakah kamu kebijakan untuk dibagikan?” kata Dumbledore. Ada permohonan di dalam suara si penyihir tua, nyaris mengemis.
Kejahatan terjadi, pikir Harry, itu tak berarti apa pun atau mengajarkan kita apa pun, kecuali untuk tak jadi jahat? Si Pangeran Kegelapan mungkin hanya bedebah egois yang tak peduli siapa yang dia lukai, atau seorang idiot yang membuat kesalahan-kesalahan bodoh yang harusnya bisa dihindari yang makin bertambah besar. Tak ada takdir di belakang kemalangan-kemalangan dunia ini; jika Hitler diizinkan masuk ke dalam sekolah arsitektur seperti yang dia inginkan, seluruh sejarah Eropa akan berbeda; jika kita hidup di dalam suatu alam semesta yang mana hal-hal mengerikan hanya diizinkan terjadi untuk alasan-alasan baik, semua itu tidak akan terjadi pada awalnya.
Dan tak satu pun dari tadi, jelas, adalah apa yang sang Kepala Sekolah ingin dengar.
Si penyihir tua masih melihat ke arah Harry dari balik benda-benda remah seperti suatu kepulan asap membeku, suatu keputusasaan menyakitkan di mata kuno, menunggu itu.
Yah, terdengar bijak tidaklah sukar. Itu jauh lebih mudah daripada menjadi cerdas, sebenarnya, karena kau tak harus mengatakan apa pun yang mengejutkan atau memikirkan suatu wawasan baru. Kamu hanya membiarkan software pencari-pola milik otakmu untuk melengkapi kalimat klisenya, memakai Kebijakan Mendalam apa pun yang kamu simpan sebelumnya.
“Kepala Sekolah,” kata Harry sungguh-sungguh, “aku lebih memilih untuk tidak mendefinisikan diriku sendiri melalui musuh-musuhku.”
Entah bagaimana, bahkan di tengah-tengah segala desiran dan detakan itu ada suatu kesunyian.
Itu terucap sedikit lebih Bijak Mendalam daripada yang Harry maksudkan.
“Kamu mungkin sangat bijak, Harry тАж .” sang Kepala Sekolah berkata perlahan. “Aku berharap тАж kalau aku bisa didefinisikan oleh teman-temanku.” Penderitaan dalam suaranya bertambah dalam.
Pikiran Harry bergegas mencari hal lain yang Bijak Mendalam untuk dikatakan yang akan melembutkan kekuatan pukulan yang tak disengajaтАУ
“Atau mungkin,” kata Harry lebih lembut, “adalah lawan yang membuat seorang Gryffindor, sama seperti teman yang membuat seorang Hufflepuff, dan ambisi yang membuat seorang Slytherin. Aku jelas tahu bahwa adalah selalu, di tiap generasi, teka-teki yang membuat seorang ilmuwan.”
“Adalah takdir mengerikan yang mana kau kutuk atas Asramaku, Harry,” ucap sang Kepala Sekolah. Kesakitan masih ada di suaranya. “Untuk saat ini hingga kau berkomentar atasnya, aku jelas berpikir kalau aku sangat dibuat oleh para musuhku.”
Harry menatap tangannya sendiri, di mana mereka terbaring di pangkuannya. Mungkin dia harusnya tutupmulut saja selagi dia di depan.
“Tapi kamu sudah menjawab pertanyaanku,” kata Dumbledore lebih lembut, seolah pada dirinya sendiri. “Aku harusnya sadar kalau itu akan jadi kunci seorang Slytherin. Semua hanya demi ambisinya, semua demi ambisinya; dan itu aku tahu, walau tidak kenapa тАж .” Untuk sesaat Dumbledore menatap jauh pada ketiadaan; kemudian dia menegakkan diri, dan matanya seolah terfokus pada Harry lagi.
“Dan kamu, Harry,” kata sang Kepala Sekolah, “kamu menyebut dirimu sendiri sebagai seorang ilmuwan?” Suaranya bercampur dengan keterkejutan dan ketidaksetujuan ringan.
“Anda tidak menyukai sains?” kata Harry sedikit letih. Dia tadinya berharap kalau Dumbledore akan lebih menyukai hal-hal Muggle.
“Aku kira itu berguna bagi mereka yang tanpa tongkat sihir,” kata Dumbledore, mengerutkan dahi. “Tapi itu sepertinya adalah suatu hal yang ganjil untuk mendefinisikan dirimu sendiri. Apakah sains sama pentingnya seperti cinta? Seperti kebaikan? Seperti persahabatan? Apakah sains yang membuatmu menyukai Minerva McGonagall? Apakah sains yang membuatmu peduli atas Hermione Granger? Akankah sains yang menjadi tempatmu berpaling, ketika kamu mencoba untuk menyalakan kehangatan di dalam hati Draco Malfoy?”
Kau tahu, hal yang menyedihkan adalah, kamu mungkin berpikir kalau kamu baru saja mengucapkan suatu argumen pukulan keras yang luar biasa bijak.
Sekarang, bagaimana mengungkapkan jawabannya dalam suatu cara yang juga terdengar luar biasa bijak тАж .
“Kamu bukanlah Ravenclaw,” kata Harry dengan martabat tenang, “dan sehingga mungkin tak pernah terpikir olehmu bahwa untuk menghormati kebenaran, dan mencarinya dalam seluruh hari di hidupmu, bisa juga merupakan tindakan kasih karunia.”
Alis sang Kepala sekolah naik. Dan kemudian dia menghela napas. “Bagaimana bisa kamu menjadi sebegitu bijak, sebegitu muda тАж ?” Si penyihir tua terdengar sedih, saat dia mengatakannya. “Mungkin itu akan terbukti berharga untukmu.”
Hanya untuk mengesankan para penyihir yang terlalu terkesan dengan dirinya sendiri, pikir Harry. Dia sebenarnya sedikit kecewa dengan keluguan Dumbledore; bukannya Harry telah berbohong, tapi Dumbledore sepertinya jauh terlalu terkesan dengan kemampuan Harry untuk mengungkapkan hal-hal sehingga mereka terdengar seolah-olah dalam, bukannya menempatkan mereka ke dalam Bahasa Inggris sederhana seperti yang dilakukan Richard Feynman dengan kebijaksanaannya тАж .
“Cinta itu lebih penting daripada kebijaksanaan,” kata Harry, hanya untuk menguji batas dari toleransi Dumbledore untuk klise yang sebegitu jelas sekadar dibuat melalui penyamaan pola tanpa analisis rinci apa pun.
Sang Kepala Sekolah mengangguk dengan serius, dan berkata, “Memang.”
Harry berdiri dari kursi, dan meregangkan tangannya. Yah, aku lebih baik pergi dan mencintai sesuatu, kalau begitu, itu pasti akan membantuku mengalahkan si Pangeran Kegelapan. Dan kali berikutnya kau meminta nasihatku, aku hanya akan memberimu pelukanтАУ
“Hari ini kau sudah banyak membantuku, Harry,” kata si Kepala Sekolah. “Dan dengan demikian hanya satu hal terakhir yang aku ingin tanyakan pria muda itu.”
Bagus.
Beri tahu aku, Harry,” kata si Kepala Sekolah (dan sekarang suaranya terdengar hanya kebingungan, walau masih ada sedikit rona kesakitan di matanya), “kenapa para Penyihir Kegelapan sebegitu takut terhadap kematian?”
“Er,” kata Harry, “maaf, aku harus mendukung para Penyihir Kegelapan untuk yang itu.”
*
Whoosh, hiss, chime; glorp, pop, bubble -
“Apa?” kata Dumbledore.
“Kematian itu buruk,” kata Harry, membuang kebijaksanaan demi komunikasi yang jelas. “Sungguh buruk. Teramat sangat buruk. Menjadi takut terhadap kematian itu seperti menjadi takut terhadap monster besar dengan taring-taring beracun. Itu sebenarnya sangat masuk akal, dan tidak, pada kenyataannya, menandakan kalau kamu memiliki masalah psikologi.”
Sang Kepala Sekolah sedang menatap ke arahnya seolah dia baru saja berubah menjadi seekor kucing.
“Oke,” kata Harry, “biarkan aku menempatkannya seperti ini. Apakah kamu ingin mati? Karena kalau memang seperti itu, ada suatu hal Muggle yang disebut dengan hotline pencegahan bunuh diriтАУ”
“Ketika sudah saatnya,” kata si penyihir tua dengan perlahan. “Tidak sebelumnya. Aku tak akan pernah mencoba mempercepat hari itu, atau mencoba menolak ketika hari itu tiba.”
Harry mengerutkan dahi dengan keras. “Itu tak terdengar seperti kau memiliki suatu keinginan untuk hidup yang sangat kuat, Kepala Sekolah!”
“Harry тАж .” Suara si penyihir tua mulai terdengar sedikit tak berdaya; dan dia berjalan ke satu tempat di mana janggut peraknya, tanpa disadari, hanyut ke dalam mangkuk ikan mas kaca kristalin, dan dengan perlahan mengambil semburat kehijauan yang memanjati rambutnya. “Aku pikir aku tak membuat diriku sendiri cukup jelas. Para Penyihir Kegelapan tidak bersemangat untuk hidup. Mereka takut mati. Mereka tidak menggapai ke arah sinar matahari, tapi lari dari malam yang datang ke dalam gua buatan mereka sendiri yang tak terhingga lebih gelap, tanpa bulan atau bintang. Bukanlah kehidupan yang mereka inginkan, tapi keabadian; dan mereka sebegitu terdorong untuk menggapainya hingga mereka akan mengorbankan jiwa mereka sendiri! Apakah kamu ingin hidup selamanya, Harry?”
“Ya, dan demikian juga denganmu,” kata Harry. “Aku ingin hidup satu hari lagi. Besok aku masih tetap ingin hidup sehari lagi. Dengan demikian aku ingin hidup selamanya, bukti dengan induksi pada bilangan bulat positif. Jika kamu tak ingin mati, itu artinya kamu ingin hidup selamanya. Jika kamu tak ingin hidup selamanya, itu artinya kamu ingin mati. Kamu harus melakukan salah satu atau yang lain тАж aku tak membuatmu cukup paham, bukan begitu.”
Kedua kultur saling memandang satu sama lain menyeberangi suatu jurang ketaksebandingan yang sangat luas.
“Aku sudah hidup selama seratus dan sepuluh tahun,” kata si penyihir tua dengan perlahan (mengambil jenggotnya keluar dari mangkuk, dan menggoyangkannya untuk mengguncangkan warnanya). “Aku sudah melihat dan melakukan banyak hal, terlalu banyak yang mana aku harap aku tak pernah lihat atau lakukan. Dan tetap aku tak menyesal masih hidup, karena menyaksikan para muridku tumbuh adalah kegembiraan yang masih belum mulai memudar bagiku. Tapi aku tidak berharap untuk hidup cukup lama sampai saat itu tiba! Apa yang akan kau lakukan dengan keabadian, Harry?”
Harry mengambil napas dalam-dalam. “Bertemu dengan seluruh orang-orang yang menarik di dunia, membaca seluruh buku-buku bagus dan kemudian menulis sesuatu yang lebih baik lagi, merayakan pesta ulang tahun kesepuluh cucu pertamaku di Bulan, merayakan pesta ulang tahun keseratus cucu dari cucu pertamaku di Cincin Saturnus, mempelajari aturan Alam terdalam dan terakhir, memahami sifat dari kesadaran, mencari tahu kenapa sesuatu itu ada pada awalnya, mengunjungi bintang-bintang lain, menemukan alien, menciptakan alien, bertemu kembali dengan semua orang untuk suatu pesta di sisi lain Bima Sakti begitu kita sudah menjelajahi semuanya, bertemu dengan semua orang yang lain yang lahir di Bumi Lama untuk melihat Matahari akhirnya padam, dan aku dulu pernah khawatir tentang menemukan suatu cara untuk melarikan diri dari alam semesta ini sebelum dia kehabisan negentropy tapi aku jauh lebih memiliki harapan sekarang saat aku menemukan bahwa hal-hal yang disebut dengan hukum fisika itu hanyalah pedoman opsional.”
“Aku tak begitu memahami hal-hal tadi,” kata Dumbledore. “Tapi aku harus bertanya apakah semua ini adalah hal-hal yang sungguh benar-benar kamu inginkan, atau jika kamu hanya membayangkan mereka untuk membayangkan dirimu tak lelah, selagi kamu berlari dan berlari dari kematian.”
“Kehidupan bukanlah daftar hal-hal terbatas yang kamu coret satu persatu sebelum kamu diizinkan untuk mati,” kata Harry dengan tegas. “Itulah kehidupan, kamu hanya terus menjalaninya. Jika aku tidak melakukan hal-hal tadi itu karena aku sudah menemukan hal yang lebih baik.”
Dumbledore menghela napas. Jari-jarinya mengetuk pada satu jam; saat mereka menyentuhnya, angka-angkanya berubah menjadi suatu tulisan tak terpahami, dan jarumnya sesaat muncul di posisi berbeda. “Dalam suatu kemungkinan kecil di mana aku diizinkan untuk tinggal sampai seratus dan lima puluh,” kata si penyihir tua, “aku tak berpikir akan keberatan. Tapi dua ratus tahun akan sepenuhnya terlalu banyak hal baik.”
“Ya, memang,” kata Harry, suaranya sedikit kering saat dia memikirkan Mum dan Dadnya dan jangka waktu yang diberikan bagi mereka jika Harry tak melakukan sesuatu atasnya, “aku curiga, Kepala Sekolah, bahwa jika kamu datang dari suatu kebudayaan di mana orang-orang biasanya hidup sampai empat ratus tahun, bahwa mati di usia dua ratus akan terasa tragis terlalu dini sama seperti mati di usia, sebut saja, delapan puluh.” Suara Harry membatu, di kata terakhir itu.
“Mungkin,” kata si penyihir tua penuh damai. “Aku tak berharap untuk mati sebelum para temanku, atau terus hidup setelah mereka semua tiada. Waktu tersulit adalah ketika mereka yang paling kamu cintai pergi sebelum dirimu, dan masih yang lain tetap hidup, demi siapa kamu harus tetap tinggal тАж .” Mata Dumbledore terpaku pada Harry, dan bertambah sedih. “Jangan meratapiku terlalu dalam, Harry, ketika waktuku tiba; aku akan bersama mereka yang sudah sangat kurindukan, pada petualangan besar kami selanjutnya.”
“Oh!” kata Harry dalam kesadaran seketika. “Kau mempercayai adanya alam baka. Aku memperoleh suatu kesan kalau para penyihir tak memiliki agama?”
*
Toot. Beep. Thud.
“Bagaimana bisa kamu tak mempercayainya?” kata si Kepala Sekolah, terlihat benar-benar ternganga keheranan. “Harry, kamu seorang penyihir! Kamu sudah melihat hantu!”
“Hantu,” kata Harry, suaranya datar. “Maksudmu hal-hal yang seperti lukisan itu, ingatan dan perilaku yang tersimpan tanpa kesadaran atau kehidupan, tanpa sengaja meninggalkan jejak kepada material sekitar oleh semburan sihir yang menemani kematian brutal seorang penyihirтАУ”
“Aku pernah dengar teori itu,” kata si Kepala Sekolah, suaranya bertambah tajam, “diulang oleh para penyihir yang salah mengartikan sinisme dengan kebijaksanaan, yang berpikir bahwa untuk merendahkan yang lain adalah untuk meninggikan mereka sendiri. Itu adalah salah satu pemikiran terbodoh yang pernah kudengar dalam seratus dan sepuluh tahun! Ya, hantu tak bisa belajar atau tumbuh, karena ini bukanlah tempat mereka! Jiwa-jiwa memang seharusnya terus berjalan, tak ada kehidupan tersisa untuk mereka di tempat ini! Dan jika bukan hantu, maka bagaimana dengan Veil? Bagaimana dengan Batu Kebangkitan?”
“Baiklah,” kata Harry, mencoba menjaga suaranya tetap tenang, “aku akan mendengarkan buktimu, karena itulah yang dilakukan seorang ilmuwan. Tapi yang pertama, biarkan aku menceritakanmu satu kisah.” suara Harry bergetar. “Kau tahu, ketika aku sampai di tempat ini, ketika aku turun dari kereta yang berangkat dari King’s Cross, maksudku bukan kemarin tapi dulu di bulan September, ketika aku turun dari kereta waktu itu, Kepala Sekolah, aku tak pernah melihat hantu. Aku tidak mengharapkan adanya hantu. Jadi ketika aku melihat mereka, Kepala Sekolah, aku melakukan sesuatu yang benar-benar bodoh. Aku langsung membuat kesimpulan. Aku, aku pikir memang ada akhirat, aku pikir tak seorang pun yang benar-benar meninggal, aku pikir bahwa semua orang yang seluruh spesies manusia merasakan kehilangan atasnya memang benar baik-baik saja bagaimanapun juga, aku pikir bahwa para penyihir bisa berbicara pada mereka yang sudah melintas, bahwa hanya memerlukan mantra yang benar untuk memanggil mereka, bahwa para penyihir bisa melakukan itu, aku pikir aku bisa bertemu dengan orangtuaku yang mati untukku, dan memberi tahu mereka bahwa aku sudah mendengar tentang pengorbanan mereka dan bahwa aku mulai memanggil mereka ibu dan ayahkuтАУ”
“Harry,” bisik Dumbledore. Air berkilau di mata si penyihir tua. Dia mengambil satu langkah mendekat melewati kantorтАУ
“Dan kemudian,” Harry meludah, amarah datang dengan penuh ke dalam suaranya, kemurkaan dingin pada alam semesta karena berlaku seperti itu dan pada dirinya sendiri karena jadi sebegitu bodoh, “aku bertanya pada Hermione dan dia berkata kalau mereka hanyalah afterimage, terbakar ke dalam batu kastil oleh kematian seorang penyihir, seperti suatu siluet yang tertinggal di dinding-dinding Hiroshima. Dan aku harusnya tahu! Aku harusnya sudah tahu bahkan tanpa perlu bertanya! Aku harusnya tak mempercayainya bahkan untuk tiga puluh detik penuh! Karena jika orang-orang memiliki jiwa maka tak akan ada yang namanya kerusakan otak, jika jiwamu bisa terus berbicara setelah seluruh otakmu menghilang, bagaimana bisa kerusakan di cerebral kiri mengambil seluruh kemampuanmu untuk berbicara? Dan Profesor McGonagall, ketika dia memberitahuku tentang bagaimana orangtuaku meninggal, dia tak bertindak seolah mereka hanya pergi dalam perjalanan panjang ke negara lain, seolah mereka beremigrasi ke Australia di hari-hari pelayaran masa lalu, yang adalah tindakan yang orang akan lakukan jika mereka benar-benar tahu kalau kematian hanyalah pergi ke suatu tempat lain, jika mereka memiliki suatu bukti nyata dari adanya alam baka, bukannya hanya mengarang hal-hal untuk menenangkan diri mereka, itu akan merubah segalanya, akan tak penting bila semua orang kehilangan seseorang dalam perang, itu akan terasa sedikit menyedihkan tapi tidak mengerikan! Dan aku sudah melihat bahwa orang-orang di dunia sihir tidak berlaku seperti itu! Jadi aku harusnya tahu lebih baik! Dan itulah ketika aku tahu kalau orangtuaku memang benar-benar mati dan menghilang selama-lamanya, bahwa tak ada yang tersisa dari mereka, bahwa aku tak akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengan mereka dan, dan, dan anak-anak lain mengira kalau aku ketakutan melihat hantuтАУ”
Wajah si penyihir tua terlihat ngeri, dia membuka mulutnya untuk berbicaraтАУ
“Jadi beri tahu aku, Kepala Sekolah! Beri tahu aku tentang buktinya! Tapi jangan kau berani melebih-lebihkan secuil pun bagiannya, karena jika kamu memberiku harapan palsu lagi, dan aku mengetahuinya suatu saat kalau kau berbohong atau memalsukan sesuatu bahkan sedikit, aku tak akan pernah memaafkanmu karenanya! Apa itu Veil?”
Harry mengangkat tangan dan mengusap pipinya, selagi benda-benda kaca di kantor berhenti bergetar dari teriakan terakhirnya.
“Veil,” kata si penyhir tua dengan hanya sedikit getaran di suaranya, “adalah suatu lengkungan batu, yang disimpan di Departemen Misteri; suatu gerbang kepada tanah orang mati.”
“Dan bagaimana seseorang mengetahui itu?” kata Harry. “Jangan beri tahu aku apa yang kau percayai, beri tahu aku apa yang sudah kau lihat!”
Manifestasi fisik dari batas antara dunia-dunia adalah suatu lengkungan batu besar, tua dan tinggi dan datang pada titik tajam, dengan permukaan kolam air yang seperti selubung hitam tua, terbentang di antara bebatuan; bergelombang, setiap saat, dari jalur jiwa-jiwa konstan dan satu jalan. Jika kamu berdiri di sebelah Veil kau bisa mendengar suara-suara mereka yang mati memanggil, selalu memanggil dalam bisikan nyaris di sisi yang lain dari pemahaman, bertambah makin keras, dan makin banyak jika kau tetap tinggal dan mencoba untuk mendengarkan, saat mereka mencoba untuk berkomunikasi; dan jika kamu mendengarkan terlalu lama, kamu akan pergi untuk bertemu dengan mereka, dan di saat kamu menyentuh Veil kamu akan langsung tersedot, dan tak pernah terdengar lagi.
“Itu bahkan tak terdengar seperti suatu penipuan yang menarik,” kata Harry, suaranya lebih tenang sekarang karena tak ada apa pun di sana yang bisa membuatnya berharap, atau membuatnya marah karena mendapati harapannya diluncurkan. “Seseorang membangun suatu lengkungan batu, membuat suatu permukaan bergelombang hitam kecil di antaranya yang akan Menghilangkan apa pun yang menyentuhnya, dan memantrainya untuk berbisik pada orang-orang dan menghipnotis mereka.”
“Harry тАж .” kata sang Kepala Sekolah, mulai terlihat cukup cemas. “Aku bisa memberitahumu kebenarannya, tapi jika kamu menolak untuk mendengarnya тАж .”
Juga tak menarik. “Bagaimana dengan Batu Kebangkitan?”
“Aku tak akan memberitahumu,” sang Kepala Sekolah berkata perlahan, “kecuali bahwa aku takut apa yang akan dilakukan ketidakpercayaan ini padamu тАж jadi dengarkan, kalau begitu, Harry, tolong dengarkan тАж .”
Batu Kebangkitan adalah salah satu dari ketiga Relikui Kematian legendaris, saudara dari jubah Harry. Resurrection Stone akan memanggil jiwa-jiwa kembali dari kematianтАУmembawa mereka kembali ke dalam dunia yang hidup, walau tidak seperti mereka dulu. Cadmus Peverell memakai batu itu untuk memanggil kembali dia yang paling dikasihinya dari mereka yang mati, tapi hatinya tetap tinggal bersama mereka yang mati, dan tidak ada di dalam dunia mereka yang hidup. Dan suatu ketika itu membuatnya gila, dan dia membunuh dirinya sendiri untuk benar-benar bersama dengan orang itu sekali lagi тАж .
Dengan segala kesopanan, Harry mengangkat tangannya.
“Ya?” kata sang Kepala Sekolah dengan enggan.
“Pengujian yang jelas untuk melihat apakah Batu Kebangkitan benar-benar memanggil kembali mereka yang mati, atau hanya memproyeksikan suatu gambar dari pikiran penggunanya, adalah untuk menanyakan suatu pertanyaan yang jawabannya kamu tak ketahui, tapi si orang mati tahu, dan yang bisa benar-benar dipastikan kebenarannya di dunia ini. Contohnya, memanggil kembaliтАУ”
Kemudian Harry berhenti, karena kali ini dia berhasil untuk memikirkannya satu langkah di depan lidahnya, cukup cepat untuk tidak mengatakan nama dan pengujian pertama yang muncul di pikirannya.
“тАж istrimu yang meninggal, dan menanyakan padanya di mana dia meninggalkan antingnya yang hilang atau sesuatu yang seperti itu,” Harry menyelesaikan. “Apakah ada yang melakukan pengujian apa pun semacam itu?”
“Batu Kebangkitan sudah menghilang untuk berabad-abad, Harry,” kata sang Kepala Sekolah dengan diam.
Harry mengangkat bahu. “Yah, aku seorang ilmuwan, dan aku selalu bersedia untuk diyakinkan. Jika kamu benar-benar percaya kalau Resurrection Stone memanggil kembali mereka yang matiтАУmaka kamu pasti percaya suatu pengujian seperti itu pasti akan berhasil, benar? Jadi apakah kamu tahu apa pun tentang tempat di mana untuk menemukan Batu Kebangkitan? Aku sudah memiliki satu Relikui Kematian di bawah suatu keadaan yang sangat misterius, dan, yah, kita berdua tahu bagaimana irama dunia bekerja untuk hal-hal semacam itu.”
Dumbledore menatap ke arah Harry.
Harry menatap balik dengan setara ke arah sang Kepala Sekolah.
Si penyihir tua melewatkan satu tangan melewati keningnya dan bergumam, “Ini gila.”
(Entah bagaimana, Harry berhasil menghentikan dirinya dari tertawa.)
Dan Dumbledore memberi tahu Harry untuk mengeluarkan Jubah Gaib dari kantongnya; dengan petunjuk sang Kepala Sekolah, Harry menatap ke bagian dalam dan belakang dari kerudungnya sampai dia melihatnya, dengan samar tergambar di depan sulaman keperakan dalam merah darah yang memudar seperti darah yang mengering, simbol dari Relikui Kematian: sebuah segitiga, dengan sebuah lingkaran tergambar di dalamnya, dan sebuah garis membagi mereka berdua.
“Terima kasih,” kata Harry dengan sopan. “Aku pasti akan mencari sebuah batu bertanda itu. Apakah kamu memiliki bukti lain apa pun?”
Dumbledore tampak seperti mempertarungkan suatu pergumulan di dalam dirinya sendiri. “Harry,” kata si penyhir tua, suaranya meninggi, “ini adalah suatu jalan berbahaya yang kau jalani, aku tak yakin kalau aku melakukan hal yang benar dengan mengatakan ini, tapi aku harus menarikmu dari jalan ini! Harry, bagaimana Voldemort bisa selamat dari kematian tubuhnya jika dia tak memiliki jiwa?”
Dan itulah saat ketika Harry sadar bahwa ada tepat satu orang yang sebenarnya memberi tahu Profesor McGonagall bahwa si Pangeran Kegelapan masih hidup pada awalnya; dan itu adalah si Kepala Sekolah gila dari sekolah gila mereka, yang berpikir kalau dunia berjalan sesuai hal-hal klise.
“Pertanyaan bagus,” kata Harry, setelah suatu debat internal tentang bagaimana melanjutkan. “Mungkin dia menemukan suatu cara untuk menduplikasi kekuatan dari Batu Kebangkitan, hanya saja dia memuatnya terlebih dulu dengan suatu salinan lengkap dari keadaan otaknya. Atau sesuatu yang seperti itu.” Harry seketika jauh dari yakin bahwa dia sedang mencoba untuk menciptakan suatu penjelasan untuk sesuatu yang memang benar-benar terjadi. “Sebenarnya, bisakah kau langsung saja mengatakan dan memberitahuku semua yang kamu tahu tentang bagaimana sang Pangeran Kegelapan bisa selamat dan apa yang bisa dilakukan untuk membunuhnya?” Jika dia bahkan masih ada lebih dari hanya sebagai judul utama Quibbler.
“Kau tak akan membodohiku, Harry,” kata si penyihir tua; wajahnya terlihat kuno sekarang, dan bergaris lebih dari tahunan. “Aku tahu kenapa kau benar-benar menanyakan pertanyaan itu. Tidak, aku tidak membaca pikiranmu, aku tak perlu, keraguanmu membocorkanmu! Kamu mencari rahasia dari keabadian sang Pangeran Kegelapan dengan maksud menggunakannya untuk dirimu sendiri!”
“Salah! Aku menginginkan rahasia dari keabadian sang Pangeran Kegelapan dengan maksud menggunakannya untuk semua orang!”
*
Tick, crackle, fzzzt…
Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore yang berdiri di sana dan menatap ke arah Harry dengan mulutnya terbuka bodoh.
(Harry menghadiahi dirinya sendiri satu tanda angka untuk Senin, karena dia berhasil meledakkan pikiran seseorang sepenuhnya sebelum hari berakhir.)
“Dan semisal itu belum jelas,” kata Harry, “dengan semua orang maksudku seluruh Muggle juga, bukan hanya seluruh penyihir.”
“Tidak,” kata si penyihir tua, menggelengkan kepalanya. Suaranya naik. “Tidak, tidak, tidak! Ini kegilaan!”
“Bwa ha ha!” kata Harry.
Wajah si penyihir tua ketat dengan kemarahan dan kecemasan. “Voldemort mencuri buku yang dari mana dia memperoleh rahasianya; itu tak ada di sana sewaktu aku pergi mencarinya. Tapi sejauh ini aku tahu, dan sejauh ini akan kuberi tahu kepadamu: keabadiannya terlahir dari suatu ritual mengerikan dan Kegelapan, lebih hitam dari hitam terpekat! Dan adalah Myrtle, Myrtle malang, yang mati karenanya; keabadiannya membutuhkan pengorbanan, itu membutuhkan pembunuhanтАУ”
“Yah jelas aku tak akan mempopulerkan suatu metode keabadian yang memerlukan membunuh orang! Itu akan menyangkal seluruh tujuannya!”
Ada suatu jeda terkejut.
Dengan perlahan wajah si penyihir tua mengendur dari kemarahannya, walau kecemasan itu masih tetap di sana. “Kamu tak akan memakai ritual yang memerlukan pengorbanan manusia.”
“Aku tak tahu apa yang kau anggap dariku, Kepala Sekolah,” kata Harry dengan dingin, kemarahannya sendiri meningkat, “tapi mari jangan lupakan kalau akulah yang menginginkan orang-orang untuk hidup! Yang ingin menyelamatkan semua orang! Kamulah yang berpikir kalau kematian itu keren dan semua orang harus mati!”
“Aku benar-benar kehilangan kata-kata, Harry,” kata si penyihir tua. Kakinya sekali lagi tertatih di sepanjang kantor anehnya. “Aku tak tahu apa yang harus dikatakan.” Dia mengambil sebuah bola kristal yang seolah menggenggam satu tangan dalam api, melihat ke dalamnya dengan ekspresi sedih. “Hanya saja aku ini teramat disalahpahami olehmu тАж aku tak ingin semua orang mati, Harry!”
“Kau hanya tak ingin semua orang untuk jadi abadi,” kata Harry dengan ironi yang cukup banyak. Sepertinya tautologi logikal dasar seperti Semua x: Mati(x) = Tidak Ada x: Tidak Mati(x) ada di luar kemampuan panalaran dari penyihir terkuat di dunia.
Si penyihir tua mengangguk. “Aku tak terlalu takut dibanding tadi, tapi masih teramat cemas atasmu, Harry,” katanya perlahan. Tangannya, sedikit keriput oleh waktu, tapi masih kuat, menempatkan bola kristal dengan pasti kembali ke tempatnya. “Karena ketakutan terhadap kematian adalah hal yang pahit, suatu penyakit dari jiwa yang membuat orang-orang terpelintir dan bengkok. Voldemort bukanlah satu-satunya Penyihir Kegelapan yang menjalani jalan suram itu, walau aku takut kalau dia sudah mengambilnya lebih jauh daripada mereka yang sebelumnya.”
“Dan kau pikir kau tak takut terhadap kematian?” kata Harry, bahkan tak mencoba menutupi keraguan di dalam suaranya.
Wajah si penyihir tua penuh damai. “Aku tidak sempurna, Harry, tapi aku pikir aku sudah menerima kematianku sendiri sebagai bagian dari diriku.”
“Uh huh,” kata Harry. “Lihat, ada hal kecil ini yang disebut dengan disonansi kognitif, atau dalam Bahasa Inggris yang lebih sederhana, anggur masam. Jika orang-orang dipukul di kepala dengan pentungan sekali sebulan dan tak ada yang melakukan apa pun tentangnya, suatu saat akan ada beragam filsuf, berpura-pura bijak seperti yang kamu sebut, yang menemukan beragam keuntungan luar biasa dari dipukul di kepala dengan sebuah pentungan sekali sebulan. Seperti, itu membuatmu lebih tangguh, atau itu membuatmu lebih bahagia pada hari-hari ketika kamu tidak dipukul dengan pentungan. Tapi jika kamu menemui seseorang yang tidak kena pukulan, dan menanyai mereka apakah mereka ingin memulai, sebagai ganti seluruh keuntungan luar biasa itu, mereka akan mengatakan tidak. Dan jika kamu tidak harus mati, tapi kamu datang dari suatu tempat yang tak seorang pun bahkan pernah mendengar kematian, dan aku menyarankan kepadamu kalau adalah suatu gagasan yang luar biasa bagus untuk orang-orang menjadi keriput dan tua dan suatu ketika menghilang, wah, kau pasti akan melemparkanku langsung ke rumah sakit jiwa! Jadi kenapa ada yang mungkin memikirkan gagasan apa pun yang sebegitu bodohnya bahwa kematian adalah hal yang bagus? Karena kau takut atasnya, karena kau tak benar-benar ingin mati, dan bahwa memikirkannya menyakitkan di dalammu hingga kamu harus merasionalisasinya, melakukan sesuatu untuk mematirasakan kesakitan itu, supaya kamu tak perlu memikirkannyaтАУ”
“Tidak, Harry,” kata si penyihir tua. Wajahnya lembut, tangannya menjajaki suatu kolam air bercahaya yang membuat dentingan musikal kecil saat jemarinya mengaduknya. “Walau aku bisa memahami kenapa kamu harus berpikir seperti itu.”
“Apa kamu ingin memahami para Penyihir Kegelapan?” kata Harry, suaranya sekarang keras dan suram. “Maka lihat ke dalam bagian dari dirimu yang lari bukan dari kematian tapi dari ketakutan atas kematian, yang mendapati ketakutan itu sebegitu tak tertahankan hingga dia akan memeluk Kematian sebagai teman dan menyamankan diri dengannya, mencoba menjadi satu dengan malam hingga dia bisa memikirkan dirinya sendiri sebagai penguasa jurang. Kau baru saja mengambil yang paling mengerikan dari seluruh kejahatan dan menyebutnya baik! Dengan hanya suatu pelintiran kecil bagian yang sama dari dirimu akan membunuh orang tak bersalah, dan menyebutnya persahabatan. Jika kamu bisa menyebut bahwa kematian itu lebih baik dari kehidupan maka kamu bisa memelintir kompas moralmu untuk menunjuk ke arah mana sajaтАУ”
“Aku pikir,” kata Dumbledore, menggoyangkan tetesan air dari tangannya pada suara deringan lonceng-lonceng kecil, “bahwa kau memahami Penyihir Kegelapan dengan amat baik, dan tanpa menjadi salah satu dari mereka.” Itu dikatakan dalam keseriusan sempurna, dan tanpa penuduhan. “Tapi pemahamanmu atasku aku takut, adalah teramat kurang.” Si penyihir tua tersenyum sekarang, dan ada suatu tawa lembut di suaranya.
Harry mencoba untuk tak menjadi lebih dingin dari yang sudah dia rasakan; dari suatu tempat tercurah ke dalam pikirannya suatu amarah membara kebencian, pada peremehan Dumbledore, dan seluruh tawa yang para bodoh tua bijak gunakan sebagai ganti argumen. “Yang menggelikan, kau tahu, aku pikir Draco Malfoy akan jadi semustahil ini untuk diajak bicara, dan bukan malah, dalam kemurnian kekanakannya, dia seratus kali lebih kuat darimu.”
Suatu pandangan kebingungan melintasi wajah si penyhir tua. “Apa maksudmu?”
“Maksudku,” kata Harry, suaranya menggigit, “bahwa Draco benar-benar menganggap kepercayaannya sendiri dengan serius dan memproses kata-kataku bukannya melemparkan mereka keluar jendela dengan tersenyum dengan superioritas lembut. Kamu sebegitu tua dan bijak, kamu bahkan tak memperhatikan satu pun yang kukatakan! Bukan memahami, memperhatikan!”
“Aku sudah mendengarkanmu, Harry,” kata Dumbledore, terlihat sangat khidmat sekarang, “tapi untuk mendengarkan tidak selalu untuk menyetujui. Ketidaksetujuan dikesampingkan, apa yang kamu pikir tidak kumengerti?”
Bahwa jika kamu benar-benar mempercayai adanya akhirat, kamu akan pergi ke St. Mungo’s dan membunuh orangtua Neville, Alice dan Frank Longbottom, sehingga mereka bisa terus melanjutkan ke petualangan besar selanjutnya mereka, bukannya membiarkan mereka tetap ada di tempat ini dalam keadaan rusak merekaтАУ
Harry nyaris, nyaris menjaga dirinya dari mengatakan hal itu dengan lantang.
“Baiklah,” kata Harry dingin. “Aku akan menjawab pertanyaan awalmu, kalau begitu. Kau menanyakan kenapa Penyihir Kegelapan takut terhadap kematian. Berpura-puralah, Kepala Sekolah, bahwa kamu benar-benar percaya adanya jiwa. Berpura-puralah bahwa siapapun bisa memastikan adanya jiwa setiap waktu, berpura-puralah bahwa tak ada yang menangis di pemakaman karena mereka tahu kalau yang mereka kasihi memang masih hidup. Sekarang bisakah kau bayangkan menghancurkan suatu jiwa? Mencabiknya jadi serpihan hingga tak ada yang tersisa untuk pergi ke petualangan besar selanjutnya? Bisakah kau bayangkan betapa mengerikannya hal itu, kejahatan terburuk yang akan pernah dilakukan di dalam sejarah alam semesta, yang akan atasnya kau akan lakukan apa pun untuk mencegahnya dari terjadi bahkan sekali? Karena itulah apa Kematian ituтАУkehancuran dari jiwa!”
Si penyihir tua menatapnya, suatu pandangan sedih di matanya. “Aku kira aku memang memahaminya sekarang,” katanya dalam diam.
“Oh?” kata Harry. “Memahami apa?”
“Voldemort,” kata si penyihir tua. “Aku memahaminya sekarang pada akhirnya. Karena untuk mempercayai bahwa dunia adalah memang seperti itu, kamu harus percaya kalau tak ada keadilan di dalamnya, bahwa itu adalah tenunan kegelapan di intinya. Aku menanyakan padamu kenapa dia menjadi seorang monster, dan kamu tak bisa memberikan alasan. Dan jika aku bisa bertanya padanya, aku kira, jawabannya akan jadi: Kenapa tidak?”
*
Mereka berdiri di sana memandang ke dalam mata masing-masing, si penyihir tua dalam jubahnya, dan si bocah muda dengan bekas luka halilintar di dahinya.
“Katakan padaku, Harry,” kata si penyihir tua, “akankan kamu menjadi seorang monster?”
“Tidak,” kata si bocah, dengan kepastian besi di suaranya.
“Kenapa tidak?” kata si penyihir tua.
Si bocah muda berdiri sangat tegak, dagunya diangkat tinggi dan bangga, dan berkata: “Tak ada keadilan di dalam hukum Alam, Kepala Sekolah, tak ada istilah keadilan dalam persamaan gerakan. Alam semesta itu tidak jahat, atau baik, dia hanya tak peduli. Bintang-bintang tak peduli, atau Matahari, atau langit. Tapi mereka memang tak harus! Kita peduli! Memang ada cahaya di dunia, dan itu adalah kita!”
“Aku penasaran akan jadi seperti apa dirimu nanti, Harry,” kata si penyihir tua. Suaranya lembut, dengan keingintahuan dan penyesalan aneh di dalamnya. “Yang cukup untuk membuatku berharap tetap hidup untuk melihatnya.”
Si bocah membungkuk padanya dengn ironi berat, dan pergi; dan pintu ek terbanting tertutup di belakangnya dengan suatu dentuman.
Chapter 40: Berpura-pura Bijak, Bg 2
Harry, memegang cangkir tehnya dalam cara yang benar-benar tepat yang harus dicontohkan oleh Profesor Quirrell tiga kali, mengambil sesapan kecil, hati-hati. Sepenuhnya di seluruh meja panjang, lebar itulah pusat dari Mary’s Room, Profesor Quirrell mengambil sesapan kecil dari cangkirnya sendiri, membuatnya terlihat jauh lebih alami dan elegan. Tehnya sendiri adalah sesuatu yang namanya Harry bahkan tak bisa lafalkan, atau paling tidak, tiap kali Harry mencoba mengulangi kata-kata Bahasa Cinanya, Profesor Quirrell membenarkannya, sampai akhirnya Harry menyerah.
Harry sudah memanuver dirinya sendiri untuk melihat sekilas ke arah tagihannya terakhir kali, dan Profesor Quirrell membiarkannya melakukan itu.
Dia merasakan suatu dorongan untuk meminum Comed-Tea lebih dulu.
Bahkan mengambil hal itu sebagai pertimbangan, Harry masih benar-benar terkejut.
Dan itu masih terasa di lidahnya seperti, yah, teh.
Ada suatu kecurigaan sunyi, mengganggu di pikiran Harry bahwa Profesor Quirrell mengetahui ini, dan dengan sengaja membeli teh yang luar biasa mahal yang tak bisa Harry hargai hanya untuk membuatnya terganggu. Profesor Quirrell sendiri mungkin tak begitu menyukainya. Mungkin tak ada yang benar-benar menyukai teh ini, dan satu-satunya tujuan untuknya adalah untuk jadi luar biasa mahal dan membuat si korban merasa tak menghargai. Bahkan, mungkin itu benar-benar hanya teh biasa, hanya kau memintanya dalam suatu kode tertentu, dan mereka menempatkan suatu harga raksasa palsu pada tagihannya тАж .
Ekspresi Profesor Quirrell diam dan merenung. “Tidak,” kata Profesor Quirrell, “kamu harusnya tidak memberi tahu sang Kepala Sekolah tentang percakapanmu dengan Lord Malfoy. Tolong coba untuk berpikir lebih cepat kali berikutnya, Tn. Potter.”
“Aku minta maaf, Profesor Quirrell,” kata Harry dengan patuh. “Aku masih tak memahaminya.” Ada beberapa waktu ketika Harry merasa benar-benar seperti seorang penyamar, berpura-pura licik di hadapan Profesor Quirrell.
“Lord Malfoy adalah musuh Albus Dumbledore,” kata Profesor Quirrell. “Paling tidak untuk saat ini. Seluruh Inggris adalah papan catur mereka, seluruh penyihir adalah pion mereka. Pertimbangkan: Lord Malfoy mengancam untuk membuang semuanya, meninggalkan permainannya, untuk mengambil pembalasan dendam atasmu jika Tn. Malfoy terluka. Yang dengan demikian, Tn. Potter тАж ?”
Membutuhkan detik-detik panjang lagi untuk Harry menerimanya, tapi adalah jelas kalau Profesor Quirrell tak akan memberi petunjuk lain lagi, bukannya Harry menginginkan petunjuk itu.
Kemudian pikiran Harry akhirnya sampai pada hubungannya, dan dia mengerutkan dahi. “Dumbledore membunuh Draco, membuatnya terlihat seolah aku yang melakukannya, dan Lucius mengorbankan permainannya melawan Dumbledore untuk mendapatkanku? Itu тАж tak terasa seperti gaya Kepala Sekolah, Profesor Quirrell тАж .” Pikiran Harry berkilat kembali kepada peringatan serupa dari Draco, yang membuat Harry mengatakan hal yang sama.
Profesor Quirrell mengangkat bahu, dan menyesap tehnya.
Harry menyesap tehnya sendiri, dan duduk dalam diam. Taplak meja yang dihamparkan di atas meja dalam suatu pola yang sangat damai, terlihat seolah pada awalnya seperti kain polos, tapi jika kamu menatapnya cukup lama, atau diam cukup lama, kamu mulai melihat jejak-jejak samar bunga-bunga berkilauan di atasnya; tirai di dalam ruangan sudah merubah pola mereka untuk menyamai, dan sepertinya berkelip seolah dalam suatu semilir angin sunyi. Profesor Quirrell ada dalam suatu suasana hati penuh perenungan Sabtu itu, dan demikian juga Harry, dan Mary’s Room, sepertinya, tidak lalai memperhatikan hal ini.
“Profesor Quirrell,” kata Harry tiba-tiba, “apakah ada alam baka?”
Harry memilih pertanyaannya dengan hati-hati. Bukan, apakah anda mempercayai adanya alam baka? tapi hanya Apakah ada alam baka? Apa yang orang-orang benar-benar percayai tak terlihat bagi mereka seperti kepercayaan sama sekali. Orang-orang tak berkata, ‘aku benar-benar mempercayai kalau langit itu biru!’ Mereka hanya berkata, ‘langit itu biru’. Peta batin sejatimu atas dunia hanya terasa seperti keadaan dunia sebenarnya тАж .
Sang Profesor Pertahanan mengangkat cangkirnya ke bibirnya lagi sebelum menjawab. Wajahnya merenung. “Jika ada, Tn. Potter,” kata Profesor Quirrell, “maka cukup banyak penyihir membuang banyak usaha dalam pencarian mereka atas keabadian.”
“Itu bukan benar-benar sebuah jawaban,” Harry memperhatikan. Dia sudah belajar sampai saat ini untuk memperhatikan hal-hal semacam itu ketika berbicara dengan Profesor Quirrell.
Profesor Quirrell menaruh cangkir tehnya dengan satu suara benturan kecil bernada tinggi pada piring cawannya. “Beberapa dari para penyihir itu cukup cerdas, Tn. Potter, sehingga kamu mungkin menganggap kalau eksistensi dari suatu alam baka itu tidak jelas. Aku sudah melihat ke dalam masalah itu sendiri. Memang ada banyak pernyataan-pernyataan semacam itu yang harapan dan ketakutan bisa diharapkan untuk muncul. Di antara laporan-laporan itu yang kebenarannya tidak diragukan, tak ada yang tidak bisa merupakan hasil dari kesihiran biasa. Ada beberapa perangkat tertentu yang disebut-sebut bisa berkomunikasi dengan mereka yang mati, tapi perangkat-perangkat ini, aku curiga, hanya memproyeksikan suatu gambar dari pikiran; hasilnya seolah tak bisa dibedakan dari ingatan karena itu memang ingatan. Yang diduga sebagai roh tak memberi tahu rahasia apa pun yang mereka ketahui selama mareka hidup, atau bisa pelajari setelah kematian, yang tak diketahui oleh si penggunaтАУ”
“Yang adalah kenapa Batu Kebangkitan bukanlah artefak yang paling berharga di dunia,” kata Harry.
“Tepat,” kata Profesor Quirrell, “walau aku tak akan mengatakan tidak pada suatu kesempatan untuk mencobanya.” Ada satu senyuman kering, tipis di bibirnya; dan sesuatu yang lebih dingin, lebih jauh, di dalam matanya. “Kamu berbicara dengan Dumbledore tentang itu juga, aku anggap.”
Harry mengangguk.
Tirainya mengambil suatu pola biru samar, dan suatu jejak-jejak remang dari butir-butir salju sekarang seolah menjadi makin terlihat di atas taplak meja. Suara Profesor Quirrell terdengar sangat tenang. “Sang Kepala Sekolah bisa sangat persuasif, Tn. Potter. Aku harap dia tidak menggoyahkanmu.”
“Heck no,” kata Harry. “Tak mengelabuiku barang sedetik.”
“Aku jelas harap tidak,” kata Profesor Quirrell, masih dalam nada yang sangat tenang itu. “Aku jelas akan kecewa menemukan kalau sang Kepala Sekolah sudah meyakinkanmu untuk membuang nyawamu pada suatu rencana bodoh dengan memberitahumu bahwa kematian adalah petualangan besar selanjutnya.”
“Aku tak berpikir kalau sang Kepala Sekolah mempercayai hal itu sendiri, sebenarnya,” kata Harry. Dia menyesap tehnya sendiri lagi. “Dia menanyaiku apa yang bisa kulakukan dengan keabadian, memberiku kata-kata yang biasanya tentang hal itu akan jadi membosankan, dan dia sepertinya tak melihat konflik apa pun antara pernyataan itu dan pernyataannya sendiri tentang memiliki suatu jiwa yang kekal. Bahkan, dia memberiku ceramah panjang ini tentang betapa buruknya untuk menginginkan suatu keabadian sebelum dia menyatakan bahwa memiliki sebuah jiwa yang abadi. Aku tak bisa benar-benar membayangkan apa yang berlangsung di dalam kepalanya, tapi aku tak berpikir kalau dia benar-benar memiliki suatu model mental atas dirinya sendiri melanjutkan selamanya di alam baka тАж .”
Temperatur ruangan terasa jatuh.
“Kau melihat,” kata suatu suara seperti es dari ujung lain meja, “bahwa Dumbledore memang tidak mempercayai saat dia berbicara. Itu bukannya dia mengkompromikan prinsip-prinsipnya. Itu adalah bahwa dia tak pernah memilikinya pada awalnya. Apakah kamu mulai menjadi sinis, Tn. Potter?”
Harry menjatuhkan matanya ke cangkir tehnya. “Sedikit,” kata Harry pada teh Cina yang mungkin-berkualitas-ultra-tinggi, bisa-jadi-teramat-sangat-mahal. “Aku jelas menjadi sedikit frustasi dengan тАж entah apa yang salah dalam kepala orang-orang.”
“Ya,” kata suara dingin itu. “Aku menemukannya membuat frustasi juga.”
“Apakah ada cara apa pun untuk membuat orang-orang supaya tidak melakukan hal semacam itu?” kata Harry pada cangkir tehnya.
“Memang benar ada suatu mantra khusus yang berguna memecahkan masalah macam itu.”
Harry melihat penuh harap ke arah pernyataan itu, dan melihat suatu senyuman dingin, dingin pada wajah Profesor Pertahanan.
Kemudian Harry mengerti. “Maksudku, selain Avada Kedavra.”
Sang Profesor Pertahanan tertawa. Harry tidak.
“Bagaimanapun juga,” kata Harry dengan cepat, “aku sudah berpikir cukup cepat untuk tak menyarankan suatu gagasan jelas tentang Batu Kebangkitan di depan Dumbledore. Pernahkan kamu melihat suatu batu dengan satu garis, di dalam sebuah lingkaran, di dalam satu segitiga?”
Kedinginan mematikan sepertinya melangkah mundur, melipat dirinya sendiri, saat si Profesor Quirrell biasa kembali. “Bukannya aku bisa mengingat,” kata Profesor Quirrell setelah beberapa saat, bukan suatu kerutan dahi merenung di wajahnya. “Itu adalah Batu Kebangkitan?
Harry menyingkirkan cangkir tehnya, kemudian menggambar pada piring cawannya simbol yang dia lihat di dalam jubahnya. Dan sebelum Harry bisa mengeluarkan tongkatnya sendiri untuk melemparkan Mantra Penerbang, piring cawan itu melayang dengan patuh melewati meja menuju Profesor Quirrell. Harry benar-benar ingin mempelajari hal-hal tanpa tongkat sihir itu, tapi itu, sepertinya, jauh di atas kurikulumnya saat ini.
Profesor Quirrell mempelajari piring cawan Harry untuk sesaat, kemudian menggelengkan kepalanya; dan sesaat kemudian, piring cawan itu melayang kembali kepada Harry.
Harry menempatkan cangkir tehnya kembali ke piring cawannya, memperhatikan sambil lalu saat dia melakukan itu bahwa simbol yang dia gambar sudah menghilang. “Jika kamu suatu saat melihat suatu batu dengan simbol itu,” kata Harry, “dan itu memang berbicara kepada alam baka, tolong beri tahu aku. Aku memiliki beberapa pertanyaan untuk Merlin atau siapapun yang ada di Atlantis.”
“Benar,” kata Profesor Quirrell. Kemudian si Profesor Pertahanan mengangkat cangkir tehnya lagi, dan memiringkannya seolah untuk menyelesaikan yang terakhir dari yang ada di sana. “Omong-omong, Tn. Potter, aku takut kita harus memotong pendek kunjungan hari ini ke Diagon Alley. Aku tahu kalau ini akan terjadiтАУtapi tak mengapa. Biarkan bertahan kalau memang ada sesuatu yang lain yang harus kulakukan sore ini.”
Harry mengangguk, dan menyelesaikan tehnya sendiri, kemudian bangkit dari kursinya di saat yang sama dengan Profesor Quirrell.
“Satu pertanyaan terakhir,” kata Harry, saat mantel Profesor Quirrell mengangkat dirinya sendiri dari gantungan mantel dan melayang menuju si Profesor Pertahanan. “Sihir itu longgar di dalam dunia, dan aku tak lagi mempercayai tebakanku sebanyak yang dulu kurasakan. Jadi dalam tebakan terbaikmu sendiri dan tanpa angan-angan apa pun, apakah kamu percaya kalau ada akhirat?”
“Kalau aku percaya, Tn. Potter,” kata Profesor Quirrell saat dia mengangkat bahu dalam mantelnya, “apakah aku masih di sini?”
Chapter 41: Pengabaian Frontal
Angin Januari yang menggigit meraung di sekeliling, dinding batu luas, kosong yang memisahkan material yang mengikat kastil Hogwarts, berbisik dan bersiul dalam nada-nada ganjil saat mereka berhembus melewati jendela-jendela tertutup dan menara-menara kecil. Salju-salju paling baru kebanyakan sudah tertiup, tapi sesekali sepetak es yang meleleh dan membeku ulang lengket kepada wajah batu dan menyala memantulkan sinar matahari. Dari kejauhan, pasti terlihat seolah Hogwarts mengedipkan ratusan mata.
Suatu hembusan seketika membuat Draco tersentak, dan mencoba, dengan mustahil, menekan tubuhnya lebih dekat lagi kepada batu, yang terasa seperti es dan berbau seperti es. Beberapa insting yang benar-benar tak ada gunanya meyakinkannya bahwa dia akan terhempas dari dinding luar Hogwarts, dan bahwa cara terbaik untuk mencegahnya adalah dengan bergerak menyentakkan diri dalam refleks tanpa daya dan mungkin dengan muntah.
Draco mencoba sangat keras tidak memikirkan tentang udara kosong setara enam lantai di bawahnya, dan fokus, sebagai gantinya, pada bagaimana dia akan membunuh Harry Potter.
“Kau tahu, Tn. Malfoy,” kata si gadis muda di sebelahnya dalam suara percakapan, “jika seorang seer memberitahuku bahwa suatu hari aku akan bergantung di sisi sebuah kastil pada ujung jariku, mencoba untuk tak melihat ke bawah atau memikirkan tentang seberapa keras Mum akan berteriak jika dia melihatku, aku tak akan punya sedikit pun ide bagaimana hal itu bisa terjadi, kecuali bahwa itu adalah salah Harry Potter.”
*
Lebih awal:
Kedua Jenderal yang bersekutu melangkah bersama melewati tubuh Longbottom, sepatu bot mereka menghantam lantai nyaris dalam keserempakan sempurna.
Hanya satu tentara sekarang berdiri di antara mereka dan Harry, seorang bocah Slytherin bernama Samuel Clamons, yang tangannya terkepal putih di sekitar tongkat sihirnya, digenggam ke atas untuk menjaga Dinding Prismatiknya. Pernapasan si bocah datang dengan cepat, tapi wajahnya menunjukkan determinasi dingin yang sama yang menyala di mata jenderalnya, Harry Potter, yang sedang berdiri di belakang Dinding Prismatik di jalan buntu koridor di sebelah suatu jendela yang terbuka, dengan tangannya ditempatkan dengan misterius di belakang punggungnya.
Pertempurannya berlangsung luar biasa sukar, untuk musuh yang kalah jumlah dua-banding-satu. Itu harusnya mudah, Dragon Army dan Sunshine Regiment sudah melebur bersama dengan mudah dalam sesi latihan, mereka saling memerangi satu sama lain cukup lama untuk benar-benar saling mengenal satu sama lain dengan baik. Semangat mereka tinggi, kedua bala tentara mengetahui bahwa kali ini mereka bukan hanya bertarung untuk menang bagi diri mereka sendiri, tapi bertarung untuk suatu dunia yang bebas dari pengkhianat. Walaupun dengan protes terkejut dari kedua jenderal, para tentara dari pasukan gabungan bersikeras untuk memanggil diri mereka sendiri Dramione’s Sungon Argiment, dan membuat tambalan untuk lencana mereka dari sebuah wajah tersenyum yang diliputi api.
Tetapi pasukan Harry seluruhnya menghitamkan lencana mereka sendiriтАУitu tak terlihat seperti cat, lebih seperti mereka membakar bagian itu dari seragam merekaтАУdan mereka berjuang sampai ke tingkat atas dari Hogwarts dengan amukan mati-matian. Amarah dingin yang sesekali Draco lihat di Harry seolah meresap ke dalam para pasukannya, dan mereka bertarung seolah itu semua bukanlah sebuah permainan. Dan Harry sudah mengosongkan seluruh kantong triknya, tadi ada bola-bola metal kecil (Granger mengenali mereka sebagai “bola bantalan poros roda”) di lantai-lantai dan tangga-tangga, membuat mereka tak bisa dilewati sebelum dibersihkan, hanya pasukan Harry yang sudah berlatih Mantra Penerbang yang terkoordinasi dan mereka bisa menerbangkan orang-orang mereka sendiri tepat melewati halangan-halangan yang mereka buat тАж .
Kamu tak bisa membawa peralatan ke dalam permainan dari luar, tapi kamu bisa melakukan Transfigurasi atas apa pun yang kamu inginkan selama permainan, sepanjang hal itu adalah sesuatu yang aman. Dan itu memang benar-benar tak adil ketika kamu bertarung melawan seorang bocah yang dibesarkan oleh ilmuwan, yang mengetahui hal-hal seperti bola bantalan poros dan skateboard dan kabel bungee.
Dan akhirnya semua berakhir pada ini.
Mereka yang selamat dari pasukan sekutu sudah menyudutkan sisa-sisa terakhir dari pasukan Harry Potter di dalam koridor buntu.
Weasley dan Vincent menerjang Longbottom pada saat yang sama, bergerak bersama seperti yang sudah mereka latih selama berminggu-minggu bukan hanya hitungan jam, dan entah bagaimana Longbottom berhasil mengutuk mereka berdua sebelum dia sendiri jatuh.
Dan sekarang tersisa Draco dan Granger dan Padma dan Samuel dan Harry, dan dari pandangan Samuel, Dinding Prismatiknya tak bisa bertahan lebih lama lagi.
Draco sudah mengarahkan tongkat sihirnya pada Harry, menunggu untuk Dinding Prismatik itu runtuh dengan sendirinya; tak perlu membuang-buang Kutukan Bor Perusak sebelum itu. Padma mengarahkan tongkat sihirnya sendiri ke arah Samuel, Granger mengarahkan ke arah Harry тАж .
Harry masih menyembunyikan tangannya di balik punggungnya, bukannya mengarahkan tongkat sihirnya; dan melihat ke arah mereka dengan suatu wajah yang bisa jadi dipahat dari es.
Itu bisa jadi adalah gertakan. Itu mungkin bukan.
Ada kesunyian singkat, menegangkan.
Dan kemudian Harry berbicara.
“Akulah penjahatnya sekarang,” si bocah muda berkata dengan dingin, “dan jika kalian pikir penjahat memang semudah ini untuk disingkirkan, kalian lebih baik berpikir lagi. Menang atasku sewaktu aku bertarung serius, dan aku akan tetap tersungkur; tapi kalah, dan kita akan melakukan ini lagi kali berikutnya.”
Si bocah membawa tangannya ke depan, dan Draco melihat kalau Harry mengenakan sarung tangan aneh, dengan suatu material keabu-abuan di ujung-ujung jarinya, dan pengikat yang mengikat sarung tangan itu dengan ketat pada pergelangannya.
Di samping Draco, sang Jenderal Sunshine terkesiap dengan ngeri; dan Draco, bahkan tanpa bertanya kenapa, menembakkan Kutukan Bor Perusak.
Samuel terhuyung, dia melepaskan suatu teriakan saat dia terhuyung, tapi dia menjaga Dindingnya; dan jika Padma atau Granger menembak sekarang, mereka akan menguras kekuatan mereka sendiri sebegitu jauh hingga mereka bisa saja kalah.
“Harry!” teriak Granger. “Kau tak mungkin serius!”
Harry sudah bergerak.
Dan saat dia mengayun keluar dari jendela yang terbuka, suara dinginnya berkata, “Ikut jika kalian berani.”
*
Angin dinginnya meraung di sekeliling mereka.
Tangan Draco sudah mulai terasa lelah.
тАж berkembang bahwa, kemarin, Harry dengan hati-hati mendemonstrasikan kepada Granger tepat bagaimana cara melakukan Transfigurasi atas sarung tangan yang dia saat ini kenakan, yang menggunakan sesuatu yang disebut ‘gecko setae’; dan bagaimana melekatkan tambalan hasil Transfigurasi dari material yang sama tadi kepada ibu jari sepatu-sepatu mereka; dan Harry dan Granger sudah, dalam permainan polos kekanakan, mencoba sedikit memanjat di sekeliling dinding-dinding dan langit-langit.
Dan bahwa, kemarin juga, Harry memasok Granger dengan sejumlah total tepat dua dosis Ramuan Jatuh-Bulu untuk dibawa di kantongnya, “hanya untuk jaga-jaga”.
Bukan seperti Padma akan mengikuti mereka, bagaimanapun juga. Dia tidak gila.
Draco dengan hati-hati melepaskan tangan kanannya, memanjangkannya sejauh yang dia bisa, dan menghantamkannya ke batu lagi. Di sampingnya, Granger melakukan hal yang sama.
Mereka sudah menelan Ramuan Jatuh-Bulu. Itu menyusuri ujung dari peraturan permainan, tapi ramuannya tak akan aktif kecuali salah satu dari mereka benar-benar terjatuh, dan selama mereka tidak terjatuh mereka tidak menggunakan benda itu.
Profesor Quirrell mengawasi mereka.
Mereka berdua benar-benar, amat, sungguh-sungguh aman.
Harry Potter, di sisi lain, akan mati.
“Aku penasaran kenapa Harry melakukan ini,” kata Jenderal Granger dalam suatu nada termenung, saat dia dengan perlahan melepaskan ujung jari dari satu tangan dari dinding dengan suatu suara lengket yang panjang. Tangannya dilemparkan kembali nyaris secepat itu terangkat. “Aku harus menanyakan itu setelah aku membunuhnya.”
Adalah sesuatu yang luar biasa seberapa banyak mereka berdua ternyata memiliki kesamaan.
Draco tak merasa ingin membicarakannya sekarang, tapi dia berhasil mengatakan, melalui gigi terkertak, “Bisa jadi balas dendam. Untuk kencan itu.”
“Benarkah,” kata Granger. “Setelah sepanjang ini.”
Stick. Plop.
“Manis sekali dia,” kata Granger.
Stick. Plop.
“Aku pikir aku akan menemukan suatu cara yang benar-benar romantis untuk berterima kasih padanya,” kata Granger.
Stick. Plop.
“Apa yang dia miliki melawanmu?” kata Granger.
Stick. Plop.
Angin dinginnya meraung di sekeliling mereka.
*
Seseorang bisa jadi berpikir adalah terasa lebih aman untuk memiliki tanah di bawah kakimu lagi.
Tapi jika tanah itu adalah suatu atap miring berubin bilah-bilah kasar, yang memiliki lebih banyak es pada diri mereka daripada dinding batu tadi, dan kamu berlari melewatinya dalam kecepatan tinggi тАж .
Maka kamu sayangnya keliru.
“Luminos!” teriak Draco.
“Luminos!” teriak Granger.
“Luminos!” teriak Draco.
“Luminos!” teriak Granger.
Sosok di kejauhan mengelak dan tergesa-gesa saat dia berlari, dan tak satu pun tembakan mengenai, tapi mereka semakin mendekat.
Sampai Granger terpeleset.
Itu tak bisa dielakkan, bila dipikir kembali, dalam kehidupan nyata kamu tak bisa benar-benar berlari melewati atap miring berlapis es pada kecepatan tinggi.
Dan juga tak bisa terelakkan, karena itu terjadi tanpa sedikit pun pemikiran, Draco berputar dan meraih lengan kanan Granger, dan dia menangkapnya, hanya saja dia sudah terlalu kehilangan keseimbangan, dia terjatuh dan menarik Draco bersamanya, itu semua terjadi begitu cepatтАУ
Ada suatu hantaman keras, menyakitkan, bukan hanya berat Draco menghantam atap tapi sebagian dari berat Granger juga, dan jika dia menghantam sedikit lebih dekat lagi saja ke ujung mereka bisa selamat, tapi sebaliknya tubuhnya miring lagi dan kaki-kakinya terpeleset dan tangannya yang lain meraih dengan panik тАж .
Dan seperti itulah bagaimana Draco pada akhirnya menggenggam tangan Granger dalam cengkeraman putih, selagi tangan Hermione yang lain mencengkeram dengan panik pada ujung atap dan ibu jari kaki sepatu Draco menggali ke dalam ujung salah satu ubin atap.
“Hermione!” suara Harry menjerit dari jauh.
“Draco,” bisik suara Granger, dan Draco melihat ke bawah.
Itu bisa jadi adalah suatu kesalahan. Ada banyak udara di bawahnya, tak satu hal pun kecuali udara, mereka ada di ujung atap yang menjorok ke luar dari dinding batu utama Hogwarts.
“Dia akan datang menyelamatkanku,” bisik si gadis, “tapi pertama-tama dia akan melemparkan Luminos pada kita berdua, tak mungkin dia tidak. Kau harus melepaskanku.”
Itu harusnya adalah hal termudah di dunia.
Dia hanyalah seorang darah lumpur, hanya seorang darah lumpur, hanya seorang darah lumpur!
Dia bahkan tak akan terluka!
тАж otak Draco tak mendengarkan pada apa pun yang Draco coba katakan padanya saat ini.
“Lakukan,” bisik Hermione Granger, matanya membara tanpa satu pun jejak ketakutan, “lakukan, Draco, lakukan, kau bisa mengalahkannya sendiri kita harus menang Draco!”
Ada suatu suara dari seseorang berlari dan itu datang mendekat.
Oh, bersikaplah rasional …
Suara di kepala Draco terdengar teramat mirip dengan pelajaran Harry Potter.
тАж apakah kamu akan membiarkan otakmu menjalankan kehidupanmu?
*
Kelanjutan, 1:
Membutuhkan sedikit usaha untuk Daphne Greengrass supaya menjaga dirinya tetap diam, saat Millicent Bulstrode mengisahkan ulang cerita itu dalam ruang rekreasi gadis Slytherin (suatu tempat keren nyaman di dalam dungeon yang berada di bawah Danau Hogwarts, dengan ikan berenang melewati tiap jendela, dan sofa-sofa yang bisa jadi tempatmu berbaring jika kamu mau). Sebagian besar karena, dalam pendapat Daphne, itu adalah suatu cerita yang benar-benar bagus tanpa seluruh penyempurnaan Millicent.
“Dan kemudian apa?” kesiap Flora dan Hestia Carrow.
“Jenderal Granger melihat kepadanya,” kata Millicent dengan dramatis, “dan katanya, ‘Draco! Kamu harus melepaskanku! Jangan khawatir atas keadaanku, Draco, aku janji aku akan baik-baik saja! Dan apa menurutmu yang Malfoy lakukan waktu itu?”
“Dia berkata ‘Tak akan!’,” sahut Charlotte Wiland, “dan menggenggam bahkan lebih ketat!”
Seluruh gadis yang mendengarkan kecuali Pansy Parkinson mengangguk.
“Tidak!” kata Millicent. “Dia menjatuhkannya. Dan kemudian dia melompat dan menembak Jenderal Potter. Tamat.”
Ada jeda tertegun.
“Kau tak bisa melakukan itu!” kata Charlotte.
“Dia seorang darah lumpur,” kata Pansy, terdengar bingung. “Tentu saja dia melepaskannya!”
“Yah, Malfoy harusnya tak meraihnya pada awalnya, kalau begitu!” kata Charlotte. “Tapi begitu dia meraihnya, dia harus terus berpegang! Khususnya di hadapan suatu kebinasaan yang mendekat!” Tracey Davis, duduk di sebelah Daphne, mengangguk bersama dalam kesepakatan teguh.
“Aku tak melihat kenapa harus begitu,” kata Pansy.
“Itu karena kau tak memiliki secuil pun keromantisan di dalam dirimu,” kata Tracey. “Lagipula, kamu tak bisa begitu saja menjatuhkan gadis-gadis. Seorang bocah yang menjatuhkan seorang gadis seperti itu тАж dia akan menjatuhkan siapapun. Dia akan menjatuhkanmu, Pansy.”
“Apa maksudmu, menjatuhkanku?” kata Pansy.
Daphne tak bisa menahan lagi. “Kamu tahu,” kata Daphne dengan gelap, “kamu menikmati sarapan satu hari di meja kita, dan hal berikutnya yang kamu tahu, Malfoy melepaskanmu, dan kamu terjatuh dari atas Hogwarts! Itulah apa!”
“Yeah!” kata Charlotte. “Dia adalah seorang penjatuh penyihir!”
“Kalian tahu kenapa Atlantis jatuh?” kata Tracey. “Karena seseorang seperti Malfoy menjatuhkannya, itulah kenapa!”
Daphne menurunkan suaranya. “Bahkan тАж bagaimana jika Malfoylah orang yang membuat Hermione, maksudku Jenderal Granger, terpeleset pada awalnya? Bagaimana jika dia berusaha untuk membuat seluruh Muggleborn terpeleset dan terjatuh?”
“MaksudmuтАУ?” Tracey terkesiap.
“Benar!” kata Daphne dengan dramatis. “Bagaimana jika Malfoy adalahтАУ sang pewaris Slipperin?”
“Pangeran Kejatuhan berikutnya!” kata Tracey.
Yang adalah jauh terlalu bagus sebagai suatu kalimat untuk siapapun simpan bagi dirinya sendiri, sehingga di malam hari kalimat itu tersebar ke seluruh Hogwarts, dan di keesokan hari itu adalah judul utama Quibbler.
*
Kelanjutan, 2:
Hermione memastikan dia sampai ke ruang kelas langganan mereka dengan baik dan awal sore itu, hanya supaya dia akan sendirian, dalam kursi, dengan damai membaca sebuah buku, ketika Harry sampai di sana.
Jika ada cara apa pun untuk sebuah pintu berdecit penuh penyesalan, itulah cara pintu itu berdecit terbuka.
“Um,” kata suara Harry Potter.
Hermione terus membaca.
“Aku, um, minta maaf, aku tak memiliki niat supaya kamu benar-benar terjatuh dari atap atau apa тАж .”
Itu adalah suatu pengalaman yang menghibur, sebenarnya.
“Aku, ah тАж aku tak memiliki banyak pengalaman dalam meminta maaf, aku akan berlutut jika itu yang kamu mau, atau membelikanmu sesuatu yang mahal, Hermione aku tak tahu bagaimana caranya meminta maaf padamu untuk ini apa yang bisa kulakukan beri tahu aku?”
Dia terus membaca buku itu dalam diam.
Bukan seperti dia punya gagasan sedikit pun atas bagaimana Harry bisa meminta maaf, juga.
Saat ini dia yang merasa suatu penasaran aneh atas apa yang akan terjadi jika dia terus membaca bukunya untuk beberapa saat.
*Chapter 42*: Keberanian
“Romantis?” kata Hermione. “Mereka berdua itu laki-laki!”
“Wow,” kata Daphne, terdengar sedikit terkejut. “Maksudmu Muggle memang benar-benar membenci hal semacam itu? Aku kira itu hanya sesuatu yang para Pelahap Maut karang.”
“Tidak,” kata seorang gadis Slytherin yang Hermione tak kenali, “itu benar, mereka harus menikah diam-diam, dan jika mereka sampai ketahuan, mereka akan dibakar di tiang pancang bersama. Dan jika kamu adalah seorang gadis yang berpikir kalau itu romantis, mereka akan membakarmu juga.”
“Itu tak mungkin benar!” protes seorang gadis Gryffindor, selagi Hermione masih mencoba menata apa yang akan dikatakan pada hal itu. “Tak akan ada gadis Muggle yang tersisa!”
Dia terus membaca dengan diam, dan Harry Potter terus mencoba untuk meminta maaf, dan tak lama mulai terpikir oleh Hermione bahwa Harry sudah menyadari, mungkin untuk pertama kali dalam hidupnya, bahwa dia sudah melakukan sesuatu yang menyebalkan; dan bahwa Harry, jelas untuk pertama kali dalam hidupnya, ketakutan bahwa dia sudah kehilangan Hermione sebagai seorang teman; dan Hermione mulai merasa (a) bersalah dan (b) cemas tentang arah dari tawaran Harry yang makin putus asa. Tapi dia masih tak memiliki satu pun gagasan tentang permintaan maaf macam apa yang layak, sehingga dia berkata bahwa para gadis Ravenclaw akan mengambil suara atasnyaтАУdan kali ini dia tidak akan menentukan hasilnya, walau dia tidak menyebutkan bagian ituтАУyang atasnya Harry seketika menyetujui.
Pada hari berikutnya, nyaris setiap gadis Ravenclaw di atas umur tiga belas memilih untuk membuat Draco menjatuhkan Harry.
Hermione merasa sedikit kecewa bahwa berakhir sesederhana itu, walau itu jelas sesuatu yang adil.
Saat ini, bagaimanapun juga, berdiri di luar pintu-pintu besar kastil di tengah setengah populasi wanita di Hogwarts, Hermione mulai mencurigai bahwa ada hal-hal yang terjadi di sini yang dia tak pahami dan yang dia sangat-sangat harap tak satu pun sesama jenderalnya pernah dengar tentangnya.
*
Kamu tak benar-benar bisa melihat detailnya dari atas, hanya fakta umum bahwa lautan wajah-wajah wanita yang berharap.
“Kau tak memiliki sedikit pun gagasan tentang apa semua ini, benar?” kata Draco, terdengar terhibur.
Harry sudah membaca cukup jumlah buku yang dia harusnya tak baca, tak perlu disebut beberapa judul utama Quibbler.
“Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup membuat Draco Malfoy hamil?” kata Harry.
“Oke, kamu memang tahu tentang apa semua ini,” kata Draco. “Aku kira Muggle membenci itu?”
“Hanya mereka yang bodoh,” kata Harry. “Tapi, um, bukankah kita, uh, sedikit muda?”
“Tidak terlalu muda untuk mereka,” kata Draco. Dia mendengus. “Gadis-gadis!”
Mereka dengan diam berjalan menuju ujung atap.
“Jadi aku melakukan ini untuk balas dendam atasmu,” kata Draco, “tapi kenapa kamu melakukan ini?”
Pikiran Harry membuatu suatu kalkulasi kilat, menimbang-nimbang faktornya, apakah itu terlalu cepat тАж .
“Jujur?” kata Harry. “Karena aku memang bermaksud membuatnya memanjat dinding es, tapi aku tak bermaksud membuatnya terjatuh dari atap. Dan, um, aku memang merasa benar-benar buruk tentang itu. Maksudku, aku kira aku benar-benar mulai melihatnya sebagai rival bersahabat setelah beberapa saat. Jadi ini memang suatu permintaan maaf yang sebenarnya untuknya, bukan suatu rencana atau apa.”
Ada suatu jeda.
KemudianтАУ
“Yeah,” kata Draco. “Aku mengerti.”
Harry tak tersenyum. Itu bisa jadi nonsenyum tersulit dalam hidupnya.
Draco melihat ke ujung atap, dan membuat suatu wajah. “Ini akan jadi jauh lebih sulit untuk melakukannya dengan sengaja daripada karena kecelakaan, bukan begitu.”
*
Tangan Harry yang lain memegang atap dalam suatu gengaman yang ketakutan secara refleks, jari-jarinya putih pada batu dingin, menggigil.
Kau bisa mengetahui dengan pikiran sadarmu bahwa kamu sudah meminum Ramuan Jatuh-Bulu. Mengetahuinya dengan pikiran bawah sadarmu adalah hal yang benar-benar berbeda sama sekali.
Itu sama mengerikannya seperti yang sudah Harry pikirkan terasa pada Hermione, yang memang adil.
“Draco,” kata Harry, mengendalikan suaranya tidaklah mudah, tapi para gadis Ravenclaw sudah memberinya suatu naskah, “Kau harus melepaskanku!”
“Oke!” kata Draco, dan melepaskan tangan Harry.
Tangan Harry yang lain menggapai ke ujungnya, dan kemudian, tanpa satu pun keputusan yang terbuat, jari-jarinya gagal, dan Harry terjatuh.
Ada suatu saat singkat ketika perut Harry mencoba melompat ke tenggorokannya, dan tubuhnya mencoba mati-matian mengorientasikan dirinya sendiri dalam ketiadaan cara apa pun untuk melakukan hal itu.
Ada suatu saat singkat ketika Harry bisa merasakan Ramuan Jatuh-Bulu menunjukkan efeknya, mulai memperlambatnya, semacam perasaan meluncur, berbantal.
Dan kemudian sesuatu menarik Harry dan dia melaju turun lagi lebih cepat dari gravitasiтАУ
Mulut Harry sudah mulai terbuka dan mulai menjerit ketika sebagian dari otaknya mencoba untuk memikirkan sesuatu yang kreatif yang bisa dia lakukan, sebagian dari otaknya mencoba mengkalkulasi seberapa banyak waktu yang dia miliki untuk jadi kreatif, dan suatu bagian kecil dari bagian otaknya menyadari bahwa dia bahkan tak akan menyelesaikan penghitungan waktu yang tersisa sebelum dia menghantam tanahтАУ
*
Harry mati-matian mencoba mengendalikan engahannya, dan tak membantunya mendengar jeritan dari seluruh gadis, sekarang terbaring dalam timbunan di tanah dan masing-masing.
“Demi langit,” kata si pria tak dikenal, dia yang berpakaian tua dan wajah berbekas luka samar, yang memegang Harry di tangannya. “Dari seluruh cara yang kubayangkan kita akan bertemu lagi suatu hari, aku tak mengharapkan bahwa kamu akan terjatuh dari langit.”
Harry mengingat hal terakhir yang dia lihat, tubuh yang terjatuh, dan berhasil terkesiap, “Profesor тАж Quirrell тАж .”
“Dia akan baik-baik saja setelah beberapa jam,” kata si pria tak dikenal yang memegang Harry. “Dia hanya kelelahan. Aku tak akan mengira itu mungkin тАж dia pasti sudah merobohkan dua ratus murid hanya untuk memastikan dia mendapatkan siapapun yang melemparkan kutukan padamu тАж .”
Dengan lembut, si pria meletakkan Harry tegak di tanah, menyangganya untuk sesaat.
Harry dengan hati-hati menyeimbangkan diri, dan mengangguk pada pria itu.
Dia melepaskan, dan Harry segera terjatuh.
Si pria membantunya bangkit lagi. Memastikan, setiap waktu, untuk berdiri di antara Harry dan para gadis yang saat ini mengangkat diri mereka sendiri dari tanah, kepalanya dengan konstan melihat ke arah itu.
“Harry,” si pria berkata dalam diam, dan sangat serius, “apakah kamu memiliki satu pun gagasan yang mana dari para gadis ini yang mungkin ingin membunuhmu?”
“Bukan pembunuhan,” kata satu suara yang tegang. “Hanya kebodohan.”
Kali ini adalah si pria tak dikenal yang terasa nyaris terjatuh, keterkejutan murni di wajahnya.
Profesor Quirrell sudah terduduk dari tempatnya terjatuh di rumput.
“Demi langit!” si pria terkesiap. “Kau harusnya tidakтАУ”
“Tn. Lupin, kekhawatiranmu salah tempat. Tidak ada penyihir, tak peduli seberapa kuat, melemparkan Mantra semacam itu hanya dengan kekuatan. Kamu harus melakukannya dengan menjadi efisien.”
Meski begitu, Profesor Quirrell tak berdiri.
“Terima kasih,” bisik Harry. Dan kemudian, “Terima kasih,” pada si pria yang berdiri di sampingnya juga.
“Apa yang terjadi?” kata si pria.
“Aku harusnya bisa memperkirakannya sendiri,” kata Profesor Quirrell, suaranya tajam dengan ketidaksetujuan. “Sejumlah gadis mencoba memanggil Tn. Potter terjatuh ke tangan mereka sendiri. Secara individu, kukira, mereka semua berpikir kalau mereka melakukannya dengan lembut.”
Oh.
“Anggap itu suatu pelajaran dalam kesiapsiagaan, Tn. Potter,” kata Profesor Quirrell. “Misalkan aku tidak bersikeras bahwa ada lebih dari satu saksi dewasa dalam kejadian kecil ini, dan bahwa kita berdua mengeluarkan tongkat sihir kami, Tn. Lupin tak akan ada untuk memperlambat jatuhmu setelahnya, dan kamu akan terluka parah.”
“Sir!” kata si priaтАУTn. Lupin, sepertinya. “Kau harusnya tak mengatakan hal semacam itu pada si bocah!”
“SiapaтАУ” Harry mulai berkata.
“Satu-satunya orang lain yang memiliki waktu untuk mengawasi, di samping diriku sendiri,” kata Profesor Quirrell. “Aku perkenalkanmu pada Remus Lupin, yang ada di sini sementara untuk mengajarkan para murid Mantra Patronus. Walau aku diberi tahu bahwa kalian berdua sudah pernah bertemu.”
Harry mempelajari pria itu, kebingungan. Dia harusnya mengingat wajah berbekas luka samar itu, senyuman aneh, lembut itu.
“Di mana kita pernah bertemu?” kata Harry.
“Di Godric’s Hollow,” kata si pria. “Aku mengganti beberapa popokmu.”
*
Kantor sementara Tn. Lupin adalah suatu ruangan batu kecil dengan suatu meja kayu kecil, dan Harry tak bisa melihat apa pun dari apa yang Tn. Lupin sedang duduki, menandakan bahwa itu adalah suatu bangku kecil sama seperti salah satu di depan mejanya. Harry menebak bahwa Tn. Lupin tak akan ada di Hogwarts untuk waktu lama, atau banyak memakai kantor ini, dan dengan demikian dia memberi tahu para peri rumah untuk tak membuang-buang tenaga. Itu menunjukkan sesuatu tentang orang macam apa hingga dia mencoba tak mengganggu peri rumah. Secara khusus, itu menunjukkan bahwa dia Diseleksi ke dalam Hufflepuff, karena, sejauh yang Harry tahu, Hermione adalah satu-satunya non-Hufflepuff yang khawatir tentang mengganggu peri rumah. (Harry sendiri berpikir kalau keraguan Hermione cukup menggelikan. Siapapun yang menciptakan peri rumah pada awalnya adalah jahat tak terkatakan, jelas; tapi itu tak berarti bahwa Hermione sedang melakukan hal yang benar saat ini dengan menyangkal makhluk yang memiliki kesadaran dari pekerjaan menjemukan yang mereka sudah dibentuk untuk nikmati.)
“Tolong duduk, Harry,” si pria berkata dengan pelan. Jubah formalnya berkualitas rendah, tak benar-benar compang-camping, tapi jelas terlihat usang oleh berlalunya waktu dalam suatu cara yang Mantra Perbaikan sederhana tak bisa perbaiki; lusuh adalah kata yang terpikir. Dan meski begitu, entah bagaimana, ada suatu martabat atasnya yang tak bisa diperoleh oleh jubah-jubah halus dan mahal, itu tak akan cocok dengan jubah-jubah bagus, itu adalah sifat eksklusif dari lusuh itu. Harry sudah pernah mendengar tentang kerendahan hati, tapi dia tak pernah melihat hal nyatanya sebelumnyaтАУhanya kesopanan dari orang-orang yang mengira kalau itu adalah bagian dari gaya mereka dan mengingingkanmu untuk memperhatikannya.
Harry duduk di kursi kayu kecil itu di depan meja pendek Tn. Lupin.
“Terima kasih untuk datang,” kata si pria.
“Tidak, terima kasih karena menyelamatkanku,” kata Harry. “Beri tahu aku jika kamu suatu saat memerlukan sesuatu yang mustahil untuk diselesaikan.”
Si pria terlihat bimbang. “Harry, bisakah aku тАж menanyakan suatu pertanyaan personal?”
“Kamu boleh bertanya, jelas,” kata Harry. “Aku memiliki banyak pertanyaan untukmu, juga.”
Tn. Lupin mengangguk. “Harry, apakah orangtua tirimu memperlakukanmu dengan baik?”
“Orangtuaku,” kata Harry. “Aku memiliki empat. Michael, James, Petunia, dan Lily.”
“Ah,” kata Tn. Lupin. Dan kemudian, “Ah” lagi. Dia sepertinya berkedip cukup keras. “Aku тАж senang mendengarnya, Harry, Dumbledore tak memberi tahu siapapun dari kami di mana kamu тАж aku takut dia mungkin berpikir kalau kamu harus memiliki orangtua tiri yang jahat, atau sejenis itu тАж .”
Harry tak yakin kekhawatiran Tn. Lupin sudah salah tempat, mengingat pertemuan pertamanya sendiri dengan Dumbledore; tapi itu semua berakhir dengan cukup baik, jadi dia tak mengatakan apa pun. “Bagaimana dengan тАж ” Harry mencari satu kata yang tak mengangkat mereka lebih tinggi atau menempatkan mereka lebih rendah тАж “orangtuaku yang lain? Aku ingin tahu, yah, semuanya.”
“Suatu permintaan yang sulit,” kata Tn. Lupin. Dia mengusapkan satu tangan di keningnya. “Yah, mari kita mulai pada awalnya. Ketika kamu lahir, James sebegitu bahagia hingga dia tak bisa memegang tongkat sihirnya tanpa itu berpendar emas, selama seminggu penuh. Dan bahkan setelah itu, kemana saja dia menggendongmu, atau melihat Lily menggendongmu, atau hanya memikirkanmu, itu akan terjadi lagiтАУ”
*
Sesekali Harry akan melihat ke arah jamnya, dan mendapati bahwa tiga puluh menit lain sudah berlalu. Dia merasa sedikit tak enak tentang membuat Remus melewatkan makan malam, khususnya karena Harry sendiri bisa kembali lagi ke 7 PM nanti, tapi itu tidaklah cukup untuk menghentikan mereka berdua.
Akhirnya Harry menaikkan cukup keberanian untuk menanyakan pertanyaan penting itu, selagi Remus ada di tengah-tengah suatu ceramah panjang tentang keluarbiasaan Quidditch James yang Harry tak bisa menemukan hati untuk meremukkannya secara lebih langsung.
“Dan itulah saat,” kata Remus, matanya berbinar cerah, “James melakukan triple reverse Mulhanney Dive dengan ekstra backspin! Seluruh penontong menggila, bahkan beberapa dari Hufflepuff bersorakтАУ”
Aku kira kamu pasti ada di sana, pikir HarryтАУbukannya tentang memang ada di sana akan membantu dalam cara apa punтАУdan berkata, “Tn. Lupin?”
Sesuatu tentang suara Harry pasti menggapai si pria, karena dia berhenti di tengah kalimat.
“Apakah ayahku seorang penindas?” kata Harry.
Remus melihat ke arah Harry untuk suatu saat yang lama. “Untuk beberapa waktu,” kata Remus. “Dia tumbuh keluar darinya cukup cepat. Dari mana kamu mendengar itu?”
Harry tak menjawab, dia mencoba untuk memikirkan sesuatu yang benar yang akan mengalihkan kecurigaan, tapi dia tak berpikir cukup cepat.
“Tak apa,” kata Remus, dan menghela napas. “Aku bisa menebak siapa.” Wajah yang berbekas luka samar itu tercubit dalam ketidaksetujuan. “Betapa hal untuk diberitahukanтАУ”
“Apakah ayahku memiliki keadaan meringankan apa pun?” kata Harry. “Kehidupan rumah yang buruk, atau sesuatu seperti itu? Atau apakah dia тАж memang biasanya jahat?” Dingin?
Tangan Remus menyapu rambutnya ke belakang, gerakan gugup pertama yang Harry lihat darinya. “Harry,” kata Remus, “kau tidak bisa menghakimi ayahmu dari apa yang dia lakukan sewaktu dia bocah!”
“Aku seorang bocah,” kata Harry, “dan aku menghakimi diriku sendiri.”
Remus berkedip dua kali pada hal itu.
“Aku ingin tahu kenapa,” kata Harry. “Aku ingin memahami, karena untukku, sepertinya tak ada alasan yang mungkin atas hal itu!” Suaranya bergetar sedikit. “Tolong beri tahu aku apa pun yang kau tahu tentang kenapa dia melakukannya, bahkan bila itu tak terdengar baik.” Supaya aku sendiri tak terjatuh ke dalam perangkap yang sama, apa pun itu.
“Itu adalah hal yang dilakukan jika kamu ada di Gryffindor,” kata Remus, perlahan, dengan bimbang. “Dan тАж aku tak berpikir demikian waktu itu, aku kira adalah kebalikannya, tapi тАж bisa jadi Black yang membuat James masuk ke dalamnya, sebenarnya тАж Black ingin sekali menunjukkan pada semua orang bahwa dia melawan Slytherin, kau tahu, kami semua ingin percaya kalau darah bukanlah takdirтАУ”
*
“Tidak, Harry,” kata Remus. “Aku tak tahu kenapa Black mengejar Peter bukannya lari. Seolah-olah Black membuat tragedi hanya demi tragedi pada hari itu.” Suara pria itu tak stabil. “Tak ada petunjuk, tak ada peringatan, kami semua mengiraтАУuntuk berpikir kalau dia adalah yangтАУ” suara Remus terpotong.
Harry menangis, dia tak bisa melakukan apa pun, adalah lebih sakit mendengarnya dari Remus daripada yang pernah dia rasakan sendiri. Harry sudah kehilangan dua orangtua yang dia tak ingat, kenal hanya dari cerita-cerita. Remus Lupin sudah kehilangan keempat sahabatnya dalam kurang dari dua puluh empat jam; dan untuk kehilangan satu yang terakhir, Peter Pettigrew, tidak ada alasan sama sekali.
“Sesekali masih sakit memikirkannya ada di Azkaban,” Remus menyelesaikan, suaranya nyaris berupa bisikan. “Aku lega, Harry, bahwa para Pelahap Maut tak diizinkan memperoleh pengunjung. Itu artinya aku tak harus merasa malu karena tak pergi.”
Harry harus menelan keras beberapa kali sebelum dia bisa berbicara. “Bisakah kau memberitahuku tentang Peter Pettigrew? Dia adalah teman ayahku, dan sepertinyaтАУaku harus tahu, bahwa aku harus mengingatтАУ”
Remus mengangguk, air berkilau di matanya sendiri sekarang. “Aku pikir, Harry, bahwa jika Peter mengetahui kalau itu akan berakhir seperti ituтАУ” suara si pria tersedak. “Peter lebih takut terhadap Pangeran Kegelapan dari siapapun dari kami, dan jika dia mengetahui kalau akan berakhir dalam cara itu, aku tak berpikir dia akan melakukannya. Tapi Peter mengatahui resikonya, Harry, dia mengetahui resiko itu nyata, bahwa itu bisa terjadi, dan tetap dia bertahan di samping James dan Lily. Sepanjang Hogwarts aku biasanya bertanya-tanya kenapa Peter tidak diseleksi ke dalam Slytherin, atau mungkin Ravenclaw, karena Peter begitu mengagumi rahasia-rahasia, dia tak bisa menahannya, dia akan mencari tahu hal-hal tentang orang-orang, hal-hal yang mereka ingin tetap tersembunyiтАУ” Suatu pandangan masam singkat melintasi wajah Remus. “Tapi dia tidak menggunakan rahasia-rahasia itu, Harry. Dia hanya ingin tahu. Dan kemudian bayangan Pangeran Kegelapan terjatuh atas semuanya, dan Peter berdiri di samping James dan Lily dan menempatkan talentanya untuk kebaikan, dan aku memahami kenapa si Topi menempatkannya ke Gryffindor.” Suara Remus sengit sekarang, dan bangga. “Adalah mudah untuk berdiri di samping teman-temanmu jika kamu adalah seorang pahlawan seperti Godric, berani dan kuat seperti yang orang-orang pikir harusnya seorang Gryffindor. Tapi jika Peter lebih takut dari yang mana saja dari kami, tidakkah itu juga membuatnya yang paling berani?”
“Memang,” kata Harry. Suaranya sendiri tercekat sampai dia nyaris tak bisa berbicara. “Jika anda bisa, Tn. Lupin, jika anda sempat, ada seorang lain yang aku pikir harus mendengar kisah Peter Pettigrew, seorang murid dalam tahun pertama Hufflepuff, bernama Neville Longbottom.”
“Putra Alice dan Frank,” kata Remus, suaranya berubah sedih. “Aku mengerti. Ini bukanlah suatu cerita bahagia, Harry, tapi aku bisa menceritakannya lagi, jika kamu pikir itu akan membantunya.”
Harry mengangguk.
Suatu kesunyian singkat terjatuh.
“Apakah Black memiliki urusan tak terselesaikan apa pun dengan Peter Pettigrew?” kata Harry. “Apa pun yang akan membuatnya mencari Tn. Pettigrew, bahkan meskipun itu bukanlah urusan mematikan? Seperti suatu rahasia yang Tn. Pettigrew ketahui, yang Black ingin ketahui sendiri, atau ingin untuk membunuhnya untuk menyembunyikan rahasia itu?”
Sesuatu berkilat di mata Remus, tapi si pria lebih tua menggelengkan kepalanya, dan berkata, “Tidak juga.”
“Itu artinya memang ada sesuatu,” kata Harry.
Senyuman masam itu muncul lagi di bawah kumis kasar itu. “Kamu memiliki sedikit Peter di dalam dirimu sendiri, aku lihat. Tapi itu tidak penting, Harry.”
“Aku seorang Ravenclaw, aku seharusnya tidak melawan godaan rahasia-rahasia. Dan,” kata Harry lebih serius, “jika itu layak untuk Black tertangkap, aku tak bisa menolong kalau itu bisa jadi sesuatu yang penting.”
Remus terlihat cukup tak nyaman. “Aku kira aku bisa memberitahumu ketika kamu lebih tua, tapi sungguh, Harry, itu bukanlah sesuatu yang penting! Hanya sesuatu dari hari-hari sekolah kami.”
Harry tak bisa menempatkan jarinya pada apa yang memberinya petunjuk; itu mungkin sesuatu tentang nada kecemasan yang tepat dalam suara Remus, atau cara si pria mengatakan ketika kamu lebih tua, yang memercikkan lompatan seketika dari intuisi Harry тАж .
“Sebenarnya,” kata Harry, “aku pikir aku sedikit banyak sudah bisa menebaknya, maaf.”
Remus mengangkat alis matanya. “Benarkah?” Dia terdengar sedikit skeptis.
“Mereka dulu sepasang kekasih, bukan begitu?”
Ada suatu jeda canggung.
Remus memberi satu anggukan lambat, serius.
“Sekali,” kata Remus. “Suatu saat yang lalu. Suatu hubungan memilukan, berakhir dalam tragedi yang luas, atau seperti itulah terasa bagi kami semua ketika kami muda.” Kebingungan tak bahagia jelas di wajahnya. “Tapi aku mengira itu sudah lama berakhir dan selesai dan terkubur di bawah persahabatan dewasa, sampai hari di mana Black membunuh Peter.”
Chapter 43: Humanisme, Bg 1
Matahari lembut Januari bersinar di lapangan dingin di luar Hogwarts.
Untuk beberapa murid itu adalah jam belajar, dan yang lain sudah dibiarkan keluar kelas. Para tahun pertama yang sudah mendaftar sedang mempelajari suatu mantra khusus, suatu mantra yang paling baik untuk dipelajari di luar ruangan, di bawah matahari cerah dan suatu langit biru, daripada di dalam batasan ruang kelas mana pun. Kue-kue dan minuman lemon juga dianggap membantu.
Gerakan awal dari mantranya rumit dan akurat; kau menyentakkan tongkat sihirmu sekali, dua kali, tiga kali, dan empat kali dengan sedikit kemiringan pada sudut-sudut relatif yang benar-benar tepat, kau menggerakkan jari telunjuk dan ibu jari pada jarak yang benar-benar tepat тАж .
Kementerian berpikir kalau ini artinya sia-sia untuk mencoba dan mengajarkan siapapun mantra itu sebelum tahun kelima mereka. Ada beberapa kasus yang diketahui dari anak-anak lebih muda yang berhasil mempelajarinya, dan ini dipinggirkan sebagai kasus “jenius”.
Mungkin ini bukanlah suatu cara yang sangat sopan untuk mengungkapkannya, tapi Harry mulai melihat kenapa Profesor Quirrell mengklaim bahwa Komite Kurikulum Kementerian akan memiliki kegunaan yang lebih besar pada para penyihir jika mereka digunakan sebagai limbah timbunan.
Jadi gerakannya rumit dan sulit. Itu tak menghentikanmu dari mempelajarinya saat kamu berumur sebelas. Itu artinya kamu harus jadi ekstra hati-hati dan melatih tiap bagian untuk waktu yang jauh lebih lama dari yang biasanya, cuma itu.
Kebanyakan Mantra yang hanya bisa dipelajari oleh para murid yang lebih tua memang seperti itu karena mereka memerlukan lebih banyak kekuatan sihir daripada yang bisa dikerahkan oleh murid muda mana pun. Tapi Mantra Patronus bukanlah seperti itu, itu tidaklah sukar karena itu memerlukan terlalu banyak sihir, itu sukar karena itu memerlukan lebih dari sekadar sihir.
Itu memerlukan perasaan hangat, bahagia yang kamu jaga tetap dekat dengan hatimu, ingatan cinta, suatu kekuatan jenis berbeda yang tak kamu butuhkan untuk mantra-mantra biasa.
Harry menyentakkan tongkat sihirnya sekali, dua kali, tiga kali dan empat kali, menggerakkan jari-jarinya tepat pada jarak yang benar тАж .
“Semoga sukses di sekolah, Harry. Apakah menurutmu aku sudah membelikanmu cukup buku?”
“Kamu tak akan pernah punya cukup buku тАж tapi kamu jelas berusaha, itu adalah usaha yang sangat, sangat, sangat bagus тАж .”
Itu membawa air mata ke dalam matanya, pertama kali Harry mengingat dan mencoba menempatkkannya ke dalam mantra.
Harry membawa tongkat sihirnya naik dan berputar dan mengacungkannya, suatu gerakan yang tak harus tepat, hanya tegas dan menentang.
“Expecto Patronum!” teriak Harry.
Tak ada yang terjadi.
Tak sekedip cahaya pun.
Ketika Harry mengangkat wajah, Remus Lupin masih mempelajari tongkat sihirnya, suatu pandangan yang cukup terganggu di wajahnya yang berbekas luka samar.
Akhirnya Remus menggelengkan kepalanya. “Aku minta maaf, Harry,” si pria berkata dengan pelan. “Gerakan tongkatmu sudah benar-benar tepat.”
Dan tak ada sekedip cahaya pun di tempat lain, juga, karena seluruh tahun pertama lain yang harusnya melatih Mantra Patronus mereka malah melirik di sudut mata mereka ke arah Harry.
Air mata mengancam untuk kembali lagi ke mata Harry, dan itu bukanlah air mata bahagia. Dari seluruh hal, dari seluruhnya, Harry tak pernah mengharapkan ini.
Ada sesuatu yang benar-benar memalukan tentang diberi tahu kalau kamu tak cukup bahagia.
Apa yang Anthony Goldstein miliki di dalam dirinya yang Harry tak miliki, yang membuat tongkat sihir Anthony bersinar dengan cahaya cerah itu?
Apakah Anthony lebih mencintai ayahnya?
“Pikiran apa yang kau pakai untuk melemparkannya?” kata Remus.
“Ayahku,” kata Harry, suaranya bergetar. “Aku memintanya untuk membelikanku beberapa buku sebelum aku datang ke Hogwarts, dan dia membelikanku, dan seluruh buku itu harganya mahal, dan kemudian dia bertanya padaku apakah semua itu cukupтАУ”
Harry tak mencoba untuk menjelaskan tentang motto keluarga Verres.
“Beristirahatlah sebelum kamu mencoba ingatan yang lain, Harry.” kata Remus. Dia mengisyaratkan ke arah tempat di mana para murid lain yang duduk di tanah, terlihat kecewa atau malu atau menyesal. “Kau tak akan bisa melemparkan Mantra Patronus selagi kamu merasa malu atau tak cukup bersyukur.” Ada perasaan iba lembut dalam suara Tn. Lupin, dan untuk sesaat, Harry merasa seperti dia menabrak sesuatu.
Tetapi Harry berbalik, dan menguntit ke tempat di mana para gagal lain sedang duduk. Para murid lain yang gerakan tongkatnya juga dinyatakan sempurna, dan yang sekarang harusnya mencari pikiran-pikiran lebih bahagia; dari kelihatannya mereka tak membuat cukup banyak kemajuan. Ada banyak jubah-jubah yang berpotongan biru tua, dan sekumpul yang merah, dan satu gadis Hufflepuff yang masih menangis. Para Slytherin bahkan tak repot-repot menampakkan diri, kecuali untuk Daphne Greengrass dan Tracey Davis, yang masih mencoba untuk mendalami gerakannya.
Harry terjatuh ke atas kebekuan mati dari rumput musim dingin, di sebelah murid yang kegagalannya paling mengejutkan Harry.
“Jadi kamu tak bisa melakukannya juga,” kata Hermione. Dia melarikan diri dari lapangan pada awalnya, tapi dia kembali lagi setelahnya, dan kamu harus melihat dekat-dekat pada mata memerahnya untuk mengetahui kalau dia baru saja menangis.
“Aku,” kata Harry, “aku, aku mungkin merasa jauh lebih buruk atasnya jika kamu tidak gagal, kau adalah orang, terbaik yang kutahu, yang pernah kutemui, Hermione, dan jika kamu juga tak bisa melakukannya, itu artinya aku mungkin masih, masih baik тАж .”
“Aku harusnya masuk saja ke Gryffindor,” bisik Hermione. Dia berkedip keras beberapa kali, tapi dia tak menyeka matanya.
*
Si bocah dan si gadis berjalan maju bersama, jelas tidak berpegangan tangan, tapi masing-masing mengambil semacam kekuatan dari kehadiran yang lain, sesuatu yang membuat mereka mengabaikan bisikan-bisikan dari kawan setahun mereka, saat mereka berjalan menyusuri lorong mendekati pintu-pintu besar Hogwarts.
Harry tak mampu melemparkan Mantra Patronus tak peduli pikiran bahagia apa yang dia coba. Orang-orang sepertinya tak terkejut oleh itu, yang membuatnya jauh lebih buruk. Hermione tak mampu melakukannya juga. Orang-orang sangat terkejut oleh itu, dan Harry sudah melihatnya mulai mendapatkan pandangan samping yang sama seperti yang Harry dapatkan. Para Ravenclaw lain yang gagal tidak mendapatkan pandangan itu. Tapi Hermione adalah Jenderal Sunshine, dan para penggemarnya memperlakukan hal itu seolah dia mengecewakan mereka, entah bagaimana, seakan-akan dia melanggar sebuah janji yang tak pernah dia buat.
Keduanya pergi ke perpustakan untuk meneliti Mantra Patronus, yang adalah cara Hermione untuk menghadapi penderitaan, seperti yang juga biasa dilakukan Harry. Belajar, mencari tahu, mencoba untuk memahami kenapa тАж .
Buku-buku itu sudah mengkonfirmasi apa yang sang Kepala Sekolah sudah beri tahu Harry; sering kali, para penyihir yang tak bisa melemparkan Mantra Patronus dalam latihan akan mampu melakukannya di hadapan Dementor nyata, melompat dari kegagalan sampai ke Patronus korporeal penuh. Itu menantang seluruh logika, aura ketakutan Dementor harusnya membuat lebih sukar untuk memegang suatu pikiran bahagia; tapi itulah kenyataannya.
jadi mereka berdua akan memberi satu usaha terakhir, tak mungkin masing-masing dari mereka tak memberikan satu usaha terakhir.
Itu adalah hari di mana Dementor datang ke Hogwarts.
Lebih awal, Harry melepas Transfigurasi atas batu ayahnya dari tempatnya biasa bertengger di cincin jari kelingkingnya dalam bentuk batu berlian kecil, dan menempatkan batu kelabu besar itu kembali ke dalam kantongnya. Hanya untuk jaga-jaga semisal sihir Harry gagal sepenuhnya, ketika dia menghadapi yang tergelap dari semua makhluk.
Harry sudah mulai merasa pesimis, dan dia bahkan masih belum ada di depan Dementor.
“Aku bertaruh kalau kamu bisa melakukannya dan aku tak bisa,” kata Harry dalam bisikan. “Aku bertaruh kalau itulah yang akan terjadi.”
“Ini terasa salah untukku,” kata Hermione, suaranya bahkan lebih pelan dari suara Harry. “Aku mencobanya pagi ini dan aku menyadari. Ketika aku melakukan acungan pada bagian akhir, bahkan sebelum aku mengatakan kata-katanya, itu terasa salah.”
Harry tak mengatakan apa pun. Dia merasakan hal yang sama, tepat pada awalnya, walaupun memerlukan lima usaha lain memakai lima pikiran bahagia lain sebelum dia bisa mengakui itu pada dirinya sendiri. Tiap kali dia mencoba mengacungkan tongkat sihirnya, itu terasa kosong; mantra yang dia coba pelajari tak cocok dengannya.
“Itu tak berarti kalau kita akan menjadi Penyihir Kegelapan,” kata Harry. “Banyak orang-orang yang tak bisa melemparkan Mantra Patronus yang bukan seorang Penyihir Kegelapan. Godric Gryffindor bukan seorang Penyihir Kegelapan тАж .”
Godric sudah mengalahkan banyak Pangeran Kegelapan, bertarung untuk melindungi rakyat biasa dari para Keluarga Terhormat dan para Muggle dari para penyihir. Dia memiliki banyak sahabat baik dan tulus, dan kehilangan tak lebih dari setengah dari mereka dalam suatu tujuan baik atau lainnya. Dia mendengarkan jeritan mereka yang terluka, dalam bala tentara yang dia angkat untuk membela mereka yang tak bersalah; para penyihir muda penuh keberanian berbaris atas panggilannya, dan dia yang kuburkan setelahnya. Sampai akhirnya, ketika sihirnya pada akhirnya mulai menghilang dalam usia tuanya, dia membawa bersama tiga penyihir paling kuat lain di eranya untuk membangun Hogwarts dari tanah kosong; satu pencapaian besar atas nama Godric yang bukan tentang perang, perang apa pun, tak peduli seberapa adil. Adalah Salazar, dan bukan Godric, yang mengajarkan kelas Pertempuran Sihir yang pertama. Godric mengajarkan kelas Hogwarts yang pertama dalam Herbologi, sihir tetumbuhan hidup hijau.
Pada hari terakhirnya dia tak pernah bisa melemparkan Mantra Patronus.
Godric Gryffindor adalah seorang yang baik, bukan satu yang bahagia.
Harry tak mempercayai kegelisahan, dia tak tahan membaca tentang pahlawan galau, dia mengenal satu milyar orang lain di dunia yang akan memberikan apa pun untuk bertukar tempat dengannya, dan тАж .
Dan dalam ranjang kematiannya, Godric memberi tahu Helga (karena Salazar sudah meninggalkannya, dan Rowena meninggal lebih dulu) bahwa dia tak menyesali satu pun dari semua itu, dan dia tidak memperingatkan para muridnya untuk tidak mengikuti jejaknya, tak satu pun yang pernah mengatakan dia menyuruh siapapun untuk tak mengikuti jejaknya. Jika itu adalah hal yang benar untuk dia lakukan, maka dia tak akan menyuruh mereka yang lain untuk memilih dengan salah, bahkan tidak juga murid termuda di Hogwarts. Dan juga untuk mereka yang memang mengikuti jejaknya, dia harap mereka akan mengingat bahwa Gryffindor sudah memberi tahu Asramanya bahwa adalah tak masalah untuk mereka menjadi lebih bahagia dari dia. Bahwa merah dan emas akan menjadi warna hangat cerah, mulai sekarang.
Dan Helga berjanji padanya, tersedu, bahwa ketika dia menjadi Kepala Sekolah dia akan memastikannya.
Sesudah mana Godric akhirnya meninggal, dan tak meninggalkan hantu di belakangnya; dan Harry mendorong buku itu kembali ke Hermione dan berjalan menjauh sedikit, supaya dia tak melihatnya menangis.
Kau tak akan berpikir bahwa sebuah buku dengan suatu judul tak bersalah seperti “Mantra Patronus: Para Penyihir yang Mampu dan Tidak Mampu” akan jadi buku paling menyedihkan yang pernah Harry baca.
Harry … .
Harry tak menginginkannya.
Untuk ada di buku itu.
Harry tak menginginkannya.
Seluruh isi sekolah lainnya rasanya hanya berpikir bahwa Tak Ada Patronus artinya Orang Jahat, mudah dan sederhana. Entah bagaimana fakta bahwa Godric Gryffindor juga tak mampu melemparkan Mantra Patronus sepertinya tidak diulangi. Mungkin orang-orang tidak membicarakan tentangnya untuk menghormati permintaan terakhirnya, Fred dan George mungkin tidak tahu dan Harry jelas tak akan memberi tahu mereka. Atau mungkin para gagal lain tak menyebutkannya karena adalah tak terlalu memalukan, kehilangan lebih kecil atas kebanggaan dan status, untuk dianggap Gelap daripada tak bahagia.
Harry melihat bahwa Hermione, di sebelahnya, berkedip dengan keras; dan dia bertanya-tanya apakah dia memikirkan tentang Rowena Ravenclaw, yang juga mencintai buku.
“Oke,” bisik Harry. “Pikiran yang lebih bahagia. Jika kamu memang sampai pada bentuk Patronus korporeal penuh, menurutmu akan jadi seperti apa binatangmu?”
“Seekor berang-berang,” kata Hermione seketika.
“Seekor berang-berang?” bisik Harry tertegun.
“Ya, seekor berang-berang,” kata Hermione. “Bagaimana denganmu?”
“Alap-alap kawah,” kata Harry tanpa keraguan. “Dia bisa terjun lebih cepat dari tiga ratus kilometer per jam, itu adalah makhluk tercepat.” Alap-alap kawah adalah binatang favorit Harry dari dulu. Harry bertekad untuk menjadi seorang Animagus suatu hari, hanya untuk memperoleh bentuk itu sebagai bentuknya, dan terbang dengan kekuatan sayapnya sendiri, dan melihat tanah di bawah dengan mata yang lebih tajam тАж . “Tapi kenapa seekor berang-berang?”
Hermione tersenyum, tapi tak mengatakan apa pun.
Dan pintu-pintu lebar Hogwarts berayun terbuka.
Mereka berjalan untuk satu waktu, para anak-anak, melewati suatu jalan yang menuju ke arah hutan tak terlarang, dan melanjutkan untuk menembus hutan itu sendiri. Sang Matahari menurun mendekati cakrawala, bayangan panjang, sinar matahari tersaring melewati cabang-cabang gundul dari pepohonan musim dingin; karena itu adalah Januari, dan para tahun pertama adalah yang terakhir untuk belajar, hari itu.
Kemudian jalurnya berkelok dan mengambil suatu arah yang baru, dan mereka semua melihatnya di kejauhan, bukaan dalam hutan, dan lapangan layu musim dingin, rumput menguning kering memutih oleh sedikit sisa-sisa salju.
Sosok manusia masih kecil pada jarak itu. Kedua titik cahaya putih redup dari Patronus-Patronus para Auror, dan titik cahaya perak yang lebih cerah dari milik Kepala Sekolah, di sebelah sesuatu тАж .
Harry memicingkan mata.
Sesuatu тАж .
Itu pastilah murni imajinasi Harry, karena tak mungkin ada cara suatu Dementor bisa menggapai melewati tiga Patronus korporeal, tapi dia mengira dia bisa merasakan sentuhan kekosongan menyapu pikirannya, menyapu tepat pada pusat batin lembut dalam dirinya tanpa mempedulikan penghalang Occlumency.
*
Seamus Finnigan pucat pasi dan bergetar saat dia bergabung kembali dengan para murid yang berseliweran di atas rumput-rumput layu dan berbercak salju. Mantra Patronus Seamus berhasil, tapi tetap ada jeda itu di dalam selang waktu ketika sang Kepala Sekolah menghilangkan Patronusnya sendiri dan ketika kamu harusnya melemparkan milikmu sendiri, ketika kamu menghadapi ketakutan si Dementor tak terlindungi.
Jauh sampai dua puluh detik paparan pada lima langkah adalah jelas aman, bahkan untuk seorang penyihir berumur sebelas tahun dengan daya tahan lemah dan otak yang masih berkembang. Ada banyak varian tentang seberapa keras kekuatan si Dementor menghantam orang-orang, yang adalah hal lain yang tak cukup terpahami; tapi dua puluh detik adalah jelas aman.
Empat puluh detik paparan Dementor pada lima langkah bisa jadi mungkin cukup untuk menyebabkan kerusakan permanen, walau hanya pada subjek yang paling sensitif.
Itu adalah latihan berat bahkan oleh standar Hogwarts, yang mana caramu belajar terbang di atas seekor hippogriff adalah dengan dilemparkan ke atasnya dan disuruh terbang. Harry bukan penggemar sikap terlalu melindungi, dan jika kamu melihat pada perbedaan kedewasaan antara seorang tahun keempat dalam Hogwarts dan seorang Muggle umur empat belas tahun, adalah jelas bahwa para Muggle membekap para anak-anak mereka тАж tapi bahkan Harry mulai bertanya-tanya jika ini mulai memaksakan. Tak setiap luka bisa disembuhkan setelahnya.
Tapi jika kamu tak bisa melemparkan mantranya di bawah kondisi itu, artinya kamu tak bisa mengandalkan pemakaian Mantra Patronus untuk mempertahankan dirimu; terlalu percaya diri itu jauh lebih berbahaya untuk para penyihir dari pada untuk para Muggle. Dementor bisa menguras sihirmu dan vitalitas fisikmu, bukan hanya pikiran bahagiamu, yang artinya kamu mungkin tidak akan bisa melakukan Apparation dari sana jika kamu menunggu terlalu lama, atau jika kamu tak mengenali ketakutan yang mendekat sampai si Dementor ada dalam jarak untuk serangannya. (Selama pembacaannya, Harry sudah menemukan dengan kengerian yang cukup besar bahwa beberapa buku menyatakan bahwa Kecupan Dementor akan memakan jiwamu dan bahwa ini adalah alasan untuk keadaan koma tanpa pikiran permanen yang mana dia tempatkan para korbannya. Dan bahwa para penyihir yang mempercayai ini sudah dengan sengaja memakai Kecupan Dementor untuk menghukum para kriminal. Adalah suatu kepastian bahwa beberapa dari yang disebut kriminal ini memang tak bersalah, bahkan biarpun mereka memang bersalah, menghancurkan jiwa mereka? Jika Harry harus mempercayai adanya jiwa, dia akan тАж memperoleh gambar kosong, dia hanya tak mampu memikirkan respon yang layak untuk itu.)
Sang Kepala Sekolah memperhatikan keamanan dengan sangat serius, dan demikian juga ketiga Auror yang berdiri berjaga. Pemimpin mereka adalah seorang pria yang terlihat sedikit Asia, khidmat tanpa menjadi suram, Auror Komodo, yang tongkat sihirnya tak pernah meninggalkan tangannya. Patronusnya, seekor orangutan dari sinar bulan solid, berjalan maju mundur di antara si Dementor dan para tahun pertama yang menunggu giliran mereka; di samping si orangutan bergerak si panther putih cerah milik Auror Butnaru, seorang pria dengan tatapan menusuk, rambut hitam panjang yang dikuncir, dan jenggot yang dikepang. Kedua Auror itu, dan kedua Patronus mereka, seluruhnya mengawasi si Dementor. Di sisi berlawanan dari para murid adalah Auror Goryanof yang beristirahat, tinggi dan kurus dan pucat dan tidak bercukur, duduk bersandar di atas sebuah kursi yang dia munculkan tanpa kata atau tongkat sihir, dan menjaga wajah tanpa ekspresi berpikiran kosong saat dia memindai seluruh situasi itu. Profesor Quirrell menunjukkan diri tak lama setelah para tahun pertama memulai giliran mereka, dan matanya tak pernah melenceng jauh dari Harry. Si kecil Profesor Flitwick, yang adalah seorang juara duel, sedang bermain-main dengan tongkat sihirnya; dan matanya, mengintip keluar dari jenggot gembung besar yang berfungsi sebagai wajahnya, tetap berkonsentrasi pada Profesor Quirrell.
Dan itu haruslah cuma imajinasi Harry, tapi Profesor Quirrell sepertinya mengernyit sedikit tiap kali Patronus sang Kepala Sekolah berkelip menghilang untuk menguji si murid selanjutnya. Mungkin Profesor Quirrell membayangkan efek plasebo yang sama seperti Harry, gelombang surut kekosongan yang mengusap pikirannya.
“Anthony Goldstein,” panggil suara si Kepala Sekolah.
Harry dengan diam berjalan menuju Seamus, bahkan saat Anthony mulai mendekati si phoenix perak bercahaya, dan тАж apa pun itu yang ada di bawah selubung compang-camping itu.
“Apa yang kau lihat?” Harry bertanya pada Seamus dalam suara rendah.
Banyak dari para murid tak menjawab Harry, ketika dia mencoba mengumpulkan data-data; tapi Seamus adalah Finnigan of Chaos, salah satu letnan Harry. Mungkin itu tidak adil, tapi тАж .
“Mati,” kata Seamus dalam sebuah bisikan, “keabu-abuan dan berlendir тАж mati dan ditinggalkan di dalam air untuk beberapa saat тАж .”
Harry mengangguk. “Itulah yang banyak orang lihat,” kata Harry. Dia memproyeksikan percaya diri, bahkan biarpun itu palsu, karena Seamus memerlukannya. “Pergilah makan cokelat, kau akan merasa lebih baik.”
Seamus mengangguk dan tersandung menuju meja permen penyembuh.
“Expecto Patronum!” jerit suara seorang bocah muda.
Kemudian ada suara-suara terkesiap terkejut, bahkan dari para Auror.
Harry berputar untuk melihatтАУ
Ada seekor burung perak cemerlang berdiri di antara Anthony Goldstein dan kurungan itu. Si burung mengangkat kepalanya dan mengeluarkan sebuah seruan, dan seruan itu juga perak, secerah dan sekeras dan seindah seperti metal.
Dan sesuatu di belakang pikiran Harry berkata, jika itu adalah seekor alap-alap kawah, aku akan mencekiknya sewaktu dia tidur.
Tutup mulut, kata Harry pada pikiran itu, apa kau menginginkan kita untuk menjadi seorang Penyihir Kegelapan?
Apa gunanya? Kau suatu saat akan menjadi itu juga pada akhirnya.
Itu тАж bukanlah sesuatu yang Harry biasanya pikirkan тАж .
Itu adalah suatu efek plasebo, kata Harry pada dirinya lagi. Si Dementor tak benar-benar sampai kepadaku menembus tiga Patronus korporeal, aku hanya membayangkan apa yang aku pikirkan. Ketika aku benar-benar menghadapi si Dementor, itu akan terasa benar-benar berbeda, dan kemudian aku akan tahu kalau aku hanya bersikap bodoh sebelumnya.
Sedikit udara dingin mengaliri tulang punggung Harry saat itu, karena dia memang memiliki suatu perasaan bahwa ya, itu memang akan benar-benar berbeda, dan bukan dalam suatu arah yang positif.
Si phoenix perak berkobar mencul kembali dari tongkat sihir si Kepala Sekolah, si burung yang lebih kecil menghilang; dan Anthony Goldstein mulai berjalan kembali.
Si Kepala Sekolah datang dengan Anthony bukannya memanggil nama berikutnya, si Patronus menunggu di belakang untuk menjaga si Dementor.
Harry melihat sekilas ke tempat di mana Hermione berdiri, hanya di belakang si panther yang berpendar. Giliran Hermione akan tiba setelah ini, tapi sepertinya baru saja ditunda.
Dia terlihat tertekan.
Sebelumnya, dia dengan sopan meminta Harry untuk tolong berhenti mencoba membuatnya tak tertekan.
Dumbledore tersenyum sedikit saat dia mengawal Anthony kembali menuju yang lain; tersenyum hanya sedikit, karena sang Kepala Sekolah terlihat sangat, sangat lelah.
“Tak bisa dipercaya,” kata Dumbledore dalam suatu suara yang terdengar jauh lebih lemah daripada ledakan biasa miliknya. “Sebuah Patronus korporeal, dalam tahun pertamanya. Dan sejumlah kesuksesan yang mencengangkan di antara para murid muda lainnya. Quirinus, aku harus mengakui bahwa kamu sudah membuktikan pendapatmu.”
Profesor Quirrell memiringkan kepalanya. “Suatu tebakan yang cukup sederhana, aku pikir. Dementor menyerang melalui ketakutan, dan anak-anak cenderung untuk kurang takut.”
“Kurang takut?” kata Auror Goryanof dari tempatnya duduk.
“Demikian juga yang kukatakan,” kata Dumbledore. “Dan Profesor Quirrell menyatakan bahwa para dewasa memiliki lebih banyak keberanian, bukan lebih sedikit untuk ditakuti; yang mana pikiran itu, aku harus akui, tak pernah terpikir olehku sebelumnya.”
“Itu bukanlah perkataan yang kukatakan,” kata Profesor Quirrell dengan kering, “tapi itu bisa menyampaikan maksudku. Dan sisa dari kesepakatan kita, Kepala Sekolah?”
“Seperti yang kamu katakan,” kata Dumbledore dengan enggan. “Aku mengakui aku tidak mengharapkan untuk kalah dalam taruhan itu, Quirinus, tapi kamu sudah membuktikan kebijaksanaanmu.”
Seluruh murid melihat ke arah mereka, kebingungan; kecuali Hermione, yang sedang memandang ke arah kurungan dan pada jubah panjang yang membusuk itu; dan Harry, yang sedang melihat semua orang, karena dia membayangkan dirinya sendiri merasa paranoid.
Profesor Quirrell berkata, dalam nada yang tak mengundang komentar lebih jauh, “Aku diizinkan untuk mengajarkan Kutukan Pembunuh pada para murid yang ingin mempelajarinya. Yang akan membuat mereka jauh lebih aman dari para Penyihir Kegelapan dan hama lainnya, dan adalah bodoh untuk berpikir kalau mereka akan sebaliknya mengetahui tak satu pun sihir-sihir mematikan.” Profesor Quirrell berhenti, matanya menyempit. “Kepala Sekolah, aku dengan hormat mengamati bahwa anda tak terlihat baik. Aku sarankan meninggalkan sisa dari tugas hari ini kepada Profesor Flitwick.”
Dumbledore menggelengkan kepalanya. “Kita nyaris selesai untuk hari ini, Quirinus. Aku akan bertahan.”
Hermione mendekati Anthony. “Kapten Goldstein,” katanya, dan suaranya bergetar hanya sedikit, “bisakah kamu berikan nasihat apa pun padaku?”
“Jangan takut,” kata Anthony dengan tegas. “Jangan memikirkan tentang apa pun yang dia coba buat dirimu pikirkan. Kau bukan hanya memegang tongkat sihirmu di depanmu seperti suatu perisai melawan ketakutan itu, kau mengacungkan tongkat sihirmu untuk mengusir ketakutan itu pergi, itulah caranya bagaimana kamu membuat pikiran bahagia ke dalam sesuatu yang solid тАж .” Anthony mengangkat bahu tanpa daya. “Maksudku, aku mendengar semua itu sebelumnya, tapi тАж .”
Para murid lain mulai berkumpul di sekeliling Anthony, dengan pertanyaan mereka sendiri.
“Nona Granger?” kata si Kepala Sekolah. Suaranya mungkin terasa lembut, atau hanya melemah.
Hermione menegakkan bahunya, dan mengikutinya.
“Apa yang kamu lihat di bawah selubung itu?” kata Harry pada Anthony.
Anthony melihat ke arah Harry, terkejut, dan kemudian menjawab, “Seorang pria yang sangat tinggi yang mati, maksudku, semacam berbentuk-mati dan berwarna-mati тАж menyakitkanku untuk melihatnya dan aku tahu itu adalah si Dementor mencoba sampai kepadaku.”
Harry melihat ke balakang ke tempat di mana Hermione sedang menghadapi kurungan itu dan si selubung.
Hermione mengangkat tongkat sihirnya ke dalam posisi untuk gerakan pertama.
Phoenix sang Kepala Sekolah berkedip menghilang.
Dan Hermione memberikan suatu pekikan kecil, menyedihkan, tersentakтАУ
тАУmengambil satu langkah mundur, Harry bisa melihat tongkat sihirnya bergerak, dan kemudian dia mengacungkannya dan berkata “Expecto Patronum!”
Tak ada yang terjadi.
Hermione berbalik dan lari.
“Expecto Patronum!” kata suara lebih dalam si Kepala Sekolah, dan si phoenix perak berkobar lagi.
Si gadis muda tersandung, dan terus berlari, suara-suara aneh mulai keluar dari tenggorokannya.
“Hermione!” Susan meneriakkannya, dan Hannah, dan Daphne, dan Ernie, dan mereka semua mulai berlari menuju ke arahnya; bahkan saat Harry, yang selalu berpikir satu langkah di depan, berbalik pada tumitnya sendiri dan berlari ke arah meja berisi cokelat.
Bahkan setelah Harry menjejalkan cokelat itu ke dalam mulut Hermione dan dia mengunyah dan menelan, dia masih bernapas dalam banyak engahan dan tangisan, matanya masih terlihat tak fokus.
Dia tak bisa terkena efek permanen Dementor, pikir Harry mati-matian pada kebingungan di dalam dirinya, ketakutan mengerikan dan amarah mematikan mulai saling berpilin, dia tak mungkin terkena, dia bahkan tak terpapar untuk sepuluh detik jangankan empat puluhтАУ
Tapi dia bisa jadi terkena efek temporer Dementor, saat Harry menyadari di saat itu, tak ada aturan yang mengatakan kalau kamu tak bisa terluka secara temporer oleh satu Dementor dalam hanya sepuluh detik jika kamu cukup sensitif.
Kemudian mata Hermione sepertinya memfokus, dan tersentak mencari, dan mendarat pada dirinya.
“Harry,” Hermione terkesiap, dan para murid lain diam. “Harry, jangan, Jangan!”
Harry seketika takut untuk menanyakan apa yang tak boleh dia lakukan, apakah dia ada di dalam ingatan paling buruknya, atau suatu mimpi buruk yang saat ini sedang Hermione alami dalam kehidupan sadarnya?
“Jangan mendekatinya!” kata Hermione. Tangannya menggapai, meraihnya di kerah jubahnya. “Kau tak boleh mendekatinya Harry! Dia berbicara padaku, Harry, dia mengenalmu, dia tahu kamu ada di sini!”
“ApaтАУ” kata Harry, dan kemudian mengutuk dirinya sendiri karena bertanya.
“Si Dementor!” kata Hermione. Suaranya naik menjadi pekikan. “Profesor Quirrell ingin supaya dia memakanmu!”
Dalam diam seketika, Profesor Quirrell berjalan maju beberapa langkah; tapi dia tak mendekat lebih dekat (bagaimanapun juga, Harry ada di sana). “Nona Granger,” katanya, dan suaranya serius, “aku pikir kau harus mengambil beberapa cokelat lagi.”
“Profesor Flitwick, jangan biarkan Harry mencoba, suruh dia kembali!”
Sang Kepala Sekolah sudah tiba pada waktu itu, dan dia dan Profesor Flitwick bertukar pandangan khawatir.
“Aku tak mendengar Dementor itu berbicara,” kata si Kepala Sekolah. “Tetap тАж .”
“Tanyakan saja,” kata Profesor Quirrell, terdengar sedikit letih.
“Apakah si Dementor berkata bagaimana dia akan mengambil Harry?” kata sang Kepala Sekolah.
“Seluruh bagiannya yang paling enak lebih dulu,” kata Hermione, “dia akanтАУdia akan memakanтАУ”
Hermione berkedip. Beberapa kewarasan sepertinya mulai kembali ke matanya.
Kemudian dia mulai menangis.
“Kamu memang terlalu berani, Hermione Granger,” kata Kepala Sekolah. Suaranya lembut, dan jelas terdengar. “Jauh terlalu berani daripada yang bisa kupahami. Kamu harusnya berbalik dan berlari, bukannya bertahan dan mencoba menyelesaikan Mantramu. Ketika kamu lebih dewasa dan lebih kuat, Nona Granger, aku tahu kalau kamu akan mencoba lagi, dan aku tahu kalau kamu akan berhasil.”
“Maafkan aku,” kata Hermione dalam isakan, “maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku тАж maafkan aku, Harry, aku tak bisa memberitahumu apa yang sudah kulihat, aku tak melihat ke arahnya, aku tak berani melihat ke arahnya, aku tahu kalau itu terlalu mengerikan untuk pernah dilihat тАж .”
Itu harusnya Harry, tapi dia bimbang, karena tangannya berlumur cokelat; dan kemudian Ernie dan Susan sampai ke sana, membantu Hermione dari tempatnya terjatuh di rumput, membantunya menuju meja makanan ringan.
Lima batang cokelat kemudian, Hermione sepertinya sudah baik lagi, dan dia berjalan dan meminta maaf kepada Profesor Quirrell; tapi dia selalu melihat Harry, tiap kali Harry melihat ke arahnya. Harry melangkah menuju dia hanya sekali, dan berhenti ketika dia melangkah menjauh. Matanya meminta maaf dengan diam, dan dengan diam memohon pada Harry untuk membiarkannya.
*
Neville Longbottom sudah melihat sesuatu yang mati dan setengah tercerna, berlendir dan menetes dengan satu wajah seperti spons yang tergencet.
Itu adalah hal terburuk yang pernah siapapun deskripsikan pernah lihat. Neville sudah mampu menghasilkan kerlap cahaya kecil dari tongkat sihirnya sebelumnya, tapi dia kemudian, dengan cerdas dan dengan keberadaan nyata akal, berbalik dan lari bukannya mencoba melemparkan Mantra Patronusnya sendiri.
(Sang Kepala Sekolah tak mengatakan apa pun pada para murid lain, tak mengatakan satu pun yang lain untuk jadi kurang berani; tapi Profesor Quirrell dengan tenang mengamati bahwa jika kamu membuat kesalahan setelah diperingati, itulah ketika ketidaktahuan menjadi kebodohan.)
“Profesor Quirrell?” kata Harry dalam suara rendah, datang sedekat mungkin kepada Profesor Pertahanan sejauh yang dia berani. “Apa yang kau lihat ketika kauтАУ”
“Jangan tanya.” Suara itu sangat datar.
Harry mengangguk dengan hormat. “Apa perkataanmu yang sebenarnya pada sang Kepala Sekolah, jika aku boleh tanya?”
Dengan kering. “Ingatan terburuk kita hanya bisa bertambah lebih buruk saat kita bertambah dewasa.”
“Ah,” kata Harry. “Logis.”
Sesuatu yang aneh berkedip dalam mata Profesor Quirrell, kemudian, saat dia melihat ke arah Harry. “Mari kita berharap,” kata Profesor Quirrell, “bahwa kamu berhasil pada percobaan ini, Tn. Potter. Karena jika kamu berhasil, sang Kepala Sekolah mungkin akan mengajarimu triknya dalam menggunakan sebuah Patronus untuk mengirimkan pesan-pesan yang tak bisa dipalsukan atau dihadang, dan pentingnya dalam kemiliteran atas hal itu mustahil untuk terlalu ditekankan. Itu akan menjadi suatu keuntungan yang teramat besar atas Chaos Legion, dan suatu hari, aku curiga, seluruh negara ini. Tapi jika kamu memang tak berhasil, Tn. Potter тАж yah, aku akan memahaminya.”
*
Morag MacDougal berkata, dalam suara bergetar, “Ouch”, dan Dumbledore melemparkan ulang Patronusnya secepatnya.
Parvati Patil membuat sebuah Patronus korporeal dalam bentuk seekor harimau, lebih besar daripada phoenix Dumbledore, walau tak sedikit pun sama cerah. Ada semburan besar tepuk tangan dari seluruh penonton, walau tak sama terkejutnya seperti ketika Anthony melakukannya.
Dan kemudian itu adalah giliran Harry.
Sang Kepala Sekolah memanggil nama Harry Potter, dan Harry merasa takut.
Harry tahu, dia tahu bahwa dia akan gagal, dan dia tahu kalau itu akan menyakitkan.
Tapi dia tetap harus mencoba; karena sesekali, di hadapan satu Dementor, seorang penyihir melompat dari tak sekedip cahaya sampai kepada Patronus korporeal penuh, dan tak seorang pun memahami kenapa.
Dan karena jika Harry tak bisa mempertahankan dirinya sendiri dari Dementor, dia harus mampu mengenali pendekatan mereka, mengenali perasaan atas mereka dalam pikirannya, dan berlari sebelum terlambat.
Apa ingatan terburukku тАж ?
Harry mengharapkan sang Kepala Sekolah untuk memberikannya suatu pandangan khawatir, atau pandangan penuh harap, atau nasihat yang teramat bijak mendalam; tapi sebaliknya Albus Dumbledore hanya melihatnya dalam ketenangan sunyi.
Dia pikir aku akan gagal, tapi dia tak akan menyabotaseku dengan memberitahuku demikian, pikir Harry, jika dia memiliki kata-kata pemberi semangat untuk dikatakan, dia akan mengatakannya тАж .
Kurungannya semakin dekat. Itu sudah ternoda, tapi tak berkarat sampai akhirnya memudar, masih belum.
Selubungnya mendekat. Itu mulai terbuka dan tertembus dengan lubang-lubang tak tertambal; itu baru pagi ini, kata Auror Goryanof.
“Kepala Sekolah?” kata Harry. “Apa yang kau lihat?”
Suara sang Kepala Sekolah juga tenang. “Dementor adalah mahluk dari ketakutan, dan saat ketakutanmu atas Dementor berkurang, demikian juga kengerian dari bentuknya. Aku melihat seorang pria tinggi, kurus, telanjang. Dia tak membusuk. dia hanya sedikit menyakitkan untuk dilihat. Hanya itu. Apa yang kamu lihat, Harry?”
тАж Harry tak bisa melihat di bawah selubung itu.
Atau itu tidak benar, itu adalah pikirannya yang menolak untuk melihat apa yang ada di bawah selubung itu тАж .
Tidak, pikirannya mencoba untuk melihat hal yang salah di bawah selubung itu, Harry bisa merasakannya, matanya mencoba memaksakan sesuatu yang salah. Tapi Harry sudah mengusahakan yang terbaik untuk melatih dirinya sendiri untuk memperhatikan perasaan kebingungan kecil itu, untuk secara otomatis tersentak menjauh dari mencoba mengarang sesuatu; dan tiap kali pikirannya mencoba menciptakan sebuah kebohongan tentang apa yang ada di bawah selubung, refleks itu cukup cepat untuk membungkamnya.
Harry melihat ke bawah selubung itu dan melihat тАж .
Sebuah pertanyaan terbuka. Harry tak membiarkan pikirannya melihat sesuatu yang salah, dan dengan demikian dia tak melihat apa pun, seperti bagian dari korteks visualnya yang mendapatkan sinyal itu hanya berhenti ada. Ada suatu titik buta di bawah selubung itu. Harry tak mengetahui apa yang ada di sana.
Hanya bahwa itu jauh lebih buruk dari mumi membusuk mana pun.
Kengerian tak terlihat di bawah selubung itu sangat dekat, sekarang, tapi si burung sinar bulan membara, si phoenix putih, masih ada di antara mereka.
Harry ingin melarikan diri seperti yang dilakukan beberapa dari para murid. Setengah dari mereka yang tak beruntung dengan Mantra Patronus mereka hanya tak muncul hari ini pada awalnya. Dari mereka yang tersisa, setengah sudah berlari sebelum sang Kepala Sekolah bahkan menghilangkan Patronusnya sendiri, dan tak seorang pun mengatakan satu kata. Ada suatu tawa kecil ketika Terry berbalik dan berjalan kembali sebelum gilirannya sendiri; dan Susan dan Hannah, yang pergi lebih dulu, berteriak pada semua orang untuk tutup mulut.
Tapi Harry adalah si Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup, dan dia akan kehilangan jauh lebih banyak rasa hormat jika dia terlihat menyerah bahkan tanpa mencoba тАж .
Kebanggaan dan peran sepertinya memudar dan rontok, di hadapan apa pun yang ada di bawah selubung itu.
Kenapa aku masih di sini?
Bukanlah rasa malu dari mereka lainnya yang berpikir kalau dia berlaku pengecut, yang menjaga kaki Harry pada tempatnya.
Bukanlah harapan untuk memperbaiki reputasinya yang membuat tongkat sihirnya terangkat.
Bukanlah keinginan untuk menguasai Mantra Patronus sebagai suatu sihir, yang menggerakkan jari-jarinya ke dalam posisi awal.
Itu adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang harus melawan apa pun yang ada di bawah selubung itu, ini adalah kegelapan sejati dan Harry harus mencari tahu apakah ada di dalam dia, kekuatan untuk menyingkirkan hal itu.
Harry sudah merencanakan untuk mencoba satu usaha terakhir untuk memikirkan waktu pesta belanja buku bersama ayahnya, tapi sebaliknya, pada menit terakhir, menghadapi si Dementor, suatu ingatan berbeda terpikir olehnya, sesuatu yang dia belum pernah coba sebelumnya; suatu pikiran yang tidak hangat dan bahagia dalam cara biasa, tapi terasa lebih benar, entah bagaimana.
Dan Harry mengingat bintang-bintang, mengingat mereka membara teramat terang dan tak bergetar dalam Malam Kudus itu; dia membiarkan gambar itu mengisinya, mengisi seluruh dirinya seperti penghalang Occlumency di sepanjang pikirannya, menjadi sekali lagi kesadaran tanpa raga dari kekosongan.
Phoenix perak terang itu menghilang.
Dan si Dementor menghantam ke dalam pikirannya seperti kepalan Tuhan.
KETAKUTAN DINGIN KEGELAPAN
Ada seketika saat kedua kekuatan saling menghantam dengan penuh, ketika ingatan cahaya bintang penuh damai mempertahankan dirinya sendiri menghadapi ketakutan itu, bahkan saat jari-jari Harry mulai gerakan tongkat sihirnya, dilatih sampai mereka menjadi otomatis. Mereka bukanlah sesuatu yang hangat dan bahagia, titik-titik cahaya membara itu dalam kehitaman sempurna; tapi itu adalah suatu gambar yang si Dementor tak dengan mudah tembus. Karena bintang-bintang sunyi terbakar itu luas dan tak takut, dan untuk menyinari dalam dingin dan kegelapan adalah keadaan alami mereka.
Tapi ada suatu cacat, suatu celah, suatu garis kesalahan dalam benda yang tak bisa digerakkan mencoba melawan kekuatan yang tak terhentikan. Harry merasakan suatu denyutan kemarahan pada si Dementor karena mencoba memakan dirinya, dan itu seperti terpeleset pada es cair. Pikiran Harry mulai meluncur ke samping, ke dalam kepahitan, amarah hitam, kebencian mematikanтФА
Tongkat sihir Harry terangkat dalam acungan terakhir.
Itu terasa salah.
“Expecto Patronum,” suaranya berucap, kata-katanya kosong dan tak bermakna.
Dan Harry terjatuh ke dalam sisi gelapnya, terjatuh jauh ke dalam sisi gelapnya, lebih jauh dan lebih cepat dan lebih dalam dari yang sebelumnya, turun turun turun saat lajunya bertambah cepat, saat si Dementor menempel kepada bagian-bagian yang terbuka dan rentan dan memakan mereka, melahap habis cahayanya. Suatu refleks yang memudar mengais kehangatan, tapi bahkan saat suatu gambar dari Hermione mendatanginya, atau suatu gambar dari Mum dan Dad, si Dementor memelintirnya, menunjukkannya Hermione terbaring mati di tanah, mayat-mayat ibu dan ayahnya, dan kemudian bahkan itu pun tersedot.
Ke dalam ruang hampa bangkit ingatan itu, ingatan terburuk, sesuatu yang terlupakan sebegitu lama hingga pola-pola sarafnya harusnya sudah menghilang.
“Lily, bawa Harry dan pergi! Itu dia!” teriak suara seorang pria. “Pergi! Lari! Aku akan menahannya!”
Dan Harry tak bisa menahan untuk berpikir, dalam kedalaman kosong dari sisi gelapnya itu, betapa menggelikan terlalu percaya diri James Potter itu. Menahan Lord Voldemort? Dengan apa?
Kemudian si suara lain berbicara, bernada tinggi seperti desisan teko teh, dan itu seperti es kering yang diletakkan di atas tiap saraf Harry, seperti sejenis metal didinginkan sampai temperatur helium likuid dan diletakkan ke tiap bagian dari dirinya. Dan suara itu berkata:
“Avadakedavra.”
(Tongkat sihir melayang dari jari-jari tak bertenaga si bocah saat tubuhnya mulai mengejang dan terjatuh, mata si Kepala Sekolah melebar penuh kekhawatiran saat dia memulai Mantra Patronusnya sendiri.)
“Jangan Harry, jangan Harry, tolong jangan Harry!” teriak suara si wanita.
Apa pun yang tertinggal dari Harry mendengarkan dengan seluruh cahaya terkuras darinya, dalam kekosongan mati dalam hatinya, dan bertanya-tanya apakah si wanita mengira bahwa Lord Voldemort akan berhenti karena dia meminta dengan sopan.
“Minggir, wanita!” kata suara lengkingan dingin membakar itu. “Bukan untukmu aku datang, hanya si bocah.”
“Jangan Harry! Tolong тАж kasihanilah тАж kasihanilah тАж .”
Lily Potter, pikir Harry, sepertinya tidak memahami orang seperti apa yang menjadi Pangeran Kegelapan sebenarnya; dan jika ini adalah strategi terbaik yang bisa dia susun untuk menyelamatkan nyawa anaknya, itu adalah kegagalan terakhirnya sebagai seorang ibu.
“Aku beri kesempatan langka ini untuk pergi,” kata suara lengkingan itu. “Tapi aku tak akan menyusahkan diriku untuk menundukkanmu, dan kematianmu di sini tidak akan menyelamatkan anakmu. Minggir, wanita bodoh, jika kau memiliki sedikit pun akal sehat di dalam dirimu!”
“Jangan Harry, tolong jangan, bawa aku, bunuh aku saja!”
Benda kosong yang adalah Harry bertanya-tanya apakah Lily Potter benar-benar membayangkan bahwa Lord Voldemort akan mengatakan ya, membunuhnya, dan kemudian pergi meninggalkan putranya tak terluka.
“Baiklah,” kata si suara kematian, sekarang terdengar dingin terhibur, “Aku menerima tawaran itu. Dirimu untuk mati, dan anak itu untuk hidup. Sekarang jatuhkan tongkat sihirmu supaya aku bisa membunuhmu.”
Ada suatu kesunyian mengerikan.
Lord Voldemort mulai tertawa, tawa sombong mengerikan.
Dan kemudian, pada akhirnya, suara Lily Potter memekik dalam kebencian putus asa, “Avada keтАУ”
Suara mematikan itu selesai lebih dulu, kutukan itu cepat dan tepat.
“Avadakedavra.”
Satu pijar hijau membutakan menandai akhir dari Lily Potter.
Dan si bocah di dalam rumah itu melihatnya, mata itu, dua mata merah tua itu, seolah berpendar merah cerah, membara bagaikan matahari-matahari miniatur, mengisi seluruh pandangan Harry saat mereka mengunci pada dirinyaтАУ
*
Para anak lain melihat Harry Potter terjatuh, mereka mendengar Harry Potter menjerit, suatu jeritan tipis bernada tinggi yang terasa menusuk telinga-telinga mereka seperti pisau.
Ada satu kilatan perak cemerlang saat si Kepala Sekolah meneriakkan “Expecto Patronum!” dan phoenix membara muncul kembali.
Tapi jeritan mengerikan Harry Potter terus berlanjut dan berlanjut dan berlanjut, bahkan saat si Kepala Sekolah menggendong si bocah di tangannya dan membawanya menjauh dari si Dementor, bahkan saat Neville Longbottom dan Profesor Flitwick berdua pergi mengambil cokelat pada saat yang sama danтАУ
Hermione mengetahuinya, dia mengetahuinya saat dia melihatnya, dia mengetahui bahwa mimpi buruknya memang nyata, itu baru saja menjadi nyata, entah bagaimana itu baru saja menjadi nyata.
“Berikan cokelat padanya!” suara Profesor Quirrell memerintahkan, dengan sia-sia, karena sosok kecil Profesor Flitwick sudah melesat menuju ke arah tempat di mana si Kepala Sekolah berlari menuju para murid.
Hermione sendiri sedang bergerak maju, walau dia tidak tahu apa lagi yang harus dia lakukanтАУ
“Lemparkan Patronus!” teriak si Kepala Sekolah, saat dia membawa Harry di belakang para Auror. “Semua yang mampu! Lemparkan mereka di antara Harry dan Dementor! Dia masih memakan Harry!”
Ada saat kengerian membeku.
“Expecto Patronum!” teriak Profesor Flitwick dan Auror Goryanof, dan kemudian Anthony Goldstein, tapi dia gagal pada awalnya, dan kemudian Parvati Patil, yang berhasil, dan kemudian Anthony mencoba lagi dan burung peraknya melebarkan sayap-sayapnya dan berteriak ke arah si Dementor, dan Dean Thomas meraungkan kata-kata itu seolah mereka ditulis dalam huruf api dan tongkat sihirnya melahirkan seekor beruang putih tinggi; ada delapan Patronus yang membara seluruhnya dalam satu garis antara Harry dan si Dementor, dan Harry terus menjerit dan menjerit saat si Kepala Sekolah membaringkannya di atas rumput-rumput kering.
Hermione tak bisa melemparkan Mantra Patronus, jadi dia berlari ke arah di mana Harry terbaring. Di dalam pikirannya, sesuatu mencoba menebak berapa lama semua ini. Apakah sudah dua puluh detik? Lebih?
Ada suatu penderitaan dan kebingungan penuh ketakutan di wajah Albus Dumbledore. Tongkat hitam panjangnya ada di tangannya, tapi dia tak mengucapkan mantra apa pun, hanya melihat ke bawah ke arah tubuh Harry yang mengejang dalam kengerianтАУ
Hermione tak tahu apa yang harus dia lakukan, dia tak tahu apa yang harus dia lakukan, dia tak memahami apa yang sedang terjadi, dan penyihir terkuat di dunia juga sama bingungnya.
“Gunakan phoenixmu!” teriak Profesor Quirrell. “Bawa dia menjauh dari Dementor itu!”
Tanpa satu pun kata si Kepala Sekolah mengangkat Harry dalam tangannya dan menghilang dalam percikan-percikan api bersama Fawkes yang seketika muncul; dan Patronus si Kepala Sekolah berkedip menghilang, dari tempatnya menjaga si Dementor.
Kengerian dan kebingungan dan ceracau seketika.
“Tn. Potter harusnya pulih,” kata Profesor Quirrell, mengangkat suaranya, tapi nadanya tenang lagi sekarang, “aku pikir itu hanya sedikit di atas dua puluh detik.”
Kemudian phoenix putih membara itu muncul lagi, seolah dia melayang menuju mereka dari suatu tempat, menuju Hermione Granger datang makhluk sinar bulan itu, dan meneriakkan padanya dalam suara Albus Dumbledore:
“Dia masih memakannya, bahkan di sini! Bagaimana? Jika kamu tahu, Hermione Granger, kau harus memberitahuku! Beri tahu aku!”
Auror senior berbalik menatapnya, dan demikian juga banyak murid. Profesor Flitwick tidak berbalik, dia sekarang mengarahkan tongkat sihirnya pada Profesor Quirrell, yang mengangkat tangan-tangan yang jelas kosong.
Detik-detik berlalu, tak terhitung.
Hermione tak bisa mengingatnya, dia tak bisa mengingat mimpi buruk itu dengan jelas, dia tak bisa mengingat kenapa berpikir kalau itu mungkin, kenapa dia menjadi takutтАУ
Hermione sadar saat itu apa yang harus dilakukannya, dan itu adalah keputusan tersulit dalam hidupnya.
Bagaimana jika apa pun yang terjadi pada Harry, terjadi juga padanya?
Seluruh anggota tubuhnya sedingin kematian, pandangannya menjadi gelap, ketakutan meliputi segalanya; dia sudah melihat Harry mati, Mum dan Dad mati, seluruh temannya mati, semua orang mati, sehingga pada akhirnya, ketika dia mati, dia akan sendirian. Itulah mimpi buruk rahasianya yang tak pernah dia bicarakan dengan siapapun, yang memberi si Dementor kuasa atasnya, hal paling kesepian adalah untuk mati sendirian.
Dia tak ingin pergi ke tempat itu lagi, dia, dia tak mau, dia tak mau ada di sana selamanyaтАУ
Kamu memiliki cukup keberanian untuk Gryffindor, kata suara tenang milik si Topi Seleksi dalam ingatannya, tapi kamu akan melakukan apa yang benar dalam Asrama mana pun yang kuberikan padamu. Kamu akan belajar, kamu akan ada untuk teman-temanmu, dalam Asrama mana pun yang kamu pilih. Jadi jangan takut, Hermione Granger, putuskan saja di mana tempatmu тАж .
Tak ada waktu untuk memutuskan, Harry sekarat.
“Aku tak bisa mengingatnya sekarang,” kata Hermione, suaranya pecah, “tapi tunggu dulu, aku akan pergi ke depan si Dementor lagi тАж .”
Dia mulai berlari menuju si Dementor.
“Nona Granger!” pekik Profesor Flitwick, tapi dia tak membuat gerakan apa pun untuk menghentikannya, hanya tetap menjaga tongkat sihirnya pada Profesor Quirrell.
“Semuanya!” teriak Auror Komodo dalam suatu suara perintah militer. “Singkirkan Patronus kalian dari jalannya!”
“FLITWICK!” raung Profesor Quirrell. “PANGGIL TONGKAT SIHIR POTTER!”
Bahkan saat Hermione memahami, Profesor Flitwick sudah meneriakkan “Accio!”, dan dia melihat tongkat kayu itu melesat dari tempatnya terbaring hampir menyentuh kurungan si Dementor.
*
Mata itu membuka, mati dan kosong.
“Harry!” terkesiap satu suara dalam dunia tanpa warna itu. “Harry! Bicara padaku!”
Wajah Albus Dumbledore mencondongkan diri ke dalam ruang penglihatannya, yang mana dihuni oleh atap marmer jauh.
“Kau menyebalkan,” kata si suara kosong. “Kau harus mati.”
Chapter 44: Humanisme, Bg 2
“Fawkes,” kata Albus Dumbledore, suaranya pecah, “bantu dia, tolongтАУ”
Satu makhluk cemerlang merah-emas beringsur masuk ke ruang penglihatan, melihat ke bawah penuh tanya; dan dia mulai bersenandung.
Cericip tanpa arti meluncur lepas dalam kekosongan, tak ada tempat di mana mereka bisa berpegang.
“Kalian berisik,” kata si suara, “kalian harus mati.”
“Cokelat,” kata Albus Dumbledore, “kamu perlu cokelat, dan teman-temanmuтАУtapi aku tak berani membawamu kembaliтАУ”
Kemudian seekor gagak bersinar tiba, dan berbicara dalam suara Profesor Flitwick; yang karenanya Albus Dumbledore terkesiap dalam pemahaman seketika, dan mengutuk keras-keras atas kebodohannya sendiri.
Benda kosong itu tertawa pada hal tadi, karena benda itu tetap mempertahankan kemampuan untuk terhibur.
Dan sesaat kemudian mereka semua menghilang dalam kilatan api lain.
*
Itu hanya sesaat, sepertinya, antara ketika gagak Flitwick terbang entah ke mana, dan ketika Albus Dumbledore muncul kembali dalam percikan-percikan api merah dan keemasan dengan Harry di tangannya; tapi entah bagaimana dalam waktu itu Hermione sudah berhasil mengisi tangannya dengan cokelat.
Sebelum Hermione bahkan sampai ke tempat itu, cokelat melesat dari meja langsung menuju mulut Harry, yang sebagian kecil dari pikirannya mengatakan kalau itu tak adil, Harry memperoleh kesempatan untuk melakukannya untuknyaтАУ
Harry meludahkan cokelat itu lagi.
“Pergi sana,” kata suatu suara yang sebegitu kosong itu bahkan tidak dingin.
…
Semuanya seperti membeku, semua orang yang tadi bergerak menuju Harry terhenti, seluruh gerakan diremukkan oleh keterkejutan dari dua kata mati itu.
Kemudian: “Tidak,” kata Albus Dumbledore, “aku tak akan,” dan waktu kembali berjalan lagi, bahkan saat potongan cokelat lain meluncur dari meja ke dalam mulut Harry.
Hermione sudah cukup dekat sekarang hingga dia bisa melihat ekspresi Harry menjadi makin penuh kebencian, saat mulutnya mengunyah dengan irama mekanikal, tak alami.
Suara si Kepala Sekolah seserius besi. “Filius, panggil Minerva, katakan padanya dia harus datang secepatnya.”
Profesor Flitwick berbisik kepada gagak peraknya, dan gagak itu terbang ke udara dan menghilang.
Potongan lain cokelat melayang menuju mulut Harry, dan kunyahan mekanikal itu berlanjut.
Ada lebih banyak murid berkumpul di sekeliling tempat si Kepala Sekolah mengawasi Harry dengan mata suram: Neville, Seamus, Dean, Lavender, Ernie, Terry, Anthony, tak ada dari mereka yang berani mendekati lebih dekat dari yang dilakukan Hermione.
“Apa yang bisa kita lakukan?” kata Dean dalam suara bergetar.
“Mundur dan berikan dia lebih banyak ruangтАУ” kata suara kering Profesor Quirrell.
“Tidak!” potong si Kepala Sekolah. “Biarkan dia dikelilingi oleh teman-temannya.”
Harry menelan cokelatnya, dan berkata dalam suara kosong itu, “Mereka bodoh. Mereka harus matimmmppphhh” saat potongan cokelat lain memasuki mulutnya.
Hermione melihat pandangan terkejut yang melintasi wajah-wajah mereka.
“Dia tak sungguh-sungguh serius dengan itu, benar?” Seamus mengatakannya seolah dia sedang memohon.
“Kalian tak paham,” kata Hermione, suaranya pecah, “itu bukan HarryтАУ” dan dia menutup mulut sebelum dia mengatakan yang terlalu jauh, tapi dia harus mengatakan sejauh itu.
Dia melihat dari pandangan pada wajahnya bahwa Neville mengerti, dan dia juga melihat bahwa yang lain tidak. Jika Harry benar-benar tak pernah memikirkan hal-hal seperti itu, maka terpapar pada Dementor selama kurang dari semenit tak akan membuatnya mengatakan hal itu. Itulah apa yang mungkin mereka pikirkan.
Kurang dari semenit dari paparan Dementor tak akan menciptakan suatu pribadi baru yang jahat di dalam dirimu dari tidak ada.
Tapi jika pribadi itu memang sudah di sanaтАУ
Apakah Kepala Sekolah mengetahuinya?
Hermione mengangkat wajah pada si Kepala Sekolah, dan mendapati bahwa Albus Dumbledore sedang memandangnya, dan bahwa mata birunya seketika bertambah tajamтАУ
Kata-kata datang ke dalam pikirannya.
Jangan membicarakan hal itu, kata kehendak Dumbledore padanya.
Anda tahu, pikir Hermione. Tentang sisi gelapnya.
Aku tahu. Tapi ini bahkan jauh melebihi itu. Senandung Fawkes tak mampu menjangkaunya, di mana dia tersesat.
Apa yang bisa kitaтАУ
Aku memiliki sebuah rencana, kirim si Kepala Sekolah. Sabar.
Sesuatu tentang maksud dari gagasan itu yang membuat Hermione cemas. Rencana macam apa?
Adalah lebih baik kalau kamu tak tahu, kirim si Kepala Sekolah.
Sekarang Hermione menjadi benar-benar cemas. Dia tak tahu seberapa banyak Kepala Sekolah tahu tentang sisi gelap HarryтАУ
Pendapat yang bagus, kirim si Kepala Sekolah. Aku akan memberitahumu; kuatkan dirimu supaya tak bereaksi. Apa kamu siap? Bagus. Aku akan berpura-pura untuk melemparkan Kutukan Pembunuh pada Profesor McGonagallтАУJANGAN BEREAKSI, Hermione!
Itu memerlukan usaha. Kepala Sekolah benar-benar gila! Itu tak akan membuat Harry keluar dari sisi gelapnya, Harry akan benar-benar mengamuk, dia akan membunuh Kepala SekolahтАУ
Tapi itu bukanlah kegelapan sejati, kirim Albus Dumbledore. Itu adalah perasaan melindungi, itu adalah cinta. Fawkes akan mampu menjangkaunya, saat itu. Dan ketika Harry melihat bahwa Minerva masih hidup pada akhirnya, itu akan mengembalikannya sepenuhnya.
Suatu gagasan terpikir oleh HermioneтАУ
Aku ragu kalau itu akan berhasil, kirim si Kepala Sekolah, dan kamu mungkin tak akan menyukai caranya bereaksi jika kamu mencobanya. Tapi kamu boleh mencoba jika mau.
Dia tak benar-benar memaksudkan hal itu dengan serius! Hal itu terlaluтАУ
Kemudian matanya bergerak, mematahkan pandangan dengan si Kepala Sekolah, berpindah kepada si bocah yang melihat ke sekitar dengan mata kosong, membenci saat mulutnya terus mengunyah dan menelan batang cokelat demi batang cokelat tanpa efek. Hatinya terrenggut, dan seketika banyak hal seolah tak berarti, hanya bahwa hal itu mungkin berhasil.
*
Ada suatu dorongan untuk mengunyah dan menelan cokelat. Respon untuk dorongan adalah membunuh.
Orang-orang mulai berkumpul dan menatap. Itu menjengkelkan. Respon untuk kejengkelan adalah membunuh.
Orang-orang lain berbicara di latar belakang. Itu kurang ajar. Respon untuk kekurangajaran adalah untuk melukai, tapi karena tak ada dari mereka yang berguna, membunuh mereka akan lebih sederhana.
Membunuh seluruh orang-orang itu akan sukar. Tapi banyak dari mereka tak mempercayai Quirrell, yang kuat. Menemukan pemicu yang tepat akan mampu menyebabkan mereka semua untuk saling membunuh satu sama lain.
Kemudian seseorang memiringkan tubuh memasuki ruang penglihatan dan melakukan sesuatu yang benar-benar aneh, sesuatu yang berasal dari suatu mode pikir asing, yang mana hanya ada satu respon yang tersimpan di tempat mana punтАУ
*
Dia mendengar banyak tarikan napas di sekitarnya, dan mereka tak penting, dia mempertahankan ciuman pada bibir berlumur cokelat itu saat air mata berkumpul di matanya.